Ada rasa prihatin dan khawatir, level pejabat tinggi yang kareba jabatannya bersentuhan langsung dengan orang yang bisa terkontaminasi saja tidak alert, masih salaman, cipika-cipiki.Â
Menhub Budi Sukarya awalnya sibuk nyambut WNI yang datang dari Yokohama. Lalu pada Rabu (11/3) masih ikut rapat kabinet, bukan tidak mungkin sudah masa inkubasi. Beliau mungkin sudah tidak enak badan tapi menyepelekan karena semangat kerjanya.
Langkah pemda DKI yang mengimbau masyarakat membatasi kumpul-kumpul, meliburkan sekolah, menutup tempat rekreasi, apa efektif?Â
Kemarin mobil yang rekreasi ke Puncak, macet 7 km, ini bukti rakyat Jakarta cuek-cuek saja, tetap liburan. Nah, pemerintah sudah saatnya lebih tegas bertindak, atasi berkembangnya convid-19. Covid-19 ini silent killer, karena tidak kasat mata dan mampu berevolusi, tidak menunjukkan gejala seperti SARS. Convid-19 dapat dikatakan sebagai teroris kecil: tidak bisa mikir, tidak kasat mata, dan pintar menyelinap di tubuh manusia.
Data yang terinfeksi, 2/3 (2 kasus), 4/3 (6), 6/3 (19), 10/3 (27), 11/3 (69) , 13/3 (96)- 5 meninggal, 8 sembuh, 15/3 (117) - kenaikan 21, lokasi 19 Jakarta, 2 Jateng.
Indonesia punya pilihan, belajar dari China, Jepang, Korsel, Iran, Italia, Spanyol yang merupakan negara-negara maju, tetapi ada yang gagal dan ada yang lumayan sukses melawan Covid-19. Tetap saja yang terinfeksi banyak.
Presiden Jokowi sudah tepat membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Ketuanya Letjen Doni Monardo, ex Kopassus. Jadi beban tidak ditanggung di pundaknya sendiri.Â
Biarkan masing-masing Gubernur/Bupati berimprovisasi, itu tanggung jawab mereka kepada warga yang memilihnya. Ayo kita bergandeng tangan bersama, jangan sampai kita kalah sama virus yang tidak bisa mikir, sedang kita bisa mikir.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, jadi tumpuan utama, karena sepertinya Jakarta jadi epicentrum.Â
Kini Anies diuji, apa keputusannya melakukan kompartmentasi agar virus tidak meluas bisa sukses. Butuh keberanian dan pethitungan masak, ini momentum, yang bila sukses akan tertanam di hati warga.
Edukasi publik ini yang penting. Mau lockdown atau apa langkahnya, terserah, yang penting ambil keputusan dengan risiko yang sudah dihitung seperti perkiraan banyaknya yang kena. Kemungkinan RS tidak mampu menampung yang terjangkit dan bahkan hitung kemungkinan chaos, tebatasnya logistik.Â