Mohon tunggu...
Prayitno Ramelan
Prayitno Ramelan Mohon Tunggu... Tentara - Pengamat Intelijen, Mantan Anggota Kelompok Ahli BNPT

Pray, sejak 2002 menjadi purnawirawan, mulai Sept. 2008 menulis di Kompasiana, "Old Soldier Never Die, they just fade away".. Pada usia senja, terus menyumbangkan pemikiran yang sedikit diketahuinya Sumbangan ini kecil artinya dibandingkan mereka-mereka yang jauh lebih ahli. Yang penting, karya ini keluar dari hati yang bersih, jauh dari kekotoran sbg Indy blogger. Mencintai negara dengan segenap jiwa raga. Tulisannya "Intelijen Bertawaf" telah diterbitkan Kompas Grasindo menjadi buku. Website lainnya: www.ramalanintelijen.net

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dalam 14 Hari, setara Satu Batalyon meninggal

25 Agustus 2012   02:58 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:21 859
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13458634041042060410

[caption id="attachment_194931" align="aligncenter" width="585" caption="Ilustrasi Gambar : rttmc-hubdat.com"][/caption] Bangsa Indonesia mestinya sangat bersedih, dan masing-masing dimanapun mengirimkan doa, khusus bagi yang muslim melaksanakan sholat gaib. Kenapa? Karena kita baru saja mendapat berita resmi bahwa telah meninggal dunia sebanyak 760 orang pemudik untuk melaksanakan lebaran di tempat mereka berasal. Mari kita lihat berita meninggal yang belum akan usai dan bahkan sangat berpeluang akan bertambah (semoga saja tidak). Menurut Laporan Sementara Posko Harian Tingkat Nasional Angkutan Lebaran Terpadu pada hari Jumat (24/8/2012),  tentang kasus kecelakaan lalu lintas sejak 11 Agustus (H-8) hingga 23 Agustus (H+3) pukul 20.00 WIB, telah terjadi 4.333 kejadian, dimana 760 orang telah meninggal dunia. Sedangkan jumlah korban luka berat 1.222 orang dan luka ringan 4.086 dengan jumlah kerugian diperkirakan mencapai Rp 8.330.279.704. Menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Pol Boy Rafli Amar saat menjelaskan kasus kecelakaan lalin hingga hari H+2,  dari jumlah korban tewas tahun ini (686 jiwa), 75,5% atau sebanyak 518 orang merupakan pengendara sepeda motor. Sementara, jumlah total kecelakaan arus mudik hingga H+2 melibatkan 6.695 kendaraan, sebanyak 4.147 unit atau 69,5% merupakan kendaraan roda dua, 933 mobil penumpang, 209 bus, dan 537 mobil barang. "Penyebab utama kecelakaan yakni kelalaian personel (human error) yang banyak terjadi di jalan raya,”ujarnya. Pengendara banyak yang tidak mematuhi aturan berlalu lintas, melewati batas kecepatan, tidak menaati rambu-rambu, dan melanggar etika berlalu lintas serta mengantuk. Penyebab lain adalah kelaikan kendaraan, kondisi jalan dan pengaruh cuaca. Banyak juga pengendara motor yang tidak mengindahkan aturan berat beban kendaraan. “Banyak yang membawa orang lebih dari dua,” kata Boy Rafli. Penulis beberapa kali menuliskan tentang kasus mengantar nyawa saat lebaran, dimana  kekhawatiran dan keprihatinan ternyata terbukti. Jumlah korban tewas justru pada tahun ini lebih banyak dibandingkan tahun lalu. Korban tewas sebanyak 760 jiwa, apabila dibandingkan dengan jumlah pasukan di TNI kira-kira setara dengan satu Batalyon (Yon)  infanteri. Jumlah personel batalyon infanteri kurang lebih 700 hingga 1000 orang, batalyon biasanya dipimpin seorang Mayor (senior) atau Letnan Kolonel. Dalam satu batalyon biasanya terdapat 3-6 kompi. Dengan demikian maka jumlah korban lebih rinci  tiga hingga enam kompi pasukan. Oleh karena itu penulis dengan rasa prihatin menyebutkan bahwa korban adalah setara dengan satu Yon infanteri. Pemudik tanpa mereka duga akan mengalami celaka, melakukan eksodus yang jumlahnya entah beberapa Divisi apabila dihitung secara militer. Dari 760 jiwa korban yang jatuh, penulis menyebutnya sebagai sebuah Batalyon Antar Nyawa 19 Agustus 2012 (Yon 1912). Mengapa penulis menggunakan terminologi militer dalam kasus mudik? Maksudnya agar pembaca dapat membayangkan bertapa parah, mengerikan dan besarnya korban yang berjatuhan. Pada saat Indonesia berkonfrontasi dengan Malaysia pada tahun 1962-1966, menurut data Wikipedia, Indonesia tanpa dibantu negara manapun berperang melawan empat negara di palagan Kalimantan Utara, yaitu negara Malaysia, Britania Raya (Inggris), Selandia Baru (New Zealand) dan Australia. Dalam konflik bersenjata tersebut, di pihak sekutu Malaysia, korban yang jatuh 114 meninggal, 181 luka-luka. Sementara di pihak Indonesia, tercatat korban meninggal 590 jiwa, luka-luka 222 orang. Nah bandingkan dengan kasus mudik lebaran, hanya selama 12 hari berlangsungnya arus mudik bak eksodus, korban yang meninggal 760 jiwa, korban luka berat 1.222 dan luka ringan 4.086 orang. Menggiriskan bukan data tersebut. Pergerakan lebaran tanpa tembakan senapan serbu dan tembakan artileri sekalipun tersebut, jumlahnya jauh lebih banyak dan menakutkan dibandingkan perang campuh di hutan Kalimantan Utara yang berlangsung selama beberapa tahun antara militer Indonesia melawan militer empat negara . Lantas, pertanyaannya, hingga kapan kita Bangsa Indonesia akan membiarkan korban-korban terus berjatuhan? Detik menuliskan, bahwa  pemerintah sendiri jauh hari telah mengimbau masyarakat untuk tidak mudik menggunakan motor, termasuk dengan mengerahkan kapal angkut terbesar milik TNI AL untuk mengangkut pemudik bersama motornya dengan rute Jakarta-Semarang. Tapi ada daya, motor tampaknya tetap pilihan favorit pemudik dengan berbagai alasan, mulai terbatasnya alat transportasi maupun karena ongkosnya yang murah-meriah. Dari data diatas, tercatat korban meninggal saat eksodus sekitar 75% adalah pengendara sepeda motor, dan dari 6.695 kendaraan yang bergerak, sebanyak 69,5% adalah sepeda motor. Penyebabnya adalah human error (kesalahan manusia), kelaikan kendaraan, kondisi jalan raya dan cuaca. Melihat human error merupakan penyebab utama, maka disiplin dan kondisi pengemudi harus menjadi perhatian utama, demikian juga kondisi kendaraan, dengan keterbatasan sepeda motor, penumpang yang berlebihan dan barang bawaan akan menjadi penyebab kedua kecelakaan. Motor bebek jelas bukan moda transportasi jarak jauh, dinilai tidak memenuhi syarat. Penyebab ketiga adalah kondisi jalan raya, yang apabila kita membaca di media menjelang hari raya setiap tahun, rasanya bosan mendengar jalan tertentu baru dipersiapkan untuk mudik lebaran. Demikian beberapa data keprihatinan penulis yang dapat terkumpul, pasti juga menjadi keprihatinan kita semua dengan apa yang terjadi dengan saudara-saudara kita yang kemudian menjadi korban situasional saat akan bersilaturahim. Kini kembali penulis menghimbau kepada pemerintah jelasnya, apakah selama sebelas bulan sebelum Ramadhan tahun 2013 kita tidak bisa memikirkan bersama jalan keluar, agar kasus-kasus korban lalin serupa bisa  diminimalisir, atau kalau mungkin dihilangkan. Sulit nampaknya, karena ini menyangkut harapan, kepercayaan dan kemauan bersama untuk menanggulanginya. Negara lain atau orang asing pasti akan geleng-geleng kepala dan tidak mengerti dengan apa yang dialami Bangsa Indonesia saat setiap Hari Raya Idul Fitri ini. Murah sekali penyerahan nyawa di Indonesia, dan banyak pemudik yang mengetahui bahaya tersebut, tapi tetap saja  ditantangnya. Banyak dari orang asing itu yang tersenyum heran, tidak ada perang, tidak ada tornado dan tidak ada tsunami, dalam 12 hari 760 nyawa melayang. Pasti diluar nalar standard mereka sekalipun. Sebagai penutup, penulis memberikan saran kepada pemerintah, nampaknya sebaiknya dibuat sebuah Satgas (Satuan Tugas) atau apapun namanya oleh pemerintah yang tugasnya tidak hanya memantau, tetapi diberikan wewenang mengatur segala sesuatu dalam pelaksanaan pergerakan arus mudik, baik sejak masa persiapan jauh hari sebelumnya, saat eksodus berlangsung dan saat setelah eksodus. Penanganan kasus serius seperti ini jelas tidak hanya cukup dengan menghimbau saja, perlu ada langkah konkrit berupa perbaikan dan lain-lainnya, karena memang pemegang amanah ya tugasnya memikirkan rakyatnya bukan? Semoga tulisan sederhana ini ada manfaatnya bagi kita semua, jangan jadikan kasus kecelakaan dengan korban se-Batalyon (yang diperkirakan akan masih bertambah, karena arus mudik belum selesai) sebagai sebuah data dan laporan belaka, tugas para pemegang amanah tidak membiarkannya. Entah nanti di akhirat  kasus seperti ini akan ditanya atau tidak? Takut juga memegang amanah itu pastinya. Prayitno Ramelan, www.ramalanintelijen.net

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun