Mohon tunggu...
Prayogo Kurnia
Prayogo Kurnia Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Masih belajar dan mencari ilmu

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Praduga Tak Bersalah Untuk Raja Solo

18 Oktober 2014   04:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:36 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Raja Solo Sinuhun PB XIII Keraton Kasunanan belakangan ini tengah menjadi sorotan publik. Hal ini bermula pada laporan warga di Polres Sukoharjo pada tanggal 21 Juli 2014.  Warga tersebut melaporkan Sinuhun PB XIII karena diduga melakukan perbuatan tindak pidana asusila hingga menyebabkan korbannya saat ini mengandung. Inilah yang mendasari laporan dugaan tindak pidana asusila yang diduga dilakukan oleh Sinuhun PB XIII pada bulan Maret 2014 lalu.

Korban dugaan tindak pidana asusila pada kasus ini berinisial AT. AT merupakan siswi SMK Sukoharjo yang masih berusia 15 tahun dan pada saat ini korban tidak lagi melanjutkan pendidikannya karena kondisi tekanan psikis yang ia alami. Selagi menanti kelahiran janin yang dikandungnya, AT beserta sejumlah simpatisannya mendampingi berjuang untuk menuntut aparat penegak hukum memproses pelaku tindak pidana asusila yang menimpanya.

AT mengaku bahwa awalnya ia hanya ingin menjadi pekerja sementara di cafe dengan harapan mendapatkan gaji guna membayar biaya bulanan pendidikannya. Informasi bekerja di cafe ia dapatkan dari salah seorang temannya sebagai solusi atas keluh kesahnya karena kesulitan membayar biaya pendidikan yang ia ceritakan kepada temannya tersebut. AT merespon tawaran dari temannya tersebut dengan keterangan bahwa ia hanya bekerja hingga pukul sembilan malam.

Harapan AT untuk membayar biaya pendidikannya memang terwujud, namun ia juga harus menerima kenyataan pahit bahwa ia tidak lagi hanya kesulitan membayar biaya pendidikan tetapi juga sulit untuk mengembalikan kondisi normal anak seusianya. AT mengaku disetubuhi oleh laki-laki paruh baya yang diduga sebagai Sinuhun PB XIII.

Asas Praduga Tak Bersalah Sebagai Prinsip

Asas praduga tak bersalah merupakan bagian perwujudan dari pengakuan hak asasi manusia  oleh negara. Pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Menurut M. Yahya Harahap dalam buku pembahasan permasalahan dan penerapan KUHAP menyebutkan bahwa asas praduga tak bersalah menjadi salah satu prinsip yang wajib diperhatikan oleh aparat penegak hukum dalam memperlakukan pelaku yang diduga melakukan tindak pidana. Secara teori, asas praduga tak bersalah memberikan kedudukan kepada pelaku yang diduga melakukan tindak pidana setara atau sama derajatnya dengan aparat penegak hukum.

Pada prakteknya perlindungan asas praduga tak bersalah diatur pada beberapa aturan hukum antara lain, pertama yaitu dari KUHAP sendiri di penjelasan umum butir 3 huruf c dan kedua, Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Kedua aturan hukum tersebut menerangkan bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.

Selain menjamin hak asasi pelaku dugaan tindak pidana, penerapan asas ini juga dimaksudkan agar masyarakat tidak langsung menghakimi pelaku dugaan kejahatan. Hal ini bukan tanpa alasan karena pada proses persidanganpun belum tentu seseorang yang sudah menjadi terdakwa di hadapan majelis hakim dinyatakan bersalah. Perlu kita pahami di dalam Pasal 183 KUHAP menyatakan bahwa hakim boleh menjatuhkan hukuman pidana atau vonis dengan minimal dua alat bukti yang sah sehingga hakim memperoleh keyakinan terhadap apa yang didakwakan kepada terdakwa.

Peran Pers

Posisi Sinuhun PB XIII selaku Raja Solo Keraton Kasunanan Surakarta menarik perhatian bagi masyarakat. Hampir setiap hari kasus ini muncul pada kolom berita harian baik online dan cetak, lingkup nasional maupun lokal. Salah satu media massa cetak yang terus menyorot kasus ini adalah koran harian Solopos. Alhasil tak ayal ini membuat masyarakat luas dapat terus mengikuti setiap perkembangan kasus dugaan asusila yang dituduhkan kepada Sinuhun PB XIII.

Keberadaan pers di Indonesia dilindungi melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers (UU Pers). UU Pers menyebutkan fungsi pers sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Kemudian, fungsi pers dijabarkan melalui peranan-peranannya sebagaimana diatur dalam UU Pers antara lain memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan; mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar; melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Pemberitaan Solopos terkait kasus ini masih berada pada koridor dan tidak melenceng dari etika maupun aturan jurnalistik itu sendiri. Hal ini dapat kita perhatikan bersama misalnya terdapat tanda baca petik dua pada setiap artikel kolom berita. Artinya, redaksi memuat berita tersebut sesuai dengan keterangan yang diberikan atau diucapkan oleh narasumber kepada wartawan. Solopos juga memberikan keseimbangan para pihak terkait untuk mengkonfirmasi perkembangan kasus ini.

Sebagai salah satu produk pers, Solopos patut mendapatkan apresiasi karena telah melaksanakan peliputan dan pemberitaan sesuai dengan fungsi dan perannya untuk mewujudkan supremasi hukum dan keadilan bagi masyarakat. Namun, niat baik pemberitaan Solopos rupanya malah mempengaruhi pandangan masyarakat kepada seorang tokoh yang dihormati dan disegani di Solo. Ini menimbulkan persepsi dugaan yang dialamatkan kepada Sinuhun PB XIII adalah benar. Tidak semua masyarakat umum mengerti hukum sehingga wajar jika hal ini terjadi. Sangat disayangkan juga apabila kita justru menemukan orang yang mengaku pernah mengenyam pendidikan ilmu hukum melakukan tindakan memojokan pelaku dugaan tindak pidana tanpa menerapkan asas praduga tak bersalah.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun