Hutan dandaka semakin terpenuhi oleh binatang buas dan para raksasa berwujud manusia, rama termenung menghisap seluruh kenyataan didepannya dengan mata kharismatiknya untuk diolah di alam pikirnya.Melihat sinta dan turunannya, terpesona/mempesona dan tergoda/menggoda oleh/untuk para pasukan Rahwana dan mengarungi lautan cinta dengan kapal persenggamaannya. Rama terdiam memandang Sinta yang konon kekasihnya, memikirkan apakah panahku akan kugunakan untuk membunuh para raksasa itu yang menggoda kekasihku atau kuhunuskan pada kekasihku yang kegatelan tergoda sikap raksasa itu?
Rama yang baru belajar menjadi manusia yang mukhlis, maka Rama hanya menerima dan menanti Sinta untuk sadar bahwa Ramalah yg mencintainya dengan benar sesuai proporsinya, walaupun keliatannya Rama tak sesuai porsinya Sinta.
Pada suatu ketika petapa di Hutan Dandaka  bertanya kepada Rama, Cak Rama mengapa kamu pasrah dan berserah diri  melihat kekasihmu tergoda dan/atau larut dalam godaan para Raksasa itu?
Rama menjawab , aku tak ingin menyakiti hati Sinta dengan melarangnya yang sedang ingin mengembarakan cinta dan tubuhnya, aku juga tak ingin menyakiti Rahwana yg sedang tertarik dengan Sinta. *dalam hati penulis dan juga petapa yang sedang ngobrol dengannya "Rama sontoloyo, arek gendeng,ora nduwe manuk"*
Petapa menimpalkan, apa dasarmu mencintai Sinta sebegitunya cak?
Rama yang plonga plongo , menjawab "walaupun emosiku berapi-api, tetap saja air mataku sendiri yang memadamkan, aneh bukan? kucoba mendangkalkan cintaku, kurogoh ke dalam hatiku untuk megang dasarnya lalu bisa kutarik ke atas, aku gak nemu! kata mbahku seng dalang kuwi,yang namanya cinta itu tidak berdasar, jika cintamu sudah berdasarkan imam ini imam itu, maka aku akan kehilangan cintaku yg murni jernih tak terwarna oleh dasar, bahkan gabk bisa dibilang cinta"
Petapa bilang "oooooh....terus kamu diem aja melihat Sinta lagi dimesramesrain atau memesrakan Rahwana ?"
Rama menjawab dengan wajah penuh cinta bahkan wajahnya tenggelam akan aura cinta "biarlah, Tuhan lagi membolak balikkan hati Sinta dan Rahwana, pemilik dan pembolak balik hati manusia  kan Tuhan,jadi aku lagi nikmati permainan Tuhan. Jadi kupercayakan dan tertawa saja, kalo kamu nyalahin aku, hati-hati ku jalan berdasarkan salah satu firmanNya loh"
"Ouh gitu... terus gak bisa bales dendam gitu Ram? Biar Sinta tau kamu rela mati demi Sinta, kan wanita suka tuh yg drama drama gitu?" tanya petapa itu sambil cekikikan
"Gak usah kakang petapa, hanya Tuhan pemilik hari pembalasan, tau kan surah Alfatihah?"