Mohon tunggu...
Prayitno Ramelan
Prayitno Ramelan Mohon Tunggu... Tentara - Pengamat Intelijen, Mantan Anggota Kelompok Ahli BNPT

Pray, sejak 2002 menjadi purnawirawan, mulai Sept. 2008 menulis di Kompasiana, "Old Soldier Never Die, they just fade away".. Pada usia senja, terus menyumbangkan pemikiran yang sedikit diketahuinya Sumbangan ini kecil artinya dibandingkan mereka-mereka yang jauh lebih ahli. Yang penting, karya ini keluar dari hati yang bersih, jauh dari kekotoran sbg Indy blogger. Mencintai negara dengan segenap jiwa raga. Tulisannya "Intelijen Bertawaf" telah diterbitkan Kompas Grasindo menjadi buku. Website lainnya: www.ramalanintelijen.net

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Setelah Gus Dur Wafat Sebaiknya PKB Rekonsiliasi

11 Januari 2010   01:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:31 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indonesia baru  saja kehilangan seorang tokoh hebat, KH Abdurrahman Wahid, yang meninggal karena sakit.  Walau beliau seorang ulama besar, tidak hanya umat Islam saja yang berduka, semuanya bersedih, banyak tokoh agama lainnya yang meneteskan air mata, karena Gus Dur mereka nilai adalah tokoh panutan yang selalu memperjuangkan mereka yang termarginalkan. Seperti hukum yang berlaku dimanapun, meninggalnya seseorang mirip dengan tutupnya sebuah buku yang terus menerus ditulisi seseorang sepanjang hidupnya. Begitu dia meninggal, kemudian banyak orang yang membaca buku tersebut dari segala sudut  pandang dan kepentingan masing-masing. Gus Dur, dikenal sebagai bapak pejuang demokrasi dan hak asasi manusia, memperjuangkan rakyat dan kelompok minoritas yang tertindas, tanpa memandang bulu, tanpa rasa takut, tanpa beban. Ketulusan, keinginan dan keberpihakanya itulah kini yang banyak dihormati masyarakat, khususnya dalam kondisi kondisi carut marutnya dunia politik, masalah hukum dan keadilan di Indonesia. Pada kesempatan ini penulis mencoba membuat sebuah tulisan tentang Gus Dur yang sangat kental dengan geliat politik Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang didirikannya. PKB  yang didirikan pada 23 Juli 1998  oleh Gus Dur dikenal sebagai partainya kaum nahdliyin, yaitu jaringan santri serta ulama NU yang telah demikian mengakar di negeri ini.  Di kalangan kaum nahdliyin, kedudukan Gus Dur sangatlah di hormati, selain dianggap sebagai keturunan darah biru Islam tanah Jawa (Kiai Nasab) dari pendiri NU, KH Hasyim Asy'ari.  Gus Dur juga sangat di hormati karena memiliki ilmu agama, sosial budaya  yang tinggi juga ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Sebagai orang yang dikenal berdarah biru, Gus Dur di kalangan kaum nahdliyin adalah tokoh sentral yang mempunyai pengaruh dan kekuasaan yang sulit terbantahkan. Kalau diperhatikan, Gus Dur memiliki dua karakter yang berbeda. Sebagai tokoh masyarakat, beliau adalah demokrat, tokoh yang tidak fanatik,kadang kontroversial, selalu memihak dan memperjuangkan rakyat kecil. Sementara, di kalangan nahdliyin beliau adalah seorang raja yang tidak mau dibantah oleh bawahannya, lebih menjurus sebagai tokoh yang sangat berkuasa, dihormati dan ditakuti. Tidak ada satupun, termasuk kiai besar yang berani langsung berkonfrontasi dengannya. Dalam kedudukannya sebagai Ketua Umum Dewan Syura, Gus Dur telah tiga kali memecat Ketua Umum PKB (Ketua  Dewan Tanfidz) yaitu Matori Abdul Djalil (alm), Alwi Shihab dan Muhaimin Iskandar. Itulah keputusan dari kekuasaan  yang disandangnya. PKB memiliki sejarah unik, didirikan pada pertengahan tahun 1998, langsung mengikuti pemilu pada tahun 1999. Pada pemilu 1999, PKB sebagai partai baru langsung bertengger di posisi ketiga, menangguk suara sebanyak 12,61%, hanya dibawah PDIP (33,74%) dan Golkar (22,44%). Keberhasilan PKB yang langsung melejit keposisi tiga terutama disebabkan karena kombinasi dari peran Gus Dur sebagai patron, raja pada  kaum nahdliyin serta peran Ketua Dewan Tanfidz Matori Abdul Djalil (Alm) yang mencitrakan PKB sebagai partai terbuka dan dikelola secara modern. Yang disayangkan dalam perjalanannya,  ditubuh PKB selalu timbul konflik politik antara Ketua Dewan Syura dengan para Ketua Dewan Tanfidz. Setelah Pak Matori dipecat dan dikalahkan pada pengadilan (Keputusan MA), Alwi Shihab kemudian diangkat sebagai Ketua Dewa Tanfidz, dan pada pemilu 2004, PKB dengan sisa-sisa kejayaannya masih mampu meraih 10,57% suara. Kemudian kembali terjadi konflik antara Gus Dur dengan Alwi Shihab yang  akhirnya juga dipecat. Dalam proses pengadilan, Alwi memenangkan proses pengadilan di MA, akan tetapi legitimasi pemerintah tidak didapatnya. Alwi Shihab lengser dan digantikan Muhaimin Iskandar yang juga keponakan Gus Dur. Dalam perjalanan PKB menuju pemilu 2009, kembali terjadi konflik antara sang Ketua Dewan Syura dengan Ketua Dewan Tanfidz, pengadilan (MA) kemudian memenangkan Muhaimin dan yang langsung mendapat pengakuan  dari Menkum Ham. Disinilah titik puncak kabut gelap meliputi PKB. Dalam dua pemilihan Gubernur Kepala Daerah Tkt-1 di Jawa Tengah dan Jawa Timur, PKB tidak berdaya mendudukan calonnya sebagai Gubernur. Justru disarangnya sendiri di Jawa Timur, PKB hanya mampu menempatkan Syeifulah Yusuf  sebagai Wakil Gubernur. Konflik internal yang kemudian melibatkan para kiai khos akhirnya membuat warga nahdliyin menjadi gamang, bingung dan tidak jelas dalam mengambil sikap. Runtuhnya kejayaan  PKB berlanjut, ditandai dengan merosotnya perolehan suara secara drastis, pada pemilu 2009, PKB hanya memperoleh  4,94% suara nasional. Kedekatan Ketua Dewan Tanfidz dengan pemerintah , mengakibatkan kewibawaan Ketua Dewan Syura Abdurrahman Wahid  terdegradasi, bahkan kubu Ancol yang dipimpin Muhaimin kemudian dengan gagah berani mengangkat Ketua Dewan Syura yang baru. Pada Kabinet Indonesia Bersatu-II, sebagai ongkos politik kesetiaan sebagai partner koalisi, Muhaimin Iskandar kemudian diangkat sebagai salah satu menteri. Kini, pertanyaannya, bagaimana kedepan? Baru beberapa hari Gus Dur meninggal dunia, konflik mulai muncul antara Yenny Wahid, putri Gus Dur dengan Muhaimin Iskandar. Yenny mengklaim mendapat mandat meneruskan kepemimpinan Gus Dur di PKB, sementara Muhaimin mengaku mendapat wasiat untuk menyatukan kedua kubu PKB. Kubu Kalibata mengatakan bahwa Muhaimin sama sekali tidak menganggap Gus Dur sebagai deklarator PKB. Juru bicara Kubu PKB Kalibata Imron Rosyiadi bahkan menyatakan Muhaimin mempunyai dosa politik kepada Gus Dur. Itulah kondisi internal dari PKB yang  ternyata memang sulit  diselesaikan dengan damai. Sebagai sebuah partai dengan basis kalangan nahdliyin, kini kekuatan serta pengaruh konstituen berada ditangan para kiai. Kaum nahdliyin sangat takut dengan hukuman sosial dikalangan mereka, khususnya apabila dikucilkan. Nama besar Gus Dur sebagai keturunan darah biru dikalangan santri kini bukanlah mengecil, tetapi justru membesar. Bak sebuah buku, Gus Dur dikalangan nahdliyin dibaca sebagai buku keramat yang akan terus mereka hormati dan bahkan mungkin bisa dianggap sebagai kitab suci. Kini, sebuah kesempatan terbuka bagi para elit PKB. Kondisi sebuah partai sangat tergantung kepada konstituennya, sehebat apapun pengurus partai, dia tidak ada artinya tanpa adanya kader dan simpatisannya yang fanatis. Apabila pengurus yang kini duduk dengan nikmat di kursi kepemimpinan itu kurang waspada dengan kondisi yang berlaku, maka bisa dipastikan PKB hanya akan menjadi sebuah partai kenangan pada 2014. Muhaimin sebagai Ketua Dewan Tanfidz sebaiknya segera melakukan pendekatan ke keluarga Gus Dur, karena disitulah kini banyak berada simpatisan yang sedang menunggu "dawuh", perintah. Sebagai Ketua Umum PKB maka upaya rekonsiliasi perlu segera dilakukannya, dengan kubu Kalibata  dan dengan para Kiai yang pernah berseberangan dengannya. Demikian juga Yenny Wahid.  perlu berbesar hati menerima setiap uluran tangan dari kubu Muhaimin. Untuk menenangkan  gejolak perasaan, sebaiknya diambil tokoh netral sebagai Ketua Dewan Syura, mungkin KH Mustofa Bisri dari Rembang yang juga merupakan salah satu deklarator PKB. Muhaimin biarlah bersaing atau bersanding dengan Yenny dalam memimpin PKB, dan tidak melupakan jaringan tokoh PKB lainnya seperti putra Pak Matori Abdul Djalil (Alm), para putra kiai besar NU, karena PKB memang dilahirkan sebagai parpol kekerabatan.  Kini saatnya  nahdliyin muda untuk berkiprah. Apabila para elit PKB mampu mensinergikan beberapa hal tersebut diatas, maka pada pemilu 2014 harapannya masih ada untuk tetap dapat eksis. Apabila diabaikan, bayangan keruntuhan memang sudah didepan mata.  Sangat disayangkan konstituen PKB, kaum nahdliyin yang sudah jadi dan setia itu apabila diabaikan. Walaupun Gus Dur sudah meninggal, kharismanya masih terasa besar dan masih sangat layak untuk dijadikan alat pemersatu dikalangan nahdliyin. Itulah kekuatan dari PKB yang sebenarnya. Memang  politik di dasari dengan kepentingan, yang perlu disadari para elit PKB, sebaiknya mengutamakan kepentingan bersama, bukan kepentingan pribadi atau kepentingan kelompok. Tetapi disadari, memang sulit mengesampingkan oportunisme di politik itu. Prayitno Ramelan, Penulis Buku Intelijen Bertawaf.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun