Memang kalau bencong nanyanya suka aneh. Udah tau awak orang Medan, besar di terminal angkot Ampelas sana, ditanya pulak bisa bawak mobil atau enggak. Bengak juga si kawan ini.
“Mencuri mobil bisa, nyetirnya gak bisa!”, kujawab asal.
“Abang harus belajar bang. Biar nanti abang bisa bawa pacar abang jalan-jalan berdua”, semangat si bencong ini berbicara.
“Harus ya? kalau aku nggak mau blajar kenapa? nggak bisa naek becak aja rupanya?”
“Masa becak bang!”
“Coba bayangin kalau nanti istri abang hamil, trus tengah malam perutnya mendadak sakit pengen melahirkan, gimana coba?”, kali ini nada suara Ksatria sedikit mengeras.
“Ya naek angkotlah! kawanku kan banyak yang ngangkot. Tinggal telpon aja udah, beres!” aku pun nggak mau kalah keras menjawab.
“Ouw yaudah, ntar biar abang rasain kalau istri abang mau melahirkan!”, nadanya ketus, mukaknya keliatan kesal.
Aku cuma diam memandangi matahari remang-remang yang bentar lagi terbenam di pantai lovina.
Sambil memandangi langit biru bercampur orange aku berpikir;
Kok sepanjang obrolan tentang nyetir mobil tadi tokoh yang kubayangkan menjadi pacar dan istriku adalah si Ksatria ini ya? Padahal dia kan bencong!
Ahh.. sial bah!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H