Neo kini terduduk sambil menyandar. "Hidup ya?". Perkataannya hanya sampai disitu. Tak ada ucapan yang ingin dilanjutkan lagi karena Neo tidak mengerti sama sekali maksud dari Rio.
"Pengalaman, kamu tahu?" Ucap Rio.
"Maksudmu?"
"Semua manusia memiliki takdirnya masing-masing. Aku katakan demikian karena aku sendiri ingin menjadi mereka, tapi...ternyata aku adalah aku. Aku adalah takdir dalam hidupku. Aku takkan bisa menjadi seperti mereka, atau mereka menjadi seperti aku." Ucap Rio sambil mengeluarkan sebatang rokok dari bungkusnya dan membakarnya kembali. "Tapi... setidaknya kita bisa belajar dari mereka semua
"Hidup terlalu sempit hanya untuk mengunjuk gigi diri kita sendiri. Tentang arti pentingnya diri kita atau mereka." Rio melirik kearah Neo yang menatapnya. "Tak ada yang bisa kita lakukan lebih dari kehidupan ini kecuali hanya satu jawabannya." Rio berhenti ucapannya berharap Neo bertanya.
Beberapa saat tidak ada pertanyaan dari Neo. Rio hanya diam.
"Apa itu?" Tanya Neo.
Rio tersenyum. Ternyata dilontarkan juga. "Harapan"
"Harapan?" Neo penasaran.
"Hidup ini hanya sebuah harapan. harapan itu sendiri tidak bisa disamakan satu dengan yang lainnya. Tapi setidaknya ada yang bisa diambil menjadi satu, yaitu harapan selalu ingin hidup bahagia. Demikian juga aku. Aku ingin bahagia. Dan kebahagian itu hampir kudapatkan dan semakin dekat yang kurasakan."
"Ya tentulah karena kamu telah mendapatkan pekerjaan yang diharapkan oleh sejuta umat?"