Mohon tunggu...
Prayoga Kurniawan
Prayoga Kurniawan Mohon Tunggu... Seniman - Yoga

Wirausahawan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Yang Terberat

19 Juni 2016   09:43 Diperbarui: 20 Juni 2016   16:42 2
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

" Yang terberat bukanlah berdiam diri menghindari melakukan sesuatu, atau berteriak-teriak hingga kehabisan suara menyerukan kebenaran. Yang terberat adalah menanggung dan memikul beban resiko atas keputusanmu sendiri"

Yang terberat bukanlah berdiam diri menghindari melakukan sesuatu , jangan kau bandingkan diam jenis ini dengan diamnya para pemancing yg sedang menunggu kail di sambar ikan, karena di ujung kail itu ada kebenaran yg tak terbantahkan

kecuali ujung kailnya di masukan kedalam seember air berlumpur di pinggir sungai yang banyak ikannya, sungguh ironi dan merupakan ketololan yang luar biasa, berharap pada kemungkinan berbalut angan-angan kosong sedangkan sungai di sebelahnya menjanjikan kepastian, usaha yang berbuah pada perasaan yang patut di rayakan dengan pesta pora bangga menepuk dada

Yang terberat bukan pula berteriak teriak di jalan hingga suara serak seperti burung gagak mengkotbahkan surga dan neraka yang bukan berasal dari kitab suci, melainkan surga dan neraka ciptaan pikiran sendiri , kekinian dan penuh dengan tempelan kertas yang berisi kata-kata dari antah berantah yang sudah tidak jelas dan tidak bisa di telusuri lagi asal muasal katanya tapi diyakini dan dihayati dan di dawamkan dengan di kotbahkan setiap hari , siapapun yang tidak percaya di sebut sesat dan siapapun yang menyanggah di cap sebagai pendusta, padahal bisa jadi si pengkotbah sendiri adalah sesat , tersesat, penyesat sekaligus pendusta ,

Manusia tipe ini adalah ibarat hakim, sipir penjara sekaligus algojo, sebelah tangan menggenggam kitab hukum dan tangan yang satunya lagi menggenggam tali gantungan, sedang di pinggangnya terselip pentungan dan juga borgol , di kepalanya bertengger mahkota yang dibuat oleh dan dari angan-angan pengikutnya, dia hilir mudik berkotbah mencari mangsa

Manusia tipe ini adalah ibarat hakim, sipir penjara sekaligus algojo, sebelah tangan menggenggam kitab hukum dan tangan yang satunya lagi menggenggam tali gantungan, sedang di pinggangnya terselip pentungan dan juga borgol , di kepalanya bertengger mahkota yang dibuat oleh dan dari angan-angan pengikutnya, dia hilir mudik berkotbah mencari mangsa

Manusia yang suka berteriak teriak dan berkotbah jenis ini jangan kau bandingkan dengan berteriaknya para pedagang di pasar, apa yg mereka teriakan adalah nyata, barang dagangan yang bisa kau beli, kau tukar dengan uang senilai kesepakatan , itulah contoh kebenaran kecil yang berbobot ketika ditimbang dengan timbangan hakikat

Yang terberat adalah menanggung dan memikul beban resiko atas keputusanmu sendiri, untuk berdiam diri atau berteriak teriak, bahkan pengkotbah sesat dan pendusta pun menanggung beban di sebut orang gila , terlepas siapa yang benar dan siapa yg gila

Dari keputusanmu akan terlahir kuda atau keledai, tergantung kebijaksaan hatimu. Meski sama saja, sama-sama hewan yang menanggung beban, hewan pemikul yang kadang terengah-engah memikul beban berat , setidaknya kuda yang dilahirkan dari pikiran bijaksana dalam hatimu memiliki otot kekar dan lebih gagah dan lebih terhormat dibandingkan keledai yang lahir dari pikiran tololmu

Demikianlah ocehan Eyang Joko Gendeng di pagi buta...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun