Mohon tunggu...
Prayogo Kurnia
Prayogo Kurnia Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Masih belajar dan mencari ilmu

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Mengamati Ahli Memberikan Keterangan di Persidangan Korupsi

8 November 2014   08:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:20 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kamis, 6 November lalu saya berkesempatan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang (Pengadilan Tipikor). Keluar masuk pengadilan sebenarnya hal biasa bagi saya, kebiasaan yang saya lakukan sejak menjadi mahasiswa FH. Tapi kali ini tidak biasa, saya ikut menemani salah satu pengajar FH UNS bagian Hukum Tata Negara (HTN) Dr. Isharyanto, S.H., M.Hum (Pak Is) yang bertugas menjadi ahli dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi Bupati Kendal periode 2009-2010 Siti Nurmarkesi.

Informasi ini saya dapatkan dari pengajar mata kuliah tindak pidana korupsi, Bapak R. Ginting, S.H., M.H. yang menerangkan bahwa beliau akan memberikan keterangan ahli di persidangan tersebut. Tetapi beliau tidak dapat memberikan keterangannya di persidangan kerena mengalami kendala pada kesehatannya. Saya berangkat berdua dengan Pak Is.

Bangunan Pengadilan Tipikor ini terbilang baru, baru selesai dibangun pada tahun 2011. Menurut saya, bangunan ini tidak terlalu luas. Sepanjang pengamatan saya kalau tidak keliru hanya ada tiga ruang sidang dan tidak terlalu besar seperti Pengadilan Negeri Surakarta. Saya berpikir positif saja bahwa tidak banyaknya ruang sidang disini juga berarti tidak banyaknya kasus korupsi di daerah Jawa Tengah.

Siti Nurmarkesi menjadi terdakwa atas dugaan tindak pidana korupsi penyelewengan dana bantuan sosial (bansos) senilai 1,3 miliar rupiah. Kurang lebih sepanjang pengamatan saya di pemeriksaan persidangan kronologinya adalah terdakwa mengucurkan dana bansos pada bulan Januari – Februari 2010, sedangkan pengesahan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Perda APBD) Kendal pada Februari 2010. Sederhananya, pengucuran dana sebelum pengesahan Perda APBD tidak berdasar hukum.

Sebelum sidang dimulai, Penuntut Umum (PU) berkonsolidasi terlebih dahulu dengan Pak Is di ruang jaksa. PU hanya berpesan bahwa PU tidak akan bertanya banyak karena berita acara pemeriksaan (BAP) yang telah dibuat sebelumnya sudah dirasa cukup dan hanya mengingatkan kepada Pak Is mengenai Penasehat Hukum (PH) terdakwa. Seketika saya menjadi tegang, padahal bukan saya yang akan diperiksa.

Saya sedikit tau trik atau strategi lawyer di persidangan. Benar saja, saat sidang dinyatakan dibuka ketika saya perhatikan semua raut wajah baik hakim, PU dan PH berubah. Terutama pada PU dan PH yang tadinya santai menjadi serius, kurang lebih semacam hendak menerkam satu sama lain. Keyakinan saya adalah menjadi penegak hukum memang membutuhkan mental dan nyali yang tinggi karena menyangkut hajat hidup orang.

Pada saat pemeriksaan, Pak Is dengan tenang memberikan keterangan sesuai keahliannya. Tak jarang beliau juga menolak menjawab dengan alasan bukan bagian dari kompetensinya yang ahli di bidang HTN. Majelis hakim dan PH terdakwa aktif menggali keterangan ahli, sedangkan PU hanya menanyakan dua pertanyaan. Kira-kira satu jam durasi pemeriksaan ahli.

Rupanya yang menjadi PH terdakwa adalah orang yang  sempat mencuri perhatian saya, berpenampilan dengan brand terkenal, wangi dan bisa dibilang good looking. Bisa dibayangkan sendiri bagaimana penampilan seorang lawyer pada umumnya. Tetapi saya tidak tau namanya dan dari kantor mana, padahal saat menunggu sidang saya dan Pak Is sempat bersalaman. Menurut pandangan saya, PH memberikan pertanyaan mengarah pada jawaban-jawaban yang akan meringankan terdakwa. Inilah prediksi saya saat konsolidasi di ruang jaksa. Tetapi ini bisa diatasi oleh Pak Is. Bahkan PU juga sempat memuji Pak Is yang tidak terjebak pada pertanyaan-pertanyaan PH.

Keterangan ahli cukup penting sebagai alat bukti. Pada Pasal 184 KUHAP disebutkan bahwa alat bukti yang sah antara lain keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Sedangkan dalam memutus suatu perkara, pada Pasal 183 KUHAP hakim boleh menjatuhkan pidana dengan minimal dua alat bukti yang sah. Walaupun nantinya pihak PH juga akan menghadirkan ahli, tetapi kearifan hakimlah yang akan menentukan keterangan ahli mana yang digunakan sebagai pertimbangan pada perkara yang sedang diperiksanya.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun