Ada dua artis pria yang populer kemudian sukses merambah dunia politik, Rano Karno dan Dede Yusuf. Rano kini menjadi wakil gubernur Banten dan Dede, wakil gubernur Jawa Barat. Nah kini Dede Yusuf yang nama aslinya Yusuf Macan Effendi dalam pilgub Jabar periode 2013-2018 berpisah dengan sang Gubernur Ahmad Heryawan (Aher). Dede yang dilahirkan di Jakarta tanggal 14 September 1966 dari pasangan Ir. Tammy Effendi (Alm) dan bintang film terkenal Rahayu Effendi berasal dari Bogor. Pusat Kajian dan Kepakaran Statistika (PK2S) Unpad pada 30 November-12 Desember 2012 pada hari Jumat (28/12/2012) mengeluarkan hasil survei keduanya berkaitan dengan pilkada Jabar periode 2013-2018  bertempat di di bekas Gedung Rektorat Universitas Padjadjaran. PK2S menyampaikan bahwa dari lima pasang cagub-cawagub yang terdaftar, dua pasangan meraih dukungan publik diatas  20 persen. Persepsi publik tersebut menunjukkan cukup tingginya elektabilitas (keterpilihan) pasangan Dede Yusuf-Lex Laksamana dan Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar di 26 kota dan Kabupaten. Menurut Sekretaris PK2S Unpad, Tata Wirasasmita, sisi keterpilihan (elektabilitas), pasangan Dede-Lex unggul dengan 31,28 persen suara. Kedua pasangan Heryawan-Mizwar dengan 26,46 persen, ketiga Rieke-Teten 10,44 persen, keempat Irianto-Tatang 8,63 persen, dan kelima  Dikdik-Cecep 1,15 persen. Dari sisi popularitas, hasil survei yang dilaksanakan pada 30 November-12 Desember 2012 terhadap 2.313 responden menunjukkan popularitas pasangan Heryawan-Mizwar unggul dengan 42,48 persen suara, Dede-Lex 27,91 persen, Rieke-Teten 26,08 persen, Irianto-Tatang 13,58, dan Dikdik-Cecep 4,81 persen. Dari sisi perorangan, popularitas masing-masing calon meningkat setelah mereka melakukan sosialisasi. Dede Yusuf Macan mampu mengungguli petahana Ahmad Heryawan Aher. Ketua PK2S Toni Toharudin mengatakan,  "Dari hasil survei pertama menyatakan tingkat popularitas Dede Yusuf masih paling tinggi 34,4 persen. Di survei yang kedua Dede Yusuf juga masih paling tinggi yakni 49,96 persen," katanya. "Tingkat popularitas-individual kedua itu ditempati Deddy Mizwar ini mencapai 43,12 persen. Nama Deddy Mizwar tidak muncul di survei pertama, karena survei pertama baru balon (bakal calon)," kata Toni. Urutan ketiga popularitas individual ditempati Ahmad Heryawan 41,84 persen (survei pertama 19,75 persen). Keempat, Rieke Dyah Pitaloka, 41,1 persen sementara pada survei pertama hanya 7,37 persen. Irianto MS Syafiuddin atau Yance menempati urutan kelima yakni 19,56 persen. Selanjutnya, Teten Masduki 11,06 persen, Tatang Farhanul Hakim 7,6 persen, Cecep Nana Suryana Toyib 5,84 persen, Lex Laksamana 5,84 persen dan Dikdik Mulyana Arif Mansur 3,78 persen. Selanjutnya Sekretaris PK2S Unpad tersebut menyebutkan bahwa kantong suara Dede-Lex berada di daerah Bogor dan Cianjur. Sedangkan kantong suara Heryawan-Mizwar di wilayah Bandung Raya yang meliputi Kota dan Kabupaten Bandung, Cimahi, serta Bandung Barat. Di daerah lain, seperti Priangan (Garut, Tasikmalaya, dan sekitarnya), terbilang merata. Informasi lain dari Unpad, Sosiolog Universitas Padjadjaran, Budi Rajab, mengatakan pemilih lebih menimbang kinerja dan kesohoran artis daripada ideologi partai-partai pengusung calon. Partai lebih pragmatis dalam pencalonan, yang penting pasangan bisa berguna dan bisa menang. Di sisi lain, kesohoran calon dari kalangan artis bisa mendongkrak jumlah pemilih. Tata juga menyebutkan bahwa terlihat fenomena ketidakpatuhan responden yang berafiliasi ke partai. Mereka tidak memilih pasangan usungan partai. "Mereka memilih berdasarkan pertimbangan kinerja calon dan popularitasnya," katanya. Namun, 50 persen responden mengatakan pilihan itu masih bisa berubah. Hasil survei tersebut jelas membuat resah mereka yang di survei serta para pendukungnya, khususnya yang elektabilitasnya rendah. Aher menyatakan,"Tidak masalah. Ada survei yang mengungguli kami, ada pula yang sedikit di bawah. Bagi saya yang penting tetap bekerja dan bekerja rakyat, terus menjalankan tanggungjawab. Itu saja," katanya di Bandung, Jumat (28/12). Sementara Ketua team pemenangan Rieke, Hasanudin mengatakan masih optimis dengan kemenangan Rieke, dan survei hanyalah survei. Apa yang bisa dilihat dari hasil survei tersebut? Karena yang melakukan survei adalah sebuah Universitas besar dan ternama di Jawa Barat, sebenarnya para calon sebaiknya menyikapi dengan hati-hati. Unpad jelas menggunakan metode ilmiahnya serta tidak mau mempertaruhkan kredibilitasnya dalam kegiatan tersebut. Walau survei hanya menghasilkan sebuah persepsi publik, tetapi survei adalah satu-satunya alat ukur baik popularitas dan elektabilitas dalam sebuah pemilihan langsung. Jangan sepelekan persepsi tersebut, kalau tidak ingin menyesal. Memang diakui ada kegiatan survei berbayar yang tidak realistis, mengunggulkan yang membayar. Dan kadang survei meleset karena masyarakat demikian dinamis dan kritis, serta maju cara berfikirnya, misalnya kegagagalan beberapa lembaga survei saat membuat persepsi pilkada DKI Jakarta. Penulis mengikuti survei sejak pemilu 2004, dan hasilnya penulis susun dalam beberapa artikel hingga dapat dipergunakan dalam membuat ramalan (periksa artikel politik). Kembali kepada survei PK2S, penulis lebih cenderung menempatkan Dede-Laks pada posisi berkesempatan paling besar untuk memenangkan persaingan, survei menggambarkan demikian. Pesaing utamanya Aher petahana, dimana peran Deddy Mizwar nampaknya sangat besar  mendongkrak elektabilitas Aher-Mizwar. Mizwar popularitasnya mengungguli Aher sang Gubernur, hanya dibawah Dede Yusuf. Hasil survei menyatakan pemilih lebih fokus dan tertarik kepada kinerja calon dan popularitasnya. Kemudian kunci lainnya, munculnya fenomena ketidakpatuhan responden yang berafiliasi ke partai. Nah itulah kunci waktu sebulan setengah menjelang pemilihan. Rupanya kondisi psikologis masyarakat Jawa Barat kini hampir mirip dengan kondisi 2008, cara berfikir sederhana, tidak terpengaruh parpol, kesetiaan terhadap parpol tipis, akan memilih yang mereka kenal dan sukai serta melihat kinerja. Maksudnya apa yang bisa dilakukan calon untuk memajukan Jawa Barat. Kira-kira begitu. Survei PK2S Unpad ini menunjukkan bahwa elektabilitas Dede-Laksamana yang unggul, sedang sebulan yang lalu Puspaktis menunjukkan bawa elektabilitas Aher lebih unggul. Yang agak mengherankan, survei tidak menyentuh dan menggambarkan  soal Integritas yang kini menjadi gelombang masalah para pejabat pemda, atau barangkali selama kepemimpinan Aher-Dede, tidak ada kasus korupsi yang mencuat di Pemda Jabar? Kecuali kasus Bupati Aceng Garut, yang mencuat secara nasional. Itupun tidak berpengaruh secara umum terhadap para konstituen lainnya di Jabar. Jadi apa masih ada peluang bagi para calon lainnya untuk mengimbangi Dede Yusuf-Laksamana? Jelas ada, survei menunjukkan bahwa 50 persen responden menyatakan pilihan masih bisa berubah. Selamat berjuang kepada masing-masing calon, yang penting dalam sebuah pemilihan, informasi sekecil apapun ditangani dengan wise dan cerdas, jangan terlalu yakin dan jangan tidak percaya dengan informasi seperti survei ini. Ini adalah sebuah indikasi, yang menurut ilmu intelijen, adanya indikasi harus dicermati agar kita tidak kecolongan. Tinggal bagaimana merubah image konstituen Jabar, agar yakin dan positif melihat jagonya masing-masing. Pakai ilmu intelijen "Let them think, let them decide", biarkan rakyat berfikir dan biarkan rakyat memutuskan, naikkan brand image calon dan tunjukkan kinerja, peluang akan muncul. Apabila tim sukses  tetap beraksi dengan pola dan standard yang sama, maka menurut penulis, Si Macan yang akan tetap berpeluang besar akan menjadi Gubernur Jawa Barat. Cocok juga, maung akan memimpin daerah maung. Ini hanyalah sebuah prediksi belaka, Allah yang akan memutuskan, maka berikhtiarlah dengan benar. Prayitno Ramelan, www.ramalanintelijen.net Ilustrasi Gambar : nasional.kompas.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H