Beberapa waktu terakhir, kita melihat adanya rasa khawatir beberapa pihak karena melihat atau mendengar berita tentang kasus Covid-19 di Indonesia yang diimpikan turun tetapi mendadak ada kenaikan kasus yang positif dalam tiga hari terakhir.
Menurut Gugus Tugas Covid, menilai kasus pandemi tidak bisa diisimpulkan dalam hitungan hari, tetapi harus diukur dalam dua minggu sejak diterapkan kebijakan.
Kini yang terjadi muncul rasa pesimisme masyarakat, bahwa dengan new normal yang disampaikan Presiden Jokowi, maka kasus akan meledak menjadi banyak. Mari kita bahas.
Antara Pesimis dengan Optimistis
Saat ini kita sedang perang dengan corona virus, di mana menurut teori perang, jangan sekali-sekali kita pesimis, moril rakyat akan jatuh, kepercayaan kepada pemerintah bisa turun.
Makna pesimis menurut KBBI adalah: orang yang bersikap atau berpandangan tidak mempunyai harapan baik (khawatir kalah, rugi, celaka, dsb).
Mengapa orang pesimis, karena tidak jelas dan yakin dengan yang dihadapi. Disinilah peran pemerintah dan tokoh-tokoh informal memberikan informasi yang benar dan dipahami khususnya kepada para grass root pada khususnya.
Dari tiga kasus pemaksaan mengambil jenazah terindikasi Covid, para pelaku tidak faham bahaya tertular dan resiko hukum selama tujuh tahun penjara.
Nah, kini harus diciptakan kondisi optimis kepada publik, dan bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, kalau kita sayang kepada bangsa kita, semua harus berpikir positif dan optimis. Jangan berpikir sesaat dan hanya menyalahkan pemerintah.
Optimistis di sini merupakan bentuk sikap percaya diri, yakin, serta memiliki harapan positif terhadap suatu hal baik tujuan maupun ujian.
Beberapa manfaat bersikap optimis, antara lain menjadikan kita senantiasa dapat berpikir positif dalam menyikapi segala perkara. Menjadikan diri tidak mudah menyerah dan putus asa.
Kita harus banyak-banyak bersyukur kepada Allah, tidak diberi cobaan seperti beberapa negara maju, modern yang kini pusing.