Mohon tunggu...
Pretty Suza
Pretty Suza Mohon Tunggu... -

International Relations Sriwijaya University'16

Selanjutnya

Tutup

Politik

RUU Perbatasan Diprioritaskan atau Tidak?

30 Agustus 2016   07:31 Diperbarui: 30 Agustus 2016   07:54 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Wilayah perbatasan Indonesia dalam beberapa waktu terakhir menjadi sorotan publik. Pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla belakangan sangat gencar mengumandangkan isu pembangunan daerah perbatasan dengan berupaya mengejawantahkan Nawacita ketiga, yaitu membangun Indonesia dari pinggiran. Nawa Cita ketiga itu selengkapnya berbunyi “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan”. 

Disamping itu pemerintah dalam upaya menata wilayah perbatasan selalu berpedoman pada meningkatkannya kesejahteraan dengan memaksimalkan pengelolaan terhadap kekayaan-kekayaan laut, sehingga merubah hukum laut yang bersifat “unidimensional” menjadi “pluridimensional” yang sekaligus merombak filosofi dan konsepsi hukum laut masa lalu.

Terbentang berkisar 17.504 pulau di Indonesia, 92 diantaranya adalah pulau-pulau kecil yang dijadikan sebagai titik dasar dan referensi untuk menarik garis pangkal kepulauan yang berbatasan langsung dengan 10 negara tetangga di wilayah laut yang tersebar di 10 provinsi.

 Dari sekitar 500 kabupaten di Indonesia, terdapat 26 kabupaten yang berbatasan langsung dengan negara tetangga yang merupakan kondisi geografis yang dipakai sebagai dasar-dasar konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang hukum laut yang tercantum dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 melalui UU No. 17 Tahun 1985 tentang pengesahan United Nations Convention on The Law of The Sea. Dalam Unclos 1982 diakui bahwa "Indonesia sebagai Negara Kepulauan, maka secara otomatis sesuai ketentuan di atas wilayah perairan Indonesia yang tadinya merupakan bagian dari laut lepas kini menjadi wilayah kedaulatan wilayah perairan Indonesia".

Berbanding terbalik dengan Nawa Cita serta Unclos 1982 itu sendiri, bahwa beberapa waktu yang lalu indonesia mengalami masalah pada perbatasan nya. Wilayah perairan Indonesia dikawasan Laut Natuna juga dengan perbatasan indonesia malaysia yang sampai saat ini tidak tau dimana ujungnya. Cina mengklaim perairan Natuna sebagai wilayah tradisional penangkapan ikan mereka.

 Sebuah sikap yang jelas-jelas ditolak oleh Indonesia dengan mengedepankan klaim Zona Ekonomi Eksklusifnya (ZEE). Bahkan Beijing membantah klaim ZEE Indonesia tersebut. Dalam pernyataannya, Kementerian Luar Negeri Cina mengatakan kapal nelayan tersebut beroperasi di "wilayah tradisional nelayan Cina," sebelum "diserang oleh kapal bersenjata dari Indonesia."

Begitu juga Malaysia yang mengklaim bahwa wilayah Camar Bulan dan Tanjung Datu adalah miliknya. Sebuah desa yang terletak di ujung barat pulau Kalimantan yang berbatasan langsung dengan Malaysia. Persoalan lain lagi ketika kita tau bahwa Malaysia telah membangun sebuah mercusuar di Tanjung Datu. Menhan RI menyatakan Tanjung Datu dan Camar Bulan adalah Outstanding Boundary Problems (OBP), yang masih dalam proses perundingan. Tanjung Datu sendiri seluas 4.750 kilometer persegi, dan dihuni oleh 493 kepala keluarga. 

Ketua Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Akhmad Muqowam menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengelolaan Wilayah Perbatasan perlu diprioritaskan dalam pembahasannya. Hal ini dikarenakan tingginya potensi ancaman pertahanan keamanan di daerah perbatasan indonesia. Jadi indonesia memerlukan RUU tentang Pengelolaan Wilayah Perbatasan. 

“Negara harus tegas dalam menjaga pertahanan keamanan di wilayah perbatasan, oleh karena itu harus ada regulasi khusus dalam mengelola kawasan perbatasan seperti RUU Pengelolaan Wilayah Perbatasan yang sedang digodok Komite I DPD RI dan segera rampung. Kami harapkan dapat masuk menjadi Prolegnas prioritas 2017,” ujar Akhmad Muqowam. Hal itu diungkapkan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komite I DPD RI dengan Pangdam IX/Udayana Mayjen Kustanto Widiatmoko, Kasdam XII/Tanjungpura Brigjen Achmad Supriyadi, dan Kasdam XVII/Cendrawasih Brigjen HermanAsaribab, di Komplek Parlemen Senayan Jakarta, Rabu (15/6). 

Menurutnya dalam menyusun RUU tersebut Komite I sebelumnya sudah mengadakan expert meeting dengan para ahli, RDP dengan pakar, Rapat kerja dengan Menteri Dalam Negeri dan Dirjen Otda hingga Panglima TNI untuk mengumpulkan berbagai isu dan penguatan materi dalam menyusun RUU tentang Pengelolaan Kawasan Perbatasan.

Meskipun Minim Anggaran serta Sarana dan Prasarana TNI tetap melaksanakan tugasnya semaksimal mungkin yaitu menegakan pertahanan keamanan dan kedaulatan dan keutuhan NKRI. Kita juga sebagai warga negara Indonesia harus memperdalam semangat Nasionalisme di dalam diri kita, seperti pada hari kemerdekaan negara kita beberapa hari yang lalu tim merah putih mengibarkan sebanyak 17.845 bendera di sepanjang garis perbatasan Indonesia-Malaysia di wilayah Kalimantan Barat yang dimulai di PPLB Nanga Badau. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun