Perkembangan geopolitik dan geostrategi di kawasan Asia Pasifik saat ini kita ketahui bersama pada intinya sedang terjadi perebutan hegemoni antara Amerika dan China.
Sejak 2009 Amerika telah menggeser wilayah kepentingan utamanya dari Timur Tengah ke Asia Pasifik, berupa konsep rebalancing.
Pada 2017 Presiden Donald Trump menyebut musuh utama Amerika adalah China dan Rusia. Pemerintah Amerika siapa pun nanti yang berkuasa dan hingga kapan pun akan selalu menempatkan keamanan nasional (kamnas) sebagai prioritas tertingginya. Seluruh kekuatan diarahkan melindungi mainland dan kepentingan nasionalnya.
Tujuan politik luar negerinya (polugri) tetap tidak berubah, dinamika perkembangan situasi gepolitik, geostrategi, dan geoekonomi akan menempatkan kebijakan yang ditempelkan kepada tujuan polugri demi keamanan nasional.
Amerika dilindungi oleh kekuatan militer tak terkira, di samping 16 badan intelijen sebagai ujung tombak yang mampu dioperasikan di belahan dunia manapun. Pelajaran Penting Amerika di Masa Lalu dalam Operasi Militer Luar Negeri
Persepsi intelijen selalu menempatkan data-data kejadian masa lalu (basic descriptive intelligence) atau the past sebagai dasar mengolah data currents untuk membuat persepsi.
Demikian juga bagi AS, dalam perkembangan situasi kondisi dunia, ada bagian dari the past yang menjadi pelajaran penting bagi tindakan militer yang dilakukan (instrumen security).
Pada peristiwa serangan teror 9/11, Amerika terpukul dan terkejut. World Trade Center (WTC) sebagai simbol keperkasaan ekonominya diruntuhkan, dan Pentagon markas Pertahanan juga diserang oleh pesawat komersial yang dibajak teroris. Korban mencapai tiga ribuan.
Tidak pernah mereka bayangkan, simbol jantung ekonomi Amerika runtuh, harga diri, gengsi tersentuh, kerawanan kamnas terkuak.
Nah, setelah terserang, maka kampanye melawan terorisme global merupakan tujuan utama kebijakan luar negeri dan pertahanan AS, sementara tujuan-tujuan internasional lainnya berada di bawah tujuan besar tersebut.
Amerika kemudian menyerang Al-Qaeda di Afghanistan, serta sel-selnya di negara lain mengganti pemerintahan Taliban yang dianggap melindungi Osama bin Laden, pimpinan Al-Qaeda. Kemudian juga menghalangi Al-Qaeda kembali menyerang AS dari negara manapun. Semua negara bila membantu Al-Qaeda diperingatkan akan menerima akibat serius.