[caption id="attachment_345395" align="aligncenter" width="615" caption="Penampakan kedua penyerang Majalah Charlie Hebdo (Foto : mirror.co.uk)"][/caption]
Kemarin sore  penulis mendapat undangan dari RTV (Rajawali TV) sebagai narsumber tekait dikeluarkannya security warningdari Kedubes AS dan disusul dengan travel warningpemerintah Australia ke Indonesia. Pemerintah AS melalui Kedubes di Jakarta tanggal 3 Januari 2015 memperingatkan warga AS agar berhati-hati dan waspada terhadap adanya ancaman potensial berupa teror di hotel dan bank terkait dengan AS  di Kota Surabaya.
Kedubes AS menyatakan perlindungan warga negara AS di luar negeri merupakan salah satu prioritas tertinggi dari Departemen Luar Negeri AS, Â karena itu Kedubes terus memberikan informasi terbaru terkait dengan keamanan serta pertimbangan lainnya yang perlu diketahui oleh warga negara AS ketika bepergian ke luar negeri.
Sementara  pemerintah Australia pada tanggal 6 Januari 2015 memperingatkan warganya untuk tidak pergi berlibur ke Indonesia dalam waktu dekat ini. Menurut mereka serangan teroris bisa terjadi kapan saja. "Kami terus menerima informasi yang menunjukkan bahwa teroris mungkin merencanakan serangan di Indonesia, termasuk di Bali yang dapat terjadi setiap saat," demikian bunyi pernyataan Pemerintah Australia.
Jelas warning kedua negara tersebut menarik perhatian banyak pihak, karena pemerintah Indonesia tidak membuat pernyataan apa pun soal teroris dan bahkan Kapolri Jenderal Pol Sutarman menjamin Indonesia saat ini, khususnya Surabaya, dalam kondisi aman terkendali. "Saya pastikan Indonesia aman, tidak ada ancaman apa pun di Surabaya maupun di Jawa Timur," katanya  di Rumah Sakit Bhayangkara, Mapolda Jatim, Senin (5/1/2015) saat menemui keluarga korban kecelakaan pesawat AirAsia.
Dalam diskusi yang hanya satu segmen (pendek), penulis diminta menjelaskan tentang warning dua negara besar tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Kapolri, penulis juga menerima informasi dari komunitas intelijen bahwa tidak ada ancaman yang spesifik terhadap warga asing di Surabaya khususnya. Memang khusus untuk daerah Poso nampaknya merupakan wilayah yang harus diwaspadai karena masih adanya DPO Teroris Santoso yang nampaknya sudah mempunyai link dengan ISIS yang kini telah berganti nama menjadi IS (Islamic State).
Intelijen selalu melihat sebuah ramalan melalui proses kejadian masa kini (the present) dan masa lalu (the past), baru meramalkan kejadian untuk masa mendatang (the future). Kejadian masa lalu tentang serangan teror yang menyerang AS beserta sekutunya terjadi sejak bom Bali-1 (12 Oktober 2002) di Paddy's Pub, Sari Club di Legian, dan bom dekat kantor konsulat AS di Bali. Korban tercatat 202 jiwa, terbanyak warga Australia.
Bom selanjutnya meledak di Hotel JW Marriott Jakarta tanggal 5 Agustus 2003, menghancurkan sebagian hotel. Korban jiwa sebanyak 11 dan 152 luka-luka. Serangan bom ketiga menyerang Kedubes Australia di Kuningan Jakarta 9 September 2004, 11 meninggal dan ratusan luka-luka. Bom Bali -2 diledakkan di Raja's Bar Kuta dan Nyoman Cafe Jimbaran, Bali. Bom menewaskan 22 jiwa dan melukai 102 orang. Bom Keempat diledakkan di hotel JW Marriott dan Hotel Ritz Carlto pada 17 Juli 2009.
Sejak bom terakhir di JW Marriott, Densus -88 Polri yang dibentuk untuk meniadakan aksi teror, kemudian meningkatkan pengejaran terhadap dua tokoh teror asal Malaysia (DR Azhaharie dan Noordin M Top), yang kemudian berhasil ditembak mati, serangan terhadap AS dan sekutunya tidak terjadi lagi. Teroris kemudian mengubah arah serangan ke simbol negara (Presiden SBY) dan beberapa tahun terakhir bergeser arahnya ke Polri. Upaya serangan teror terjadi dengan pembunuhan beberapa anggota Polri di antaranya di Purworejo, di Poso dan di Tanggerang Selatan.
Timbul pertanyaan banyak pihak, mengapa AS dan Australia mengeluarkan peringatan adanya ancaman teroris kepada warganya pada awal Januari ini? Menurut penulis peringatan tersebut adalah langkah antisipatif AS yang pada awalnya diperkirakan menerima informasi dari jaringan intelijennya (NSA dan CIA) yang khusus memonitor gerakan kelompok teror di seluruh dunia. AS jelas sangat mewaspadai kemungkinan aksi balas dendam dari kelompok teroris Islamic State karena serangan udara yang dilakukan di Irak dan Syria.
Australia mengambil langkah pengamanan juga bagi warganya dan mengeluarkan travel warning. Menurut penulis kita anggap wajar saja warning-warning yang mereka keluarkan. Nampaknya warga Australia yang berlibur di Bali juga banyak yang tidak terpengaruh. Yang kurang disukai pemerintah Indonesia adalah pengaruh peringatan tersebut terhadap citra, seakan-akan situasi keamanan Indonesia tidak baik. Sedangkan apabila dinilai situasi keamanan hingga saat ini masih kondusif.