Belakangan beranda media sosial mahasiswa UNS dihantui adanya berita debat pemilu UNS. Salah seorang panelis dengan panggilan akrab Mas Bowo mengeluarkan pernyataan luar biasa: “kalau saya jadi mahasiswa UNS, saya tidak akan milih”. Pernyataan tersebut dapat kita akses di http://lpmkentingan.com/kilas/eka-hari-wibowo-kalau-saya-jadi-mahasiswa-uns-saya-tidak-akan-milih.html. Pernyataan itu dikeluarkannya karena para calon Presiden BEM UNS datang terlambat, tidak dapat menyanyikan mars UNS dan tidak bisa menyebutkan siapakah sosok KGPH Mataram.
Teringat saat debat calon kandidat FH 2013 lalu, ada pertanyaan dari salah seorang mahasiswa dari FEB Ahmad Murjani alias Mas Jani yang menanyakan siapa nama rektor dan pembantunya, dekan dan pembantunya lengkap dengan gelar serta Presiden BEM FH 5 (lima) periode sebelum itu. Sayangnya pertanyaan itu bukan untuk seluruh calon tetapi untuk para calon Presiden BEM saja. Sang calon Presiden BEM dengan enteng menjawab “maaf anda bukan mahasiswa FH sehingga saya tidak berkewajiban menjawab”. Mereka tahu dan tidak mau menjawab atau tidak tahu dan tidak ingin terlihat tidak tahu. Kira - kira jawabannya adalah pada kemungkinan kedua: tidak tahu dan tidak ingin terlihat tidak tahu.
Ini merefleksikan bahwa menjadi Presiden BEM atau DEMA tidak melulu berurusan dengan gerakan saja. Karena berangkat dari kampus maka sudah sewajarnya pula mengenali kampusnya. Boleh juga salah satunya dengan mengenali bentuk fisik seperti menghitung anak tangga yang selalu dilewati mahasiswanya. Tapi bagaimana dengan yang tidak berbentuk fisik? Sama halnya seperti kita sebagai rakyat Indonesia bukan? Siapa yang tidak mengenal Soekarno sebagai presiden pertama? Dan siapa yang tidak dapat menyanyikan lagu Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan?. Kemungkinan pertanyaan dari panelis Mas Bowo adalah untuk mengukur sejauh mana rasa memiliki dan pengetahuan masing-masing kandidat tentang kampusnya.
Pada tahun 2013 saat di BEM FH UNS melakukan kunjungan ke Lembaga Eksekutif Mahasiswa UII (LEM UII), sambutannya adalah dengan menyanyikan mars kampus masing-masing. Bulan Maret lalu tim FH UNS berkesempatan mengikuti lomba karya tulis di Universitas Islam Indonesia (UII). Pada saat acara pembukaan lomba, yang cukup menarik perhatikan yaitu mahasiswa UII hafal menyanyikan mars kampus mereka. Prediksinya adalah mahasiswa UII hafal dengan mars kampus mereka. Pada saat penutupan lomba, mars UNS dinyanyikan oleh tim FH UNS beriringan dengan berkibarnya bendera UNS sebagai penghargaan tertinggi kepada sang juara.
Berbicara tentang mengenali kampus, sepertinya sudah menjadi kewajiban bagi para kandidat, agar apa yang nantinya dilakukan (biasanya mengatakan diperjuangkan) bisa disesuaikan dengan cita-cita luhur almamater yang berbentuk lagu. Alasannya sederhana, karena mereka sudah mendeklarasikan diri untuk tidak menjadi mahasiswa biasa, makatreatment yang harus dilalui juga tidak biasa dan wajib berkemampuan lebih dari mahasiswa biasa. Layaknya seperti petarung, petarung selalu berlatih untuk bertempur bukan berternak.
Bagi beberapa mahasiswa mungkin kejadian ini bisa membuat merinding, mengenali kampus saja masih banyak yang harus dicari dan dipahami apalagi tagline sebagai muslim negarawan. Untuk itu memang sudah sewajarnya ada sebuah wadah intelegensia guna mengasah aktualisasi diri kita masing-masing.
Salam Garuda
Salam Intelegensia
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI