Memilih satu di antara dua calon Kasad dan Kasal jelas ada risiko, walau sekecil apapun. Karena itu, keputusan terbaiknya setelah melalui jalan panjang faktor integrasi adalah mengajukan nama Kasau Marsekal Fadjar Prasetyo, alumnus Akademi Angkatan Udara (AAU) 1988, yang termuda di antara tiga calon (lahir 9 April 1966).
Dengan hak prerogatifnya, Fadjar yang tidak diributkan parpol atau pengamat, tidak dinilai macam-macam, tidak berada di pusaran konflik adalah jalan tengah terbaik bagi presiden dalam memilih calon.
Untuk Pak Hadi Tjahyanto sebagai orang kepercayaan presiden (empat tahun menjadi Panglima TNI) jelas dinilai sukses selama ini, kemungkinan akan tetap berada di inner circle menggantikan Jenderal Purn. Moeldoko yang mantan Panglima TNI sebagai Kepala Staf Kepresidenan.
Moeldoko pernah terlibat konflik politik berbahaya dengan Partai Demokrat, yang kini masih dalam proses hukum. Ini partai besutan mantan Presiden SBY. Posisi penggantian KSP bisa dinilai aman, karena saat pademi Covid-19 yang lebih terkendali, pak Jokowi tidak akan menggoyang kabinet.
Kesimpulan dan penutup
Dari persepsi intelijen, setelah melakukan integrasi, langkah kompromi dan akomodasi adalah yang terbaik dalam pengambilan keputusan. Presiden Jokowi tidak menginginkan terjadinya keributan atau gesekan di antara para pejabat dan kekuatan politik.
Ini adalah sebuah prediksi yang penulis susun, dengan mencermati beberapa keputusan presiden sebelumnya yang tidak diperkirakan orang. Prediksi intelijen bukan sesuatu yang pasti, tetapi telah melalui tahapan tertentu.
Dua masalah diselesaikan dengan satu langkah, memilih Panglima dan menenangkan hati Pak SBY. Tidak salah penulis katakan beliau ini Maestro yang matang, berani dan misterius, di situlah kekuatan Pak Jokowi.
Semoga bermanfaat, Pray Old Soldier.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H