Beberapa waktu terakhir menjelang pelantikan Presiden dan Wapres tanggal 20 Oktober 2019, muncul beberapa informasi dan indikasi adanya upaya penggagalan pelantikan.
Ada teroris JAD yang ditangkap karena mau melakukan amaliah, berupa suicide bombing. Â Densus 88 menemukan semacam bom racun
Aparat keamanan, baik BIN, Polri yang di-back up TNI dan Bais TNI sudah memetakan ATHG, counter preventif dan represif. Tidak berspekulasi mengingat cukup banyak kepala negara dan perwakilan negara sahabat yang akan hadir.
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menegaskan, yang ganggu pelantikan akan berhadapan dengan TNI (bahasa komunikasi; loud and clear).
Penulis pernah menulis mengingatkan, perlunya diperdalam rangkaian signal atas beberapa kasus seperti masalah IT rekening Mandiri, black out PLN, demo kekerasan warga Papua, statement pisau bermata dua World Bank yang menyebut Indonesia tidak kompetitif, menggeliatnya jaringan JAD
Hal itu perlu dibaca sebagai signal keras dengan pola proxy, turunkan atau pressure maksimal. Tersirat operasi conditioning yang sulit dibuktikan tapi dapat diraba.
Bagaimana persepsi intelijen membaca situasi dan kondisi yang berlaku? Greget berita penusukan Menko Polhukam Wiranto agak menurunkan derajat kepercayaan terhadap fungsi pengamanan (lid, pam, gal). Ada titik rawan yang bisa ditembus, apapun alasannya, dan siapapun pelakunya itu sudah terjadi.
Bukan bom tapi dengan pisau, ada yang mampu melakukan aksi teror dan melukai top ranking pembantu presiden. Mereka yang anti Jokowi bisa saja beroperasi sendiri-sendiri atau berkolaborasi, tergantung principle agent.
Bagaimanapun, pelantikan presiden dan wakil presiden adalah pertaruhan dan martabat bangsa Indonesia. Ada yang tetap mengancam akan demo dan ada pendukung yang akan datang, ini bisa dikendalikan dan disekat.
Pelantikan dinilai sebagai momentum bagi lawan politik dan kelompok die hard yang tidak puas. Aksi demo bisa digoreng menjadi anarkis seperti yang pernah  terjadi di seputaran DPR. Gaungnya akan besar dan jelas merugikan citra Indonesia pada umumnya dan Pak Jokowi pada khususnya.
Awasi  penyusupan dari teroris atau spesialis riot, dikalangan yang kontra maupun pro.