Pada 2019 ciri dari krisis berbentuk tindakan pembangkangan, seperti pertama, munculnya aksi anarkis, radikalisme dan terorisme. Kedua, terbentuknya agen jaringan hoax dan ketiga, anak bangsa jadi proxy kekuatan global, terjadinya perang sesama anak bangsa dan upaya menghancurkan negerinya sendiri.
Nah, dengan ungkapan tersebut, Pray mencoba mengerucutkan, kini makin terang adanya upaya menguasai Indonesia. AS dan China masing-masing sedang berusaha merebut hati dan pemikiran orang dan pejabat Indonesia. Instrumen dari kedua negara sudah dan sedang berjalan.
Apabila diperhatikan tiap instrumen merupakan ancaman. Sebagai contoh ada yang disebut sebagai debt trap (jebakan utang China), ada teraba juga upaya memberi signal kepada Presiden Jokowi terkait kasus Papua agar tidak terlalu dan ngepro ke China.
China lebih fokus ke masalah ekonomi bisnis, dengan memengaruhi pejabat dengan instrumen investasi, cengkeramannya lebih lambat tetapi konsisten. Kalau AS memang tidak ingin Indonesia seperti Syria atau Yaman, apabila diberi signal tidak juga faham, maka proxy yang akan aktif. Cost mengganti pimpinan nasional lebih murah dan resiko lebih kecil. Itulah operasi intelijen proxy...pinjam tangan.
Jadi kesimpulannya, ancaman Nasional dari luar tidak dalam bentuk perang terbuka tapi lebih kepada upaya proxy serta cara-cara yang ditetapkan dalam masing-masing instrumen sesuai kebutuhan.
Nah, mari kita bersama, khususnya keluarga besar FKPPI, sadari bahwa ancaman luar demikian serius. Tanpa kita perhatikan dan terlebih lagi bila kita tidak tahu, wah harus siap kalau suatu saat kita "ngagoler". Salam Pancasila. (Pray)
Penulis: Marsda Pur Prayitno Ramelan, Pengamat intelijen.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H