Mohon tunggu...
Prayitno Ramelan
Prayitno Ramelan Mohon Tunggu... Tentara - Pengamat Intelijen, Mantan Anggota Kelompok Ahli BNPT

Pray, sejak 2002 menjadi purnawirawan, mulai Sept. 2008 menulis di Kompasiana, "Old Soldier Never Die, they just fade away".. Pada usia senja, terus menyumbangkan pemikiran yang sedikit diketahuinya Sumbangan ini kecil artinya dibandingkan mereka-mereka yang jauh lebih ahli. Yang penting, karya ini keluar dari hati yang bersih, jauh dari kekotoran sbg Indy blogger. Mencintai negara dengan segenap jiwa raga. Tulisannya "Intelijen Bertawaf" telah diterbitkan Kompas Grasindo menjadi buku. Website lainnya: www.ramalanintelijen.net

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

SBY Tersinggung, Demokrat Mengancam, Golkar dan PKS Marah

4 Februari 2010   17:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:05 1646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di sela-sela pengantar pembuka Rapat Kerja yang dihadiri oleh Wakil Presiden Boediono, seluruh menteri Kabinet Indonesia Bersatu, dan Gubernur se-Indonesia, di Istana Cipanas, Selasa (2/2), Presiden SBY menyinggung aksi demo yang menyertakan kerbau. Aksi dari berbagai elemen tersebut, dikatakannya, tidak sesuai dengan negara yang menganut dasar negara Pancasila, dan memiliki budaya, dan nilai peradaban yang baik. Presiden menekankan, "Mari kita bicarakan yang baik, tanpa menganggu demokrasi itu sendiri, kebebasan ekspresi. Tetapi pranata sosial, pranata hukum, kepantasan, perlu dijaga." Selanjutnya SBY mengatakan "Apa yang cocok dengan aksi berloudspekaer yang besar, teriak-teriak SBY maling, Boediono maling, menteri maling. Ada yang bawa kerbau, SBY badannya besar, malas, dan bodoh. Apa unjuk rasa seperti itu ekspresi kebebasan, lantas foto diinjak-injak dan dibakar? Silakan dibahas dengan pikiran yang jernih." Itulah pernyataan presiden yang ditanggapi bermacam-macam, ada yang mengeritik, ada yang membenarkan, tergantung  diposisi mana pemberi komentar berada. Masalah Pak SBY yang tersinggung dan agak marah, tidak kita bahas, memang banyak yang tahu kalau SBY sedang sakit gigi, gemas dengan situasi yang berlaku,  mereka bahkan semakin berusaha membor gigi yang sakit itu. Itu namanya ada yang mencoba menggiring beliau kearah "killing ground" kemudian mereka berusaha membuat kompartmentasi, mencoba menjauhkan dan bahkan memisahkan  antara SBY dengan rakyat. Siapa pelakunya?. Penulis pernah menulis mensitir ungkapan Pak Agum Gumelar, ya kelompok "die hard" itu. Dan kini Partai Demokrat menilai, pembor gigi yang sakit itu  ditambah unsur Golkar dan PKS di pansus Century DPR. Sore ini dalam debat antara Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Ahmad Mubarok dengan anggota Pansus Bambang Soesatyo (Golkar) dan Fachri Hamzah (PKS), tanpa sadar ketiganya di adu oleh sang presenter. Mubarok dikeroyok kedua elit partner koalisinya yang marah karena adanya ancaman reshuffle kabinet. Sekjen DPP Partai Demokrat, Amir Syamsuddin menyatakan mengaku kecewa dengan sikap sejumlah partai koalisi yang menghembuskan isu pemakzulan. Amir menilai teriakan pemakzulan itu berbau revolusi, aneh dan layak diganjar reshuffle kabinet. "Beberapa partai koalisi sudah bertindak di luar nalar politik. Reshuffle kabinet, menurut saya pribadi, menjadi sangat diperlukan," serunya. Amir merasa kebaikan PD dan SBY disalahartikan oleh partai koalisi. Sebagai bagian dari koalisi, seharusnya partai-partai memiliki etika dalam berkoalisi. Apabila ada serangan politik, hal itu seharusnya hanya datang dari partai oposisi. "Bagaimana mungkin partai koalisi memberikan angin revolusi. Yang seharusnya menampakkan soliditas tetapi seakan-akan singkron dengan revolusi, menghujat, menghina," tegasnya. Bahkan, lanjutnya, sejumlah tokoh partai koalisi terlalu gemar memutarbalikkan fakta. "Sepak terjang beberapa koalisi kita menimbulkan kebencian politik, memutarbalikkan fakta sungguh bukan cara berpolitik yang bagus," ungkap Sekjen Partai Demokrat yang juga pengacara kondang tersebut. Menyikapi ancaman Demokrat, Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso yang juga Wakil Ketua DPR RI di Senayan, Kamis (4/2) menyatakan ancaman reshuffle kabinet yang dikeluarkan Partai Demokrat tidak fair. "Kalau modelnya ngancam gini menjadi tidak indah, demokrasi menjadi tidak fair," kata Priyo. Selanjutnya Priyo menilai, Golkar masih menghormati etika koalisi. Sikap obyektif Golkar terhadap skandal Century, menurut Priyo, tidak ada hubungannya dengan pembangkangan terhadap koalisi. "Kalau dianggap membangkang, kita berpendapat tidak harus membeo dengan Partai Demokrat. Untuk kepentingan rakyat, kami punya sikap sendiri," tegasnya. Sementara PKS malah menganggap ancaman reshuffle kabinet yang disuarakan Amir sebagai sikap kekanak-kanakan. Menurut Wasekjen PKS Fahri Hamzah, koalisi itu terdiri banyak partai yang mendukung pemerintahan SBY. Sudah wajar saja ada dinamika politik yang kritis. “Cara berpikir seperti itu perlu dibenahi. Jangan-jangan tidak mengerti demokrasi,” ujar Fahri dengan nada tinggi. Apalagi, Fahri berkeyakinan, SBY sendiri yang memerintahkan agar PKS bersama partai koalisisnya tetap kritis terhadap pemerintah. “Kita disuruh SBY kok, sepenuhnya tidak ada urusan dengan PD." Dengan tegas Fachri menyatakan bahwa selama tidak melanggar hukum, sikap kritis akan terus dijalankan, sesuai dengan kesepakatan bersama membangun pemerintah yang bersih dan bebas korupsi. Menurut Fahri, reshuffle kabinet menjadi hak prerogatif Presiden. “Koalisi ini bukan milik PD dan pemerintahan ini milik bersama,” katanya. Dalam perkembangan situasi politik terakhir, Partai Demokrat terlihat lebih berani berbicara untuk membela pemimpinnya yang terus ditekan secara politis. Memang wajar kalau elit Demokrat marah karena menilai dua partai koalisinya Golkar dan PKS menunjukkan sikap menyerang. Menurut Waketum PD Mubarok, Demokrat akan bisa menerima kalau yang membuka front PDIP sebagai oposisi, tetapi justru rekan koalisinya yang menyerang. Mereka boleh mengkritisi, tetapi jangan hiper kritik. Bagaimana sebetulnya posisi parpol-parpol tersebut? Sejak bergulirnya reformasi, seperti diketahui dunia politik dikuasai oleh partai nasionalis dengan motor Golkar, PDIP dan Demokrat, kemudian ditambah Hanura dan Gerindra. Mereka disebut sebagai partai tengah, menguasai panggung politik, konstituen mayoritas nasionalis. Beberapa parpol yang berbasis agama kini posisinya berada dipinggir, yaitu PPP, PKB, PAN dan PKS. Sementara PKB dan PAN berusaha menjadi partai terbuka.  Menurut politisi senior, yang ideal  apabila partai nasionalis berkoalisi dengan nasionalis, sementara partai berbasis agama, berkoalisi dengan parpol serupa. Pada saat pemilu 2009, nampak PKS mampu mempertahankan posisinya, dan bahkan mencoba bergerak kearah tengah, terlihat saat kampanye mengusung dan mengkaitkan diri dengan nama Pak Harto dan Pak SBY sebagai tokoh nasionalis. Yang agak mengherankan adalah posisi dan sikap dari Golkar. Sejak kemesraan SBY-JK terputus, Golkar mencoba mengangkat dirinya dengan menggandeng Hanura. Setelah kalah dalam pilpres, Golkar baru merapat ke Demokrat, berhasil melakukan lobi hingga tiga kadernya diangkat sebagai anggota kabinet. Tetapi kini, anggota pansus Century dari Golkar sebagai anggota koalisi tampil keluar menyerang dengan gigih baik SBY maupun Partai Demokrat. Walaupun Ketua Umumnya menyatakan tidak akan mengusung isu pemakzulan. Tetapi dilain sisi anggotanya , Bambang semakin bersemangat menyerang. Entah strategi apa yang dilakukan Golkar tersebut. Jabatan di KIB-2 dan simpati rakyat coba diraihnya pada waktu bersamaan. Pada pemilu 2004, penulis menilai Golkar dua kali melakukan "blunder," saat melakukan konvensi dan saat memutuskan berkoalisi dengan PDIP diputaran kedua. Kini, dalam menyikapi ancaman Partai Demokrat, Golkar nampak terlalu gagah berani menghadapinya. Bagaimana apabila nanti SBY yang marah, semakin berani, menerima masukan elit partainya dan me-reshuffle tiga menteri yang berasal dari Golkar. Secara hitungan politik, jelas Golkar akan sangat merugi. Apakah sudah dipikirkan apabila posisinya itu nanti mendadak digantikan oleh PDIP yang sesama nasionalis?. Golkar akan menjadi oposisi? Sebagai oposisi, parpol tidak akan memiliki kekuatan formal pemerintah serta jaringannya. Golkar hanya akan mengandalkan jejaring partai yang nampak terus menurun. Demikian juga dengan PKS. Yang harus diwaspadai adalah semakin membesarnya rasa kurang senang elit Partai Demokrat kepada  elit PKS. Ungkapan Ahmad Mubarok saat diwawancarai sytasiun TV, yang mengatakan bahwa di Demokrat tidak ada yang berjenggot, adalah ungkapan yang membenarkan adanya perbedaan prinsip antara partai nasionalis dan partai berbasis agama di kedua parpol tersebut. Nah apakah PKS juga sudah siap apabila para kadernya di-reshuffle ? Nampaknya keberanian itu tidak sebesar yang diucapkannya. Para elit jelas faham, bahwa pemegang kekuasaaan adalah eksekutif, karena itu mereka harus mempertahankan kebaikan SBY yang telah memberinya empat kursi itu. Para elit PKS tidak perlu "over confident" dalam menyikapi perbedaan sikap dan ancaman itu. Dengan kekuatan 7 persen PKS belumlah menjadi partai macan yang terlalu ditakuti dalam sebuah sistem demokrasi. PKS walau tetap kritis sebaiknya menurunkan sedikit "nose up"-nya. Nah, dari perkembangan situasi politik diatas, apa yang terbaca? Langkah Partai Demokrat adalah langkah terbaiknya. Mereka mengambil alih tekanan kepada SBY menjadi urusan partai, sudah mampu melakukan tekanan. Strateginya menyesuaikan kekuatan dan kepantasan siapa lawannya. Demokrat sebaiknya lebih mewaspadai bahwa upaya kompartmentasi SBY-Rakyat harus mereka antisipasi. Langkah serupa juga pernah terjadi sebelum Presiden Soekarno dijatuhkan, polanya serupa. Justru mereka yang seharusnya marah, jangan biarkan pemimpin tertingginya marah lewat publik, yang di dapat hanyalah feed back cemooh dan  penurunan citranya. Apabila dibiarkan, opini masyarakat bisa semakin mengkristal, akan semakin banyak yang kurang senang dengan SBY. Itulah sasaran si pembuat skenario. Disinilah peran penting parpol. Memainkan kartu Mubarok dan Amir Syamsuddin adalah langkah paling tepat. Langkah Amir yang keluar menyerang, paling tidak sedikit banyak akan membuat lawan politik gentar. Tidak ada satupun parpol yang akan suka dan tidak takut apabila kadernya di copot dari jabatan menteri. Demikian sedikit bacaan medan tempur PD melawan Golkar dan PKS. Berpolitik tidak bisa hanya dengan mengedepankan emosi belaka. PKS dengan elitnya yang masih muda-muda akan mudah terpancing untuk berkonfrontasi dengan SBY, kalau menurut hitungan politik mereka sulit menangnya,  lebih besar kerugiannya. Demikian juga dengan Golkar, komando dan kendali terhadap kadernya di DPR harus di kuasai oleh Pak Ketua Umum. Ucapan kadernya  dirasakan sudah menusuk pimpinan PD. Bukan tidak mungkin apabila titik rawan sang pemimpin Golkar diungkit, parpol ini jelas akan banyak merugi, tidak hanya sekarang, bahkan bisa menyentuh jauh kedepan. Demikian, semoga bermanfaat. PRAYITNO RAMELAN, Penulis Buku Intelijen Bertawaf

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun