Admin akan kembali membagikan kisah yang menarik. Kali ini tentang seorang Wibu yang berhasil lepas dari belenggu cinta Waifu. Bagaimanakah kisahnya? Mari kita simak bersama-sama. Semoga dapat menjadi renungan bagi kita semua untuk lebih arif dan bijak dalam bertindak.
"Kisah ini bermula kurang lebih 21 tahun yang lalu ketika saya masih duduk di bangku SMP. Saya pernah bermimpi buruk di mana dalam mimpi tersebut nyawa saya terancam oleh sesosok makhluk astral yang tanpa sebab menyerang saya. Saya mencoba berlari untuk menyelamatkan diri tetapi makhluk itu berhasil menangkap dan menyerang saya dengan membabi-buta. Di tengah ketidakberdayaan akibat luka-luka yang saya derita, tiba-tiba muncul seorang wanita yang menyelamatkan saya. Ia melenyapkan makhluk astral itu dengan sekali tembakan panah. Saya merasa seperti tidak asing dengan wanita itu tapi sebelum saya bisa mengenalinya, kesadaran saya telah hilang."
"Ketika saya kembali membuka mata saya, saya sudah berada sendirian di dalam sebuah ruangan dengan lilin-lilin yang cahayanya begitu menenangkan. Saya terbaring di lantai dengan alas tidur dan selimut yang menutupi setengah badan, serta bantal yang menyangga kepala saya. Saya melihat seluruh luka saya sudah diperban. Lalu, saya pun berusaha untuk mengangkat badan agar bisa duduk. Namun, ternyata itu sulit karena luka-luka yang belum sembuh. Di tengah usaha saya untuk bangkit, seorang wanita muncul dan menopang punggung saya sehingga saya berhasil duduk. Dengan lembut ia berkata kepada saya untuk tidak memaksakan diri."
"Wanita itu membawa semangkuk sup yang tampak masih panas. Lalu, ia meniup setiap sendok sup tersebut sebelum disuapkannya kepada saya. Saya merasa canggung tapi juga sekaligus terharu. Sungguh, itu momen yang sangat romantis dan menyentuh hati saya tapi sayangnya mimpi itu harus berakhir karena saya tiba-tiba terbangun. Saya mengenali wanita itu. Ia adalah salah satu karakter dalam film anime yang berjudul Inuyasha. Film anime yang diputar setiap minggu pagi di Indosiar. Wanita itu merupakan karakter anti-hero yang tidak sering muncul dalam anime tersebut. Ia bernama Kikyou."
"Sejak saat itu, saya sering berharap bisa bertemu lagi dengannya di dalam mimpi. Saya tidak pernah melewatkan film anime tersebut agar dapat melihatnya. Pada saat itu belum ada internet dan tidak ada pedagang yang menjual posternya. Jadi, momen untuk bisa melihatnya adalah sesuatu yang sangat langka. Saya begitu sedih saat film anime tersebut tiba-tiba tidak ditanyangkan lagi di televisi. Saya mulai membayangkannya dan berusaha untuk menggambarnya yang sudah tentu hasilnya tidak bagus karena saya tidak pandai menggambar. Namun, saya terus berusaha hingga bisa menggambar karena itu satu-satunya cara agar saya bisa kembali melihatnya."
"Waktu terus berlalu hingga saya duduk di bangku SMA. Saat itu, saya bergabung dengan UKS Seni Rupa sehingga suatu ketika saya harus membeli kanvas yang ternyata pada saat itu hanya tersedia di Gramedia yang lokasinya sangat jauh dari tempat tinggal saya. Saya diantar oleh ayah saya ke toko buku tersebut dan di sanalah saya mendapati komik Inuyasha dijual. Dari situ, saya terkadang membohongi ayah saya dengan mengatakan ada tugas sekolah yang mengharuskan saya untuk membeli kanvas. Padahal, tujuan saya sesungguhnya adalah membeli komik Inuyasha. Saya tidak membeli semuanya tetapi hanya seri-seri di mana terdapat gambar Kikyou, sang pujaan hati saya. Lalu gambar-gambarnya di dalam komik itu, saya fotocopy dan perbesar. Saya laminating dan tempel di kamar saya. Saya begitu bahagia karena bisa melihatnya setiap hari."
"Di masa kuliah, saya sudah mengenal internet dan mulai mendownload semua hal yang berkaitan dengan wanita yang sangat saya cinta itu. Saya merasa mengenal wanita itu lebih dari siapapun. Saya merasa mengetahui hal-hal yang tidak diketahui oleh orang lain tentang dirinya. Menurut saya, Kikyou sesungguhnya bukan seseorang yang berkarakter dingin sebagaimana ia digambarkan dalam film dan komik. Ia adalah sosok wanita idaman yang selalu mendukung saya. Ia satu-satunya wanita yang selalu ada untuk saya. Ia menceriakan saya saat saya merasa sedih, ia menenangkan saya saat saya merasa resah, dan ia menguatkan saya saat saya harus berjuang agar berhasil dalam hidup."
"Saya begitu mencinta kekasih khayalan saya. Sebagian diri saya mengharapkan keajaiban: wanita yang saya cintai itu tiba-tiba menjadi nyata, tetapi sebagian diri saya yang lain sadar bahwa hal seperti itu tidak akan pernah ada. Pada titik keputusasaan saya, saya menuntut respon dari kekasih khayalan saya. Mengabaikan kewarasan, saya ingin ia memberi tanda bahwa dirinya ada. Saya menyiapkan beberapa lilin dan sebuah korek api di kamar saya. Saya ingin ia menyalakan lilin-lilin itu agar saya kembali melihat cahaya yang begitu menenangkan seperti saat kami pertama kali berjumpa di dalam mimpi. Dengan demikian, saya tidak akan meninggalkannya dan tidak akan mencintai wanita lain seumur hidup saya."
"Saya menunggu dan terus menunggu hingga hari-hari pun berganti. Namun, lilin-lilin itu tidak pernah menyala. Sampai di suatu ketika mati lampu, saya menyalakan lilin-lilin itu untuk menerangi kamar saya. Pada saat itu, saya pun sadar bahwa saya sendirilah yang selama ini memerankan kekasih khayalan saya. Saya mengerjakan sesuatu seolah-olah ia yang mengerjakan. Padahal, ia tidak ada dan tidak pernah melakukan apapun untuk diri saya. Menyadari semua itu, saya merasa begitu bodoh, kecewa, dan sedih. Namun, melupakannya juga terasa begitu berat."
"Saya memutuskan untuk mencari wanita nyata yang seperti dirinya. Hingga usia saya sudah tidak lagi bisa dibilang muda, saya masih tidak memiliki kekasih yang nyata. Saya tidak menemukan wanita nyata dengan sifat-sifat seperti kekasih khayalan saya yang bisa membuat saya jatuh cinta. Sampai suatu ketika, saya pun sadar telah mendambakan wanita dengan kriteria yang begitu sempurna untuk diri saya. Sosok wanita yang tidak akan pernah saya temukan di dunia nyata. Saya sadar harus bisa sepenuhnya melupakannya, melepaskan wanita yang selama belasan tahun selalu membayangi hidup saya, agar dapat membuka lembaran-lembaran baru."