Baru-baru ini rakyat Indonesia kehilangan sosok nasionalis yang juga Presiden ke-3 Indonesia, BJ Habibie yang meninggal dunia pada pukul 18:05 WIB, Rabu 11 September 2019 di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta.
Pria yang lahir di Parepare, Sulawesi Selatan pada 25 Juni 1936 itu menghembuskan nafas terakhirnya dalam usia 83 tahun. Ia meninggal karena sakit yang dideritanya dan dirawat intensif sejak 1 September 2019.
Di lingkungan ahli aeronautic, aerospace, industri pesawat, dan ilmuwan internasional, BJ Habibie dijuluki 'Mr Crack'.
Julukan 'Mr Crack' merupakan penghormatan para ahli atas temuannya yang dapat menghitung "crack propagation on random" sampai ke atom-atomnya, yang menjadi penyebab keretakan di badan, terutama sayap pesawat.
Departemen Pertahanan Jerman kala itu menantang para ahli mencari penyebabnya. BJ Habibie yang saat itu bekerja di perusahaan penerbangan Hamburger Flugzeugbau (HFB), Jerman, berhasil menemukan penyebabnya.
Dari hal itulah muncul Teori Habibie, Faktor Habibie, dan Prediksi Habibie yang sangat populer. Rumusan Habibie tersebut dapat ditemui pada sejumlah jilid 'Advisory Group for Aerospace Research and Development (AGARD)', sebagai buku pegangan tentang prinsip-prinsip ilmu desain pesawat terbang standar NATO.
"Retakan dalam struktur pesawat memang sangat mencemaskan para perekayasa struktural, penyebaran retak sungguh sulit diperhitungkan. Habibie berhasil menemukannya," tulis Lascka, seperti dikutip dari laman Antara.
Sejumlah penghargaan yang diterima Habibie semasa hidupnya, antara lain Gesselschaft fuer Luft und Raumfahrt (Lembaga Penerbangan dan Angkasa Luar) Jerman, The Royal Aeronautical Society London (Inggris), The Royal Swedish Academy of Engineering Sciences (Swedia), The Academie Nationale de l'Air et de l'Espace (Prancis), dan The US Academy of Engineering (Amerika Serikat).