Harits Setyawan, dosen DKV Institut Teknologi Sumatera (ITERA), berhasil melakukan penerbitan sebanyak 211 buku dan prosiding sebagai penulis utama, penulis pendamping, editor, dan pemakalah. Rupanya, kegemaran dalam menulis sudah muncul sejak ia duduk di bangku Sekolah Menengah Atas.Â
Ketika berada di kelas X (sepuluh), atas inisiatif sendiri, Harits menulis sebuah novel yang diberi judul "Mungkin Nanti". Novel tersebut diketik di tempat-tempat rental komputer dan disimpan di dalam sebuah disket hingga tersusun puluhan halaman. Kemudian pada suatu hari, sekolah menegah atas tempatnya menimba ilmu mengadakan lomba-lomba pada acara gebyar seni, yang salah satunya yaitu lomba menulis cerpen.Â
Harits yang sebenarnya tidak berencana mengikuti lomba akhirnya mengirimkan novel itu sebagai perwakilan kelas. Walaupun tidak sesuai dengan kriteria lomba cerpen, novel tersebut berhasil membawa remaja yang baru saja berusia 16 itu menjadi juara.
Harits terus mengembangkan kegemarannya dalam menulis. Ketika duduk di bangku kuliah, ia tidak hanya menulis novel tetapi juga pantun dan puisi. Oleh sebab itu, ia cukup berhasil di kelas-kelas menulis, seperti Poetry dan Writing, bahkan pernah menjadi satu-satunya mahasiswa yang memperoleh nilai A di kelas. Meskipun memiliki banyak tulisan, Harits tidak mengirim tulisannya ke penerbit. Ia berpikir statusnya yang masih mahasiswa akan membuat karya-karyanya kurang diminati oleh pembaca dan berharap telah menekuni suatu profesi ketika menerbitkan buku. Hal itulah yang membawanya pada penyesalan hingga hari ini karena hilangnya karya-karya itu.
Semenjak saat itu, Harits semakin terdorong untuk menerbitkan karya-karyanya. Ia rutin mengikuti berbagai acara, mulai dari penjadi pemakalah pada seminar-seminar nasional dan internasional, mengikuti kegiatan-kegiatan penyusunan bunga rampai, hingga mengirim karya-karyanya ke penerbit.Â
Tentu tidak semuanya berjalan dengan lancar. Pernah, artikel penelitian yang sudah ia presentasikan di seminar nasional tidak diterbitkan dalam prosiding dan naskah yang sudah ia kirim di kegiatan penyusunan bunga rampai tidak menjadi buku karena peserta yang mengikuti acara-acara tersebut tidak cukup banyak. Meskipun demikian, hal itu tidak menyurutkan semangat Harits dalam berkarya. Ia terus mengikuti kegiatan-kegiatan semacamnya agar karya-karyanya bisa diterbitkan.
Hari ini, 20 tahun telah berlalu dari hari pertama Harits mulai mengetik karya-karyanya di rental komputer. Kini, ia berusaha memotivasi mahasiswa-mahasiswi di kampus untuk menerbitkan karya-karya mereka sedini mungkin agar tidak mengulang kekeliruannya di masa lalu.Â
Bersama dengan tim ITERA Press, ia berusaha meningkatkan partisipasi mahasiswa dalam publikasi melalui program kolaborasi menulis dosen dan mahasiswa. Program tersebut mendapat sambutan yang baik dan hingga saat ini, ITERA Press telah berhasil menerbitkan ratusan buku ber-ISBN. "Dosen menerbitkan tulisan adalah hal biasa dan justru diwajibkan tetapi mahasiswa menerbitkan tulisan adalah prestasi", tuturnya.
Karya-karya baik yang ia tulis sendiri maupun yang hasilkan bersama rekan-rekan sejawat, dosen-dosen di kampus lain, penulis-penulis bunga rampai di seluruh Indonesia, pemakalah-pemakalah seminar nasional dan internasional, serta mahasiswa dan mahasiswi di kampus akhirnya terkumpul hingga berjumlah 211 buku dan prosiding ber-ISBN. Kegigihannya dalam melakukan penerbitan karya membawanya meraih berbagai prestasi di tingkat nasional dan internasional.Â
Karya-karyanya juga tidak hanya digunakan di kampus tempatnya bekerja tetapi juga kampus-kampus lain hingga di luar pulau Sumatera. Harits mengucapkan rasa syukur atas pencapaiannya tersebut dan berharap anak-anak muda yang memiliki hobi menulis segera mengirim tulisannya ke penerbit karena usia muda bukan halangan untuk menerbitkan karya.