Hanya berselang delapan hari setelah terjadinya kerusuhan di Priok, kini muncul kerusuhan serupa di Batam. Kerusuhan terjadi hari Kamis (22/4) sekitar jam 08.00 pagi, dimana Sekitar 10.000 pekerja yang marah membakar dan merusak 38 mobil dan beberapa ruang kantor PT Drydock World Graha, Batam. Sekitar 41 pekerja PT Drydock World Graha berkebangsaan India terpaksa harus dievakuasi ke Poltabes Barelang lewat jalur laut dengan kapal patroli kepolisian. Empat di antara mereka terluka akibat bentrokan dengan pekerja, salah seorang di antaranya dikabarkan kritis. Selain itu, empat pekerja Indonesia juga terluka. Saat ini seluruh korban dirawat di RSUD Batam. Kerusuhan dapat dikendalikan oleh aparat keamanan yang merupakan gabungan Polri dan TNI sekitar pukul 14.00. Menurut Wakil Kepala Divisi Humas Mabes Polri Komisaris Besar Polisi Zainuri Lubis menjelaskan, berdasarkan informasi sementara yang diperoleh, kerusuhan tersebut berawal dari aksi unjuk rasa yang dilakukan sejumlah karyawan perusahaan galangan kapal tersebut. Zainuri mengatakan, "Mungkin yang bersangkutan mengatakan sesuatu yang menghina.” Sementara beberapa pekerja Indonesia mengatakan bahwa mereka sering dihina, dan dikatakan bodoh, diantaranya oleh salah satu supervisor asing berdarah India. Kemudian kabarnya isu segera menyebar dengan cepat. Para pekerja pagi itu mulai men-sweeping dan mencari pekerja berdarah India dan meminta agar mereka pergi dari Batam. Menjelang pukul 08.00, kemarahan memuncak, beberapa mobil petinggi Drydocks yang terparkir di depan kantor dirusak dan dibakar. Sekitar 18 dari 38 mobil itu habis terbakar. Selian itu massa juga membakar ruang rapat sehingga banyak dokumen yang terbakar. Kerusuhan yang terjadi di Batam memang berbeda, tetapi aksi anarkisnya sangat mirip dengan yang terjadi di Priok. Kalau di Priok, persoalan yang tersentuh adalah masalah keyakinan terhadap makam keramat dan tempat ibadah yang akan digusur, sementara kalau di Batam persoalannya adalah rasa cemburu, dendam, sakit hati dan perasaan dihina. Di Priok ketegangan antara Masyarakat dan Satpol PP yang merupakan aparat pemerintah, sementara di Batam antara pekerja Indonesia dengan pekerja asing. Persamaan kerusuhan adalah tindak anarkis pembakaran mobil, penyerangan dan perusakan fasilitas. Jadi benar apa yang penulis khawatirkan pada artikel terdahulu, bahwa kerusuhan model Priok bisa berimbas kelain tempat. Yang dimaksudkan adalah tindak anarkisnya, makin ganas, yaitu model bakar mobil dan penyerangan. Tanpa kita sadari penayangan berita kerusuhan disatu tempat yang diliput dan ditayangkan oleh media elektronik akan di tonton oleh jutaan pemirsa di seluruh Indonesia. Melihat bahwa dalam kerusuhan Priok yang lebih banyak disalahkan adalah aparat pemerintah (Satpol PP), maka dilain sisi masyarakat akan semakin berani melakukan gaya anarkis dengan membakar dan menyerang serta melukai orang. Rasa welas asih sebagai bangsa yang berbudaya tinggi terlihat hilang. Saat kejadian di Priok ditayangkan ada rakyat yang diseret dan dipukuli hingga hampir telanjang, serta ada Satpol PP yang digebuki hingga meninggal, bukankan ini bisa menginspirasi rakyat dilain tempat?. Kita tidak bisa membayangkan, mereka yang bekerja di suatu tempat, kemudian mereka merusak dan melakukan pembakaran tempatnya bekerja. Terlepas persoalan yang timbul, kalau perusahaan memberhentikan usahanya, berapa keluarga yang akan kehilangan pekerjaan?. Seperti kasus Astro, TV berbayar, saat timbul masalah denga partnernya di Indonesia mereka langsung cabut. Selain itu, tanpa disadari, tindakan anarkis terhadap warga asing, jelas akan membuat pekerja asing lainnya akan takut. Bukankah ini juga akan berpengaruh terhadap pemodal yang akan berinvestasi di Indonesia?. Ini apabila kita melihat dari kasus di Batam tersebut. Akan tetapi kalau melihat dua rangkaian kasus Priok dan Batam, apakah ada masyarakat yang ditangkap karena membakar mobil?. Dalam hal ini rakyat nampaknya dibenarkan. Karena disakiti hatinya, sepertinya ya dibiarkan membakar mobil, bahkan mobil polisi dan Satpol PP juga mereka bakar. Apakah bisa disimpulkan bahwa yang berlaku adalah pengadilan rakyat? Atau ini negara dengan hukum rimba? Yang sangat dikhawatirkan adalah pesan psikologis yang mereka tangkap. Kita, khususnya para pejabat sebaiknya lebih mewaspadai bahwa kini telah terjadi peningkatan eskalasi ancaman dalam sebuah kerusuhan, kalau tadinya demo hanya membakar ban mobil bekas, kini sudah lebih maju dengan membakar mobil dan gedung serta melakukan pembunuhan terbuka. Dalam waktu yang tidak lama lagi bangsa Indonesia akan mulai melaksanakan pesta demokrasi (kalau boleh dikatakan demikian), yaitu pemilihan kepala-kepala daerah. Contoh pilkada di Maluku Utara pada masa lalu adalah contoh suram dalam sebuah pilkada, dimana akhirnya masyarakat yang tadinya hidup rukun kemudian terpaksa berhadapan dan saling berkelahi dan menyerang. Nah, oleh karena itu, kita harusnya prihatin dengan kejadian tindak anarkis yang semakin berbahaya itu. Kini, sudah ada dua contoh, apakah ini akan kembali berimbas ketempat lainnya, kita tunggu saja. Aparat keamanan penulis perkirakan akan semakin berat dalam melaksanakan tugasnya. Perseteruan Pilkada akan jauh lebih fanatis dan berbahaya dibandingkan dengan kasus Priok dan Batam tersebut. Kerusuhan Priok menyebabkan 181 korban, kerusuhan Batam mengakibatkan delapan korban. Apabila hukum tidak ditegakkan dengan tegas, dan sepertinya hukum rimba yang berlaku, kita tidak tahu lagi akan seperti apa jadinya nanti. Entah pelajaran itu ada gunanya atau tidak bagi kita? PRAYITNO RAMELAN, Pemerhati Intelijen, Penulis Buku Intelijen Bertawaf. Foto ilustrasi, Tribun Batam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H