Mohon tunggu...
Prayitno Ramelan
Prayitno Ramelan Mohon Tunggu... Tentara - Pengamat Intelijen, Mantan Anggota Kelompok Ahli BNPT

Pray, sejak 2002 menjadi purnawirawan, mulai Sept. 2008 menulis di Kompasiana, "Old Soldier Never Die, they just fade away".. Pada usia senja, terus menyumbangkan pemikiran yang sedikit diketahuinya Sumbangan ini kecil artinya dibandingkan mereka-mereka yang jauh lebih ahli. Yang penting, karya ini keluar dari hati yang bersih, jauh dari kekotoran sbg Indy blogger. Mencintai negara dengan segenap jiwa raga. Tulisannya "Intelijen Bertawaf" telah diterbitkan Kompas Grasindo menjadi buku. Website lainnya: www.ramalanintelijen.net

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Obama, DNI, CIA dan Intelijen Bertawaf

9 Januari 2010   06:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:33 1511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa waktu terakhir, kita mengetahui bahwa Amerika kembali telah coba diserang oleh teroris inernasional Al-Qaeda pada hari Natal 25 Desember 2009. Walaupun teror besar terhadap pesawat AS North West gagal, Presiden Obama merasa sangat terpukul dengan kasus tersebut, dan menyebutnya sebagai kegagalan sistemik badan intelijennya. Penulis, pernah mengulas didalam buku "Intelijen Bertawaf" yang merupakan kumpulan dari artikel-artikel intelijen dan terorisme di Kompasiana tentang beberapa kegagalan badan intelijen yang demikian tangguh dari negara adi daya tersebut. Bagi pembaca yang baru bergabung, mungkin penulis menyarankan agar membaca buku Intelijen Bertawaf yang Alhamdulillah telah menjadi best seller di toko buku Gramedia. Dalam buku tersebut penulis mengulas tentang berbagai hal yang berkaitan antara intelijen dengan tindak terorisme, serta sedikit pengetahuan tentang intelijen, mungkin ada manfaatnya bagi kita bersama dalam meluaskan cakrawala pandang khususnya dalam pengetahuan intelijen. Pada hari Selasa (5/1/10), Presiden Obama memberi hadiah tahun baru, berupa kemarahan kepada badan-badan intelijen AS, sehubungan dengan adanya upaya tindak teror bunuh diri dari seorang warga Nigeria yang bernama Umar Farouk Abdulmutallab.  Pemuda berusia 23 tahun tersebut telah membawa bom tersembunyi ke atas pesawat penerbangan maskapai penerbangan AS Northwest Airline 253 yang berangkat dari Amsterdam menuju Detroit dengan membawa 279 penumpang. Saat mendekati Detroit, Abdulmutallab mencoba meledakkan dirinya dengan bahan peledak. Namun aksi tersebut gagal, bahan peledak gagal meledak dan Abdulmutallab diringkus oleh penumpang yang berada di pesawat. Presiden Obama menyatakan bahwa ada kegagalan besar yang dilakukan oleh badan intelijen nasional dalam upaya peledakan di dalam pesawat yang menuju Detroit tersebut. Dikatakannya bahwa pemerintah sebenarnya memiliki informasi yang cukup untuk menggagalkan potensi serangan, namun tidak mampu “menghubungkan titik-titik informasi yang diperoleh.”  Juru bicara Gedung Putih kemudian merilis pernyataan yang mengutip  Obama. “Ini adalah sebuah kekacauan yang boleh jadi berubah menjadi bencana. Kita telah mampu menghindari bahaya, tapi kita nyaris kena. Rencana itu digagalkan oleh orang-orang pemberani, bukan karena sistem keamanan yang berfungsi dengan baik, dan hal itu tidak dapat diterima.” Badan intelijen Amerika Serikat, CIA, mengakui bahwa pihaknya sejak bulan lalu telah mendapat informasi mengenai Umar Abdulmutallab, yang berupaya meledakkan bom di pesawat Northwest Airlines. Informasi itu justru berasal dari ayahnya, Alhaji Umar Mutallab. Kami sudah mengetahui Abdulmutallab November lalu. Saat itu ayahnya datang ke Kedutaan Besar (Kedubes) AS di Nigeria dan meminta bantuan untuk melacak keberadaannya," kata juru bicara CIA, Paul Gimigliano. Gimigliano mengatakan, sebelum diberitahu Alhaji, CIA tidak memiliki nama Abdulmutallab dalam daftar orang yang patut dicurigai. Bahkan Abdulmutallab tidak masuk dalam daftar "dilarang terbang" maupun daftar calon penumpang yang harus menjalani pemeriksaan ekstra di bandara. Selain kegagalan upaya deteksi dini terhadap Abdulmutallab, badan intelijen canggih CIA juga telah kecolongan, dimana pada hari Rabu (31/12/09), Pangkalan Operasi Chapman milik AS telah diserang justru oleh informan AS Humam Khalil Abu-Mulal al-Balawi, yang kemudian justru meledakkan dirinya hingga menewaskan tujuh agen CIA serta kontak person dari Yordania. Human al-Balawi adalah dokter dari Yordania yang ditangkap dinas intelijen Yordania setahun lalu, kemudian dia dilaporkan direkrut Yordania dan CIA. Human al-Balawi kemudian dikiirim  ke Afghanistan untuk menyusup masuk Al-Qaeda dalam rangka melacak orang nomor dua Al-Qaeda, Ayman al-Zawahiri. Pada saat masuk kesarang CIA, Balawi tidak diperiksa dengan ketat, sehingga dia bisa lolos dan membawa bom. Menurut Juru bicara , seperti yang dikutip di situs internet televisi Al Jazeera, Humam al-Balawi adalah agen ganda yang menyesatkan dinas intelijen Yordania dan Amerika Serikat selama setahun. Dari kedua kasus yang waktu kejadian berada diakhir tahun 2009, nampak ada sebuah titik rawan pada badan intelijen tersebut. Presiden Obama menyimpulkan telah  mengidentifikasi sebuah rongga  kerawanan yang tercipta dalam keamanan AS. Seperti diketahui bahwa jaringan atau badan-badan intelijen AS terkordinasi dalam sebuah badan yang bernama "The United States Intelligence Community" (IC) atau Komunitas Intelijen Amerika Serikat yang merupakan sebuah badan kerjasama dari 16 instansi intelijen independen dan intelijen di departemen. Komunitas Intelijen ini dipimpin oleh seorang direktur dari Badan Intelijen Nasional (Director of National Intelligence) yang dipimpin oleh Dennis Blair. DNI dalam tugasnya bertanggung jawab langsung kepada Presiden AS. Dari ke-16 badan intelijen tersebut, hanya CIA yang merupakan lembaga independen, sementara ke-15 badan intelijen lainnya merupakan organisasi intelijen yang berada pada enam Departemen Eksekutif Federal sesuai dengan fungsi dan tugasnya masing-masing. Nah, melihat bagaimana badan intelijen sudah demikian tertata, rentang kendali dan jalur komandonya juga demikian ketat, rasanya memang sulit bagi Presiden Obama menerima terjadinya penyelundupan teroris kedalam pesawat North West tersebut. Bisa dibayangkan apabila rencana Abdulmutallab terlaksana, dan dia mampu meledakkan pesawat sesaat akan mendarat di Detroit. Bertapa sangat terpukulnya pemerintah dan masyarakat Amerika. Bagaimana sebetulnya melihat kedua kasus diatas dari disiplin intelijen?. Mari kita bahas sedikit, tanpa bermaksud menggurui. Intelijen bekerja berdasarkan pulbaket (pengumpulan bahan keterangan) yaitu informasi yang kemudian diolah menjadi intelijen (untuk lengkapnya mohon dibaca pada buku Intelijen Bertawaf). Sebetulnya informasi dari Nigeria sudah masuk ke Kedubes AS, dan sebagaimana layaknya nama Abdulmutallab langsung masuk kedalam daftar kelompok yang perlu diamati, yang konon berjumlah 500.000 lebih. Hanya langkah selanjutnya, seperti yang dikatakan Presiden Omaba, badan intelijen gagal mengkaitkan beberapa informasi intelijen yang sudah masuk. Kunci dari intelijen adalah sumber informasi, nilai informasi, loyalitas dan ketepatan waktu. Nah, kegagalan kasus North West adalah lambatnya waktu  pergerakan informasi intelijen, lambatnya koordinasi serta penentuan target berbahaya dari yang bersangkutan. Nilai sebuah informasi sangat ditentukan dengan ketepatan waktu, semakin lambat dia berjalan maka nilai informasi akan secara cepat menurun dan bahkan akan tidak ada artinya. Maksudnya kelambatan mengolah data Abdulmutallab, jelas berakibat fatal. Target sudah berada di dalam pesawat dan membawa bom. Apabila dia sudah masuk kategori dilarang terbang ke AS, maka ancaman akan dapat ditangkal di Amsterdam. Disinilah mungkin rongga tersebut berada. Apakah kini kordinasi antara badan intelijen demikian lambat? Pertanyaannya demikian. Kasus yang terjadi di markas CIA Afghanistan juga hampir serupa. Kordinasi lapangan antara CIA dengan Badan Intelijen Yordania ternyata terdapat gap. Mereka tidak mampu mendeteksi pelaku yang telah menjadi agen ganda, dan justru di kendalikan Al-Qaeda untuk menyerang  Pangkalan Operasi CIA Chapman. Mungkin semuanya ini ada kaitannya, saat pemerintahan George Bush, telah terjadi perubahan kebijakan dalam operasi intelijen. Berhubung dengan penerapan HAM, maka  tindakan menyusupkan agen intelijen AS ke pihak lawan di ganti dengan sistem intelijen indra.  Monitoring  terhadap lawan dilakukan dengan kecanggihan alat yang mampu mendeteksi setiap gerakan. Memang kini tidak ada rahasia lagi di dunia, dengan Google Earth, Google Map, kitapun yang awam dapat melihat bumi seperti telanjang. Terlebih dengan peralatan intelijen lainnya. Hanya yang dihadapi AS adalah lawan berat dan terlatih, tindakannya senyap dan tidak terduga. Oleh karena itu terjadilah beberapa kasus kegagalan deteksi dini mereka, seperti runtuhnya WTC, kini penyelundupan teroris di Northwest dan peledakan bom di Markas CIA Chapman. Apa yang bisa kita ambil pelajaran dari kasus kegagalan intelijen tersebut. Seperti penulis ungkapkan, makna bertawaf dalam buku Intelijen Bertawaf adalah sebuah kegiatan yang teratur dan terstruktur. Intelijen tidak boleh lengah, 24 jam harus terus melakukan kegiatan tawaf. Nah, nampaknya Presiden Obama menyadari bahwa gerak dan sistem  dari badan intelijen AS harus diperbaiki. Dikatakannya “Saya akan menerima bahwa badan intelijen pada dasarnya memang tidak sempurna, namun, terlihat jelas bahwa intelijen kita tidak melakukan analisa penuh. Hal itu tidak dapat diterima, dan saya tidak akan menolerir hal tersebut.” Sementara itu Direktur intelijen nasional, Dennis Blair, dalam sebuah pernyataannya menyebutkan bahwa komunitas intelijen AS telah menerima pesan dari sang presiden. “Kami menerimanya, dan kami melangkah maju untuk menjawab tantangan-tantangan baru,” katanya. Semoga ulasan ini ada manfaatnya bagi kita bersama,. Kita harus menyadari bahwa ancaman teroris akan terus ada, Indonesia telah diserang dengan bom beberapa kali. Walau gembong teroris Noordin M Top telah meninggal dunia, jaringan serta sisa-sisa binaannya perlu terus diwaspadai. Pola serangan teroris dunia tetap, dengan melakukan bom bunuh diri. Hanya gerakan mereka semakin senyap, dan mereka menggunakan pemain baru sebagai bomber sehingga sulit di deteksi. Yang terpenting diamati adalah kembalinya gaya lama, yaitu dengan melakukan pesawat sebagai sarana kejut teror. Kita harus kembali bersiap disisi ini nampaknya. PRAYITNO RAMELAN, Penulis "Intelijen Bertawaf"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun