Mohon tunggu...
Prayitno Ramelan
Prayitno Ramelan Mohon Tunggu... Tentara - Pengamat Intelijen, Mantan Anggota Kelompok Ahli BNPT

Pray, sejak 2002 menjadi purnawirawan, mulai Sept. 2008 menulis di Kompasiana, "Old Soldier Never Die, they just fade away".. Pada usia senja, terus menyumbangkan pemikiran yang sedikit diketahuinya Sumbangan ini kecil artinya dibandingkan mereka-mereka yang jauh lebih ahli. Yang penting, karya ini keluar dari hati yang bersih, jauh dari kekotoran sbg Indy blogger. Mencintai negara dengan segenap jiwa raga. Tulisannya "Intelijen Bertawaf" telah diterbitkan Kompas Grasindo menjadi buku. Website lainnya: www.ramalanintelijen.net

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Pemahaman Koalisi Partai Politik, Sudah Benarkah?

12 Februari 2010   04:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:58 845
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menanggapi berita reshuffle kabinet, juru bicara presiden Julian Aldrin Pasha yang mantan Wakil Dekan FISIP UI itu menyampaikan, secara resmi hingga kini belum mendapat keterangan dari Presiden SBY tentang isu perombakan kabinet. "Belum ada komentar, reshuffle diketahui belum ada, sampai saat ini Presiden baru mengevaluasi kinerja dari para menteri," tegas Julian. Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie memimpin rapat kerja Komisi DPR dengan pimpinan Partai Golkar, di lantai 12 Gedung DPR, Jakarta, Rabu (10/2). Rapat yang membahas dinamika politik terkini dihadiri para  menteri yang berasal dari Golkar, gubernur, dan anggota fraksi Golkar DPR. Pertemuan tertutup ini ditujukan untuk membangun sinergi antara DPP, fraksi, menteri, dan Gubernur dari Golkar. Menanggapi soal reshuffle, Ical menyerahkan sepenuhnya kepada Presiden SBY untuk memutuskan."Itu hak prerogatif presiden yang berhak menentukan semua," pungkasnya. Dilain sisi Ical  menilai tidak pas jika PD menyampaikan ancaman soal reshuffle kepada partai koalisi yang kritis. Bukan kewenangan PD melakukan evaluasi atas partai koalisi. "Kedudukan kita sama, tidak berbeda dengan PAN dan PPP. Kalau Demokrat mengatakan reshuffle, itu tidak benar, karena Demokrat bukan presiden, tetapi satu partai yang membuat koalisi dengan presiden," paparnya. "Partai Golkar tidak pernah berkoalisi dengan PD, tetapi koalisi dengan SBY, kebetulan PD juga koalisi dengan SBY," tegas Ical. Ketua Fraksi Golkar Priyo Budi Santoso mengatakan "Tadi menteri sudah diberi tahu dan menteri harus sepakat manakala ada kemungkinan terburuk, semua menteri harus diminta untuk menyesuaikan dengan sikap partai." Priyo juga menegaskan bahwa partainya sama sekali tidak mempunyai niat dan skenario pemakzulan. "Kami tidak tahu menahu itu muncul dari mana," katanya. Selain itu, untuk masalah Century, fakta dan temuan Golkar belum menjadi satu titik untuk berkesimpulan mengharuskan Presiden SBY dipanggil pansus. "Kami berkesimpulan Presiden SBY tidak perlu dipanggil pansus," kata Priyo. Kalau diperhatikan, ada kejanggalan dalam menanggapi bergulirnya wacana reshuffle. Yang mengherankan, apa betul koalisi yang terjadi antara Partai Golkar serta partai-partai peserta koalisi dengan Presiden SBY? Seperti dikatakan Aburizal bahwa Golkar berkoalisi hanya dengan Presiden SBY dalam membentuk pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Kita menjadi heran, apa betul demikian?. Secara logika, presiden saat pilpres sudah mengantongi legitimasi lebih 60% dukungan pemilih. Yang dibutuhkan saat itu selanjutnya adalah strategi memperkuat koalisi parlemen agar posisi Partai Demokrat sebagai partai pemerintah di perkuat partai lain yang mau berkoalisi. Dengan demikian maka pemerintah yang terbentuk tidak akan banyak terhambat dengan jepitan di parlemen.  Sebagai imbalannya maka partai peserta koalisi diberikan imbalan kursi anggota kabinet. Suatu hal yang wajar di dalam sebuah kompromi politik. Jadi untuk apa Presiden SBY harus berkoalisi kalau hanya  untuk membentuk sebuah pemerintahan? Sesuai UU, presiden mempunyai hak prerogatif mengangkat menteri. Bagi beberapa parpol yang ikut mendukung SBY sejak pilpres memang pantas diberikan kursi, karena mereka  memang ikut berjuang sejak pilpres, walau kemudian ada yang diberi kursi terlalu banyak. Wajarnya tiap parpol koalisi cukup diberi sebuah kursi saja, sementara kursi kabinet lainnya  lebih baik di isi para profesional, maka  akan terbentuk "zaken cabinet" (kabinet ahli). Melihat masuknya tiga tokoh Golkar kedalam kabinet dan sekarang pimpinannya mengatakan mereka tidak berkoalisi dengan Partai Demokrat, kita berfikir menjadi aneh. Atau memang diatur demikian?. Bukankah Demokrat partai pemerintah, pimpinan tertingginya menjadi presiden. Jadi PD dan SBY itu merupakan satu kesatuan. Ada lagi keanehan dengan pengertian bahwa Partai Golkar itu hanya  berkoalisi dengan Presiden SBY. Secara logika saja sudah sulit diterima, di dalam sistem demokrasi, mestinya sebuah partai berkoalisi dengan sesama partai, bukankah begitu? Sayangnya kita tidak tahu bagaimana bunyi akta koalisi atau kontrak-kontrak yang dibuat. Terbatasnya porsi PD dalam perhelatan ini tanpa disadari bisa menjadi bumerang pada 2014 nanti, seperti yang dikatakan pengamat, SBY jauh lebih besar dibandingkan Partai Demokrat. Nah, nampaknya ada yang kurang pas saat dilakukan pembicaraan awal tentang koalisi tersebut. Beberapa parpol peserta koalisi nampaknya menjadi khawatir, apabila koalisi yang ada dinyatakan sebagai koalisi parlemen. Mereka faham bahwa dengan kondisi tersebut   persatuan pendapat di parlemen ya harus satu. Parpol-parpol itu  sangat takut dengan kondisi terbentuknya opini di masyarakat masa kini, dimana  pemerintah diperkirakan bersalah dalam mengambil kebijakan soal bail out Bank Century.  Beberapa parpol mencoba menghindar dari kemungkinan ikut terlibat, karena takut tidak popular di mata rakyat yang semakin melek politik. Koalisi parlemen mengandung pengertian  para fraksi di DPR yang berkoalisi saling bahu membahu mengawal pemerintah. Dalam hal ini bukan berarti mereka harus tetap membela partai pimpinan koalisi dan pemerintah setiap saat, jelas tidak mungkin. Dalam kasus khusus yang mereka simpulkan berbahaya, misalnya seperti kasus Century yang ditakutkan adanya hawa korupsi disitu, bisa saja mereka menyatakan keberatan, tidak sejalan dengan pimpinan koalisi. Tetapi bukan berarti terus menggulirkan  dan menyatakan niat kurang baik dengan menyuarakan anti pemerintah dan pemakzulan. Ini nampaknya yang tidak disukai oleh elit Demokrat.  Kini nampaknya dibutuhkan keberanian dan ketegasan presiden dalam menata ulang pemahaman dan posisi koalisi serta  pengambilan keputusan politik. Filosofi ilmu silat Cina kiranya  bisa di gunakan disini, ukuran dalam ilmu silat adalah 60 bagian bertahan, dan 40 bagian menyerang. Di dalam berpolitik, sulit untuk mengharapkan yang namanya "loyalitas," karena pada umumnya para elit politik selalu mengedepankan kepentingannya. Berpolitik seharusnya jangan dilandasi dengan pikiran yang  tidak baik, rakyat akan menciri parpol yang seperti itu. Banyak contoh yang terkubur pada pemilu 2009 lalu.  Tetapi, dalam berpolitik juga jangan sampai lengah, karena ada saja yang berfikiran dan berusaha mengadu domba dan mengkambing hitamkan. Contoh sederhana, kemarin ada yang membuat marah presiden dengan menampilkan binatang yang semakin besar "mengkerbaukan." PRAYITNO RAMELAN. Penulis Buku Intelijen Bertawaf

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun