Indonesia sebagai Presidensi G-20 akan menjadi tuan rumah penyelenggara KTT-20, dimana rencananya akan banyak kepala-kepala negara dan pejabat tinggi negara yang akan hadir di Bali pada 15-16 November 2022.
Anggota G20 terdiri atas Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Republik Korea, Rusia, Prancis, China, Turki, dan Uni Eropa.
Presiden Jokowi mengatakan bahwa hingga saat ini tercatat sudah 17 Kepala negara yang menyatakan akan hadir termasuk Presiden Amerika, Joe Biden dan Presiden China, Xi Jinping.
Seperti dilansir Reuters, Selasa (8/11/2022), dalam wawancara dengan media internasional Financial Times (FT), Presiden Jokowi menuturkan bahwa percakapan telepon antara dirinya dan Putin pekan lalu meninggalkan 'kesan kuat' bahwa pemimpin Rusia itu tidak hadir langsung di Bali, yang diperkirakan akan didominasi oleh ketegangan terkait invasi Rusia ke Ukraina.
Presiden Jokowi menyatakan di media bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy akan hadir dalam gelaran Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 Bali bergantung pada situasi.
Indonesia kini menggelar sistem pengamanan terpadu antara TNI dan Polri serta stakeholder. Indonesia mengerahkan 18.000 anggota TNI dan Polri, alutsista canggih TNI, peralatan keamanan Polri serta BSSN, dan institusi terkait lainnya.
Pada umumnya negara-negara besar mengirim kapal perangnya dan pesawat terbang kepresidenan bila kepala negaranya menghadiri acara di negara lain, agar bila ancaman muncul kepala negaranya segera di evakuasi ke kapal perangnya atau diterbangkan keluar area ancaman.
Analisis
Dari perspektif intelijen, walau KTT G-20 bukan ajang politik, tetapi efek dari invasi Rusia ke Ukraina akan menaikkan atmosfer KTT. Sebab di sana akan dihadiri negara-negara dari dua blok, yaitu blok Amerika serta negara-negara Barat dan blok Rusia dan China (RRT) di lain sisi.
Konflik kekerasan senjata di Ukraina dilatarbelakangi ulah kenekatan Rusia yang menginvasi Ukraina, bahkan pernah mengancam menyebut kemungkinan penggunaan senjata nuklir terbatas bila NATO membantu langsung Ukraina.