Berita yang dilansir oleh Media, baik media cetak, terlebih media elektronik hampir tiap hari susul menyusul, dan yang paling disukai masyarakat adalah berita yang heboh, menggemparkan, kontroversi bahkan yang mengerikan juga di halalkan.Tanpa berita-berita tersebut maka rasanya penonton televisi dan pembaca koran hanya disuguhi berita standard yang semakin lama semakin kurang diminati.
Berita yang meledak dan bahkan membuat bergetar dimulai sejak kasus Cicak-Buaya, Century Gate, penyergapan Teroris di Aceh, ditembaknya Dulmatin, soal Markus, Gayus, dan yang terakhir perseteruan antara Satpol PP dan masyarakat di makam Mbah Priok. Begitu satu berita besar muncul maka berita yang sebelumnya langsung tenggelam, demikian rumusnya barangkali. Lihat saja, sambil menunggu berita baru yang meledak, kini urusan makam di Koja Priok yang sudah selesai masih saja ditayangkan dan diulang-ulang.
Nah, karena berita-berita spektakuler tadi (yang membuat spektakuler juga media), ada berita penting yang tidak terlalu diangkat. Yaitu penangkapan beberapa sisa teroris dari Aceh yang melarikan diri ke Medan. Berita teroris yang tenggelam tersebut nampaknya perlu juga dituliskan, agar masyarakat bisa selalu meng-up date kelompok kejahatan luar biasa dan sangat berbahaya tersebut. Karena itu maka penulis mencoba menyampaikan informasi ini.
Pada hari Minggu (11/4) Sebanyak 6 orang yang diduga merupakan kelompok teroris jaringan Noordin M Top pelarian dari Aceh, ditangkap di Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Penangkapan tersangka kawanan teroris jaringan Noordin M Top ini dilakukan oleh aparat Polsekta Medan Kota. Keenam tersangka termasuk dalam daftar pencarian orang yang selama ini diburu terkait jaringan teroris yang masuk ke wilayah Provinsi Aceh. Mereka tertangkap oleh Satuan Patroli Polsekta Medan Kota yang melakukan razia Minggu dinihari pukul 00.30 WIB di Jalan SM Raja sekitar Taman Makam Pahlawan.
Ada delapan orang berada dalam satu mobil Kijang BL 643 LH (Nomor Aceh), namun ketiga anggota Polsekta Medan Kota tersebut mendekati, tujuh orang melarikan diri dan seorang terjebak dalam mobilnya dan berhasil diringkus. Kemudian dua lainnya juga dapat dikejar dan ditangkap. Pada salah satu bagian mobil yang mereka gunakan, terdapat bekas tembakan.  Polda Sumatera Utara mengungkapkan, dua di antara enam kelompok teroris yang tertangkap tersebut, yakni Ibrohim dan Jafar, merupakan orang terdekat Noordin M Top dan Dr Azahari. Keduanya juga diketahui terlibat aksi bom di Kedutaan Besar Australia, Kuningan tahun 2004. "Menurut pengakuan mereka, mereka berencana meledakkan di Cikeas," kata Kapolda tersebut kepada wartawan, Minggu (11/4). Cikeas dikenal sebagai kawasan kediaman Presiden SBY.
Keenam teroris yang tertangkap ternyata mempunyai sejarah sebagai teroris kawakan. Menurut Wakapolda Sumut Brigjen Pol Safrudin, keenamnya adalah sebagai berikut. Satu, Komarudin alias Abu Musa alias Mustakim alias Abu Yusuf alias Hafshoh. Dia adalah pimpinan pelatihan teroris di Aceh yang merupakan alumni Akademi Militer Al Jamaah Mindanao, Filipina Selatan (1998-2004). Ia juga terlibat kontak senjata dengan Densus 88 di Aceh Besar beberapa waktu lalu. Tokoh kedua, Jafar alias Lutfi alias Upend alias Abu Musa yang berasal dari Bandar Lampung. Jafar merupakan residivis yang terlibat kasus bos Kedutaan Australia. Dia pernah mengikuti kursus militer singkat di Yarmuk tahun 1999-2000. Dia adalah pencari dana untuk mendukung pelatihan di Aceh, juga alumni Ngruki.
Ketiga, Ibrohim alias Deny alias Suranto. Peserta pelatihan di Aceh. "Dia ini residivisis pelaku bom kedutaan Australia di Kuningan, Jakarta. Dia alumni Mahat Ali (Universitas Al Mukmin, Ngruki, Solo)." Keempat, Bayu Sena alias Bayu alias Budi alias Rahmat alias Tono, alias Seno, terlibat pelatihan teroris di Aceh. "Dia ikut merencanakan dan merakit bom yang akan digunakan untuk mengebom rombongan Presiden SBY. Dia juga terlibat kontak senjata di Aceh Besar," kata Safrudin. Lima,  Pandu Wicaksono Widyanputro alias Pandu alias Abu Asma. Dia terlibat penyembunyian Noordin M Top di Solo. Pandu juga terlibat dalam pelatihan teroris di Aceh dan kontak senjata dengan Densus 88 di Aceh Besar. Enam, Bayu Sena alias Bayu alias Budi alias Rahmat alias Tono, alias Seno, terlibat pelatihan teroris di Aceh.
Menurut Kapolda Sumut Irjen Pol Oegroseno, keenam tersangka tersebut mengaku masuk ke Medan karena ingin kembali ke kampung halaman mereka masing-masing. "Ya sementara, yang masuk Medan kemudian pulang ke daerah masing-masing. Karena mungkin sudah ketakutan dicari-cari di Aceh," katanya. Menurut Detasemen Khusus 88 Anti Teror yang telah terbang ke Medan untuk menangani kasus tersebut, keenamnya termasuk ke dalam kelompok tokoh utama yang dicari-cari oleh Densus.
Pada Selasa (13/4), tiga kawanan perompak yang diduga terkait dengan jaringan teroris di Aceh Besar dan kerap beraksi di perairan pantai timur Sumatera Utara (Sumut) disergap secara beruntun di Belawan dan Deliserdang. Direktur Polisi Air Kepolisian Daerah Sumatera Utara Komisaris Besar (Kombes) Pol Bastomy Sanap menyatakan,ketiga tersangka merupakan perompak yang telah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Selain itu, berdasar hasil penyelidikan, diduga ketiganya memiliki hubungan dengan M Akbar, salah seorang anggota jaringan teroris yang ditembak Densus-88/Antiteror Mabes Polri di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) beberapa waktu lalu.
Ketiga tersangka itu, yakni Deni Syahputra, 33,warga Pajak Batu, Kecamatan Medan Belawan; Muhammad Nuh alias Uwak Nuh alias Uwak Geng, 34, warga Dusun XIII, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deliserdang; dan Syaiful Anwar alias Jumbo, 24, warga Jalan Indosat, Kampung Agas, Kecamatan Sekupang Kota, Batam. Para perompak tersebut menyandera KM Prima Jaya sejak tanggap 9 April 2010 di di perairan Pulau Berhala, Serdangbedagai (Sergai).
Pada hari Rabu (14/4) berdasarkan petujuk dua anggota teroris yang ditangkap di Aceh, telah ditemukan empat pucuk senjata api jenis M16 dan AK47 milik kelompok teroris yang berlatih di Jantho, Aceh Besar. Selain empat senjata api, Densus 88 juga menemukan 16 magasin dengan pelurunya, dua rompi loreng yang biasa digunakan TNI, dan minyak pelumas untuk melumasi senjata. Lokasi penyembunyian senjata itu terletak sekitar 5 kilometer arah utara Desa Bayu, lokasi pertama kontak senjata antara aparat dan teroris.