Saat itu Pray masih di kelas tiga SMA 4 di Jl. Batu Gambir Jakarta, sebelumnya ikutan berdemo dan hampir tiga bulan tidak sekolah tetapi suka tinggal dan nginap di posko sekolah bersama- sama  aktivis pendemo.
Pray setelah lulus SMA mendaftar ke Akabri Bagian Udara dan lulus tes. Pada suatu hari bertemu pak Sarwo di rumah Kemayoran. Pray selalu bangga kalau beliau ke rumah, gagah dan berwibawa selalu pakai loreng, berbaret merah dengan dikawal. Pak Sarwo, idola dan kebanggaan, orangnya baik tetapi tegas.
Suatu hari Pray saat ketemu, setelah tahu mau masuk Akabri, beliau bertanya, "Kenapa daftar ke AU, Ayit? Mau tidak dipindahkan ke AD saja, supaya jadi Jenderal. Kamu lahir di Kutoarjo kan Kabupatennya Purworejo. Banyak tentara berasal dari Purworejo jadi Jenderal," katanya (catatan: Jenderal Ahmad Yani Alm dan Pak Sarwo asal Purworejo).
Pray mengatakan tetap di AU saja karena ingin jadi pilot MIG (sering lihat MIG karena rumah dekat lapangan udara Kemayoran).
Akhirnya beliau memberikan restu dan bagian terpenting adalah pesannya, "Kalau nanti jadi tentara, ingat ya kamu harus disiplin, tunduk, setia,hormat dan taat kepada atasanmu ya Yit, jangan centris dengan warna baju seragammu dan jangan menjadi pemberontak dan penghianat Bangsa. Saya doakan kamu sukses bisa jadi Jenderal".
Alhamdulillah, terima kasih, Pak. Pesan Sang Legend itu terus teringat hingga kini. Ternyata pesan beliau adalah bagian dari sumpah prajurit.
Pray saat itu mengenal baik keluarga beliau, putri-putrinya. Sebelum masuk Akabri, Pray kadang suka main ke Cijantung, ngobrol dengan 4 putrinya yaitu pertama Wiwiek (Wijiasih Cahyasasi), kedua Titi (Wrahasti Cendrawasih), ketiga Ani (Kristiani Herrawati Almarhumah), jadi Ibu Negara, isteri Pak SBY Presiden RI 2004-2014, keempat Tuti (Mastuti Rahayu). Kelima Edhie (Pramono Edhie Wibowo Alm.terakhir berpangkat Jenderal, sebagai Kasad) keenam Retno (Retno Cahyaningtyas) masih kecil saat itu.
Sementara Anto (Hartanto Edhie Wibowo), Pray belum pernah bertemu, saat itu belum lahir jadi tidak mengenalnya).
Hubungan persahabatan ayahanda Ran dengan Pak Sarwo berlanjut dan pada peringatan ulang tahun emas 50 tahun orang tua Pray (1985), Pak Sarwo dan ibu juga berkenan hadir dan memberi kata sambutan.
Penutup
Pak Sarwo pensiun dengan pangkat Letnan Jenderal TNI (Purn.) Beliau dilahirkan di Pangenjuru, Purworejo, Jawa Tengah, 25 Juli 1925 dan meninggal di Jakarta, pada tanggal 9 November 1989 pada umur 64 tahun.