Jika kita sadari, Indonesia memiliki banyak kekayaan yang berlimpah. Mulai dari kekayaan alam, sumber daya manusia, hingga suku serta adat istiadat yang beragam.Â
Membahas mengenai suku yang ada di Indonesia, pada umumnya yang terlintas di pikiran kita adalah Suku Dayak, Suku Baduy, Suku Jawa dan beberapa suku lainnya.Â
Karena begitu banyaknya, kita hampir tidak hafal dan tidak mengetahui semua suku yang tersebar di Indonesia dan adat apa saja yang ada didalamnya. Bahkan mungkin kita tidak mengetahui keberadaan suku tersebut.
Samin, mungkin masih banyak orang yang asing dengan nama itu. Suku Samin adalah salah satu suku di Indonesia yang masih bertahan dan kental akan adat istiadat dan budayanya hingga kini. Suku Samin merupakan warisan budaya Indonesia yang masih mempertahankan keyakinannya namun tetap mampu mengikuti perkembangan zaman.Â
Jika kita melihat dari padanan katanya, kata Samin dalam bahasa Jawa memiliki artian atau makna negatif yaitu orang-orang nyleneh atau orang-orang menyimpang/aneh. Maka dari itu, masyarakat Samin lebih suka menyebut diri mereka dengan Sedulur Sikep, yang lebih memberikan artian tentang persaudaraan kental.
Suku Samin yang biasa orang sebut dengan Saminisme atau Ajaran Samin merupakan ajaran Samin Suronsentiko, yang bernama asli Raden Kohar, kelahiran Desa Ploso Kedhiren, Randublatung tahun 1859. Ajaran ini menyebar di daerah Jawa Tengah, namun konsentrasi terbesarnya berpusat di daerah Blora, Jawa Tengah dan Bojonegoro, Jawa Timur. Bermula dari ketidaksukaannya terhadap penjajahan yang ada di Indonesia baik itu penjajahan Belanda maupun penjajahan Jepang, sehingga suku Samin membuat pergerakan sendiri yang mencerminkan sikap anti-penjajahan. Namun, jauh seperti apa yang kita bayangkan, jika biasanya sikap sekelompok orang anti-belanda akan terbayang memiliki sikap yang garang dan keras, jauh berbeda dengan sikap orang-orang di suku Samin. Masyarakat suku Samin dikenal akan sikap polos lugunya serta kejujurannya. Mereka mengobarkan semangat terhadap perlawanan penjajahan Belanda saat itu, namun dalam bentuk lain, selain kekerasan.
Suku samin memiliki strategi yang unik dalam melawan penjajahan, yaitu berupa penolakan terhadap segala rupa peraturan yang dibuat saat masanya, atau peraturan yang dibuat saat pemerintahan kolonial seperti menolak untuk membayar pajak. Orang diluar suku Samin sering kali menganggap mereka sebagai kelompok yang lugu karena kepolosannya, kebiasaannya yang tidak suka mencuri, dan acap menjadi bahan lelucon terutama di kalangan masyarakat Bojonegoro. Namun, masyarakat suku Samin seringkali memusingkan pemerintah penjajah seperti Belanda dan Jepang karena sikap tersebut dan sikap tersebut dianggap menjengkelkan oleh beberapa kelompok lain hingga saat ini.
Ada beberapa peraturan atau ajaran Samin yang harus dipatuhi oleh pengikutnya. Diantaranya, tidak bersekolah, tidak berpoligami, untuk laki-laki tidak boleh memakai celana panjang tapi hanya memakai celana pendek selutut dan baju lengan panjang berwarna hitam serta "iket", sedangkan untuk wanita menggunakan kebaya, mereka tidak berdagang dan menolak kapitalisme. Menurut Ajaran Suku Samin, Agama adalah pedoman hidup, jadi paham suku Samin ialah tidak membeda-bedakan agama. Mereka berusaha untuk menerapkan paham untuk  tidak mengganggu orang, tidak bertengkar, tidak boleh iri hati terhadap ornag lain, dan tidak boleh mengambil hak milik orang lain. Harus memiliki sikap sabar dan rendah hati, menjaga ucapan, bersikap jujur, dan tentunya saling menghormati. Mereka tidak boleh berdagang karena berdagang menurut Suku Samin terdapat unsur "ketidakjujuran" dan juga tidak boleh menerima sumbangan dalam bentuk uang.
Suku Samin mengisolasi diri, hingga tidak mengetahui bahwa Indonesia telah merdeka. Penganut ajaran Samin mengetahui bahwa Indonesia merdeka baru pada tahun 1970-an. Namun, seiring berkembangnya zaman, walaupun suku Samin kental dengan adat istiadatnya dan mempertahankan budaya leluhurnya, mereka pun seakan tak ingin ketinggalan. Mereka mulai terbuka dengan umum dan mulai belajar mengenyam pendidikan non-formal seperti belajar membaca dan menulis, mereka pun mulai menggunakan alat-alat modern untuk bertani, seperti traktor untuk membajak sawah. Dan saat ini, demi menaikkan kesejahteraan dari penduduk suku Samin itu sendiri, para ibu rumah tangga dan penduduk suku Samin, Â mereka kini membuat kerajinan sendiri, berupa batik khas Samin, Udeng atau penutup kepala, dan souvenir lainnya yang bisa dibawa sebagai buah tangan. Karena menurut mereka, hal tersebut mengajarkan arti dasar kehidupan yang harus beriringan dengan semua faktor seperti apa yang ada dalam ajaran mereka. Walaupun terlihat seperti suku atau ajaran yang tertutup, namun sikap kejujuran, tidak mencuri, dan legowo masyarakat disana dapat kita tiru dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari demi kehidupan bersosial kita yang lebih baik lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H