Mohon tunggu...
Prayitno Ramelan
Prayitno Ramelan Mohon Tunggu... Tentara - Pengamat Intelijen, Mantan Anggota Kelompok Ahli BNPT

Pray, sejak 2002 menjadi purnawirawan, mulai Sept. 2008 menulis di Kompasiana, "Old Soldier Never Die, they just fade away".. Pada usia senja, terus menyumbangkan pemikiran yang sedikit diketahuinya Sumbangan ini kecil artinya dibandingkan mereka-mereka yang jauh lebih ahli. Yang penting, karya ini keluar dari hati yang bersih, jauh dari kekotoran sbg Indy blogger. Mencintai negara dengan segenap jiwa raga. Tulisannya "Intelijen Bertawaf" telah diterbitkan Kompas Grasindo menjadi buku. Website lainnya: www.ramalanintelijen.net

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Tifatul Akan Direshuffle ?

21 Februari 2010   21:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:48 820
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tekan-menekan dalam politik adalah hal yang biasa, banyak yang tidak terlalu memusingkan masalah tersebut. Tetapi kalau tekanan diarahkan kepada individu atau elit politik, itu bukanlah hal yang biasa, karena menyangkut banyak persoalan bagi yang bersangkutan dan parpolnya masing-masing. Berita tentang reshuffle tetap menjadi berita yang menggelinding bak bola Persija, dimana para "Jak Mania," atau para suporternya yang demikian fanatik, nekat datang dan pulang ke kampung masing-masing dengan naik diatas bis yang melaju kencang. Nah, berita akan digantinya beberapa menteri KIB II nampaknya hanya menyentuh kelompok Golkar dan PKS. Golkar punya tiga menteri sedang PKS empat menteri. Partai Golkar melalui Ketua DPP yang kini menjadi wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso menyatakan apabila ada satu saja menteri Golkar yang diganti, maka Golkar akan berhitung, koalisi akan menjadi masalah baru dalam pertimbangan pimpinan Golkar. Sementara di internal PKS, mulai nampak perbedaan pendapat dalam menanggapi ancaman reshuffle. Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq menyatakan Sabtu (20/2) di gedung DPR sudah menyiapkan penggantinya kalau presiden melakukan reshuffle. PKS memiliki empat menteri di kabinet yaitu Tifatul Sembiring sebagai Menkominfo, Suswono (Menteri Pertanian), Suharna Surapranata (Menristek) dan Salim Segaf Al Jufri (Mensos). Dari isu yang bergulir, nampaknya nama Tifatul yang banyak disebut-sebut akan di lengserkan. Ancaman atau tekanan dari Golkar yang akan berhitung ulang apabila ada kadernya yang di reshuffle tidak membuat rasa takut pengurus Partai Demokrat. Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Hayono Isman mengatakan di Padang, Sabtu (20/2), partai koalisi yang memiliki pandangan berbeda dengan Partai Demokrat soal kasus Bank Century seharusnya secara kesatriya mengundurkan diri dari koalisi dan menarik menterinya dari kabinet. “Ini kan pilihan dan jangan diartikan sebagai sebuah ancaman. Dalam politik merupakan hal biasa di mana oposisi ingin mengambil kekuasaan. Koalisi harusnya jangan terbawa dalam irama oposisi," tegas Hayono. Kini timbul pertanyaan, kenapa Tifatul yang terancam akan di lengserkan? Dalam rapat kabinet beberapa waktu lalu, Presiden SBY memang memperingatkan menteri di Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II agar berhati-hati mengeluarkan pernyataan yang bisa menimbulkan salah persepsi di kalangan masyarakat. Presiden mengatakan, pemikiran atau wacana untuk menyusun aturan baik rancangan peraturan pemerintah (RPP) ataupun rancangan undang-undang (RUU) wajib dilaporkan kepada Presiden melalui Sekretaris Kabinet. “Baru setelah saya berikan disposisi bahwa peraturan pemerintah (PP) itu diperlukan misalnya, apalagi RUU, Saudara bisa mulai untuk menyusunnya. Nantinya tentu juga perlu dilaporkan kembali (ke Presiden), bahkan beberapa RUU atau RPP itu nanti dipresentasikan dalam sidang kabinet maupun paripurna untuk mendapatkan persetujuan,” ujar Presiden SBY saat memberikan arahannya dalam sidang kabinet paripurna di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Kamis (18/2). Menteri Tifatul banyak mendapat serangan dari masyarakat khususnya mengenai Rancangan Peraturan Menteri Kominfo tentang pembatasan konten multimedia di  internet (RPM Konten). RPM ini mendapat reaksi yang luas di masyarakat, khususnya para netters, termasuk kompasiana yang menegaskan "tolak RPM konten." Bagaimana presiden tidak merasa terganggu dengan cara berfikir Menkominfo tersebut yang menuai protes keras. Rancangan Peraturan Menteri (RPM) soal Konten Multimedia tersebut juga dikritik oleh Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD. Menurutnya, untuk mengatur kebebasan berbicara seharusnya menggunakan UU bukan peraturan menteri. "Pada prinsipnya, dalam UUD, mengeluarkan pendapat baik tulisan atau lisan dan kebebasan berbicara itu diatur oleh UU bukan oleh Permen atau PP," ujar Mahfud usai menghadiri silaturahmi ikatan alumni UII di Gedung Dephub, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Minggu (14/2). Selanjutnya di tegaskan oleh Mahfud, setiap upaya yang ingin membelenggu kebebasan pers, harus dengan UU. Karena dalam pasal 28 jo ayat 2 hak setiap orang itu dibatasi oleh hak orang lain dan hak kewajibannya oleh bangsa dan negara." Nah, dari tekanan masyarakat luas, dan penjelasan Ketua MK, maka  jelas sebagai pimpinan pemerintahan, wajar apabila presiden kemudian merasa tidak nyaman dan merasa terganggu. Bukankah menteri kabinet adalah pembantunya. Mestinya para menteri memahami bahwa dari pengalaman KIB-I, kelemahan kabinet adalah lemahnya rentang kedali antara pimpinan dengan menterinya yang sering berjalan semaunya sendiri. Oleh karena itu dalam KIB-II, nampaknya manajemen kodal lebih ditekankan untuk di patuhi. Presiden dalam kondisi bergetarnya situasi politik, mencoba mendinginkan situasi yang berlaku. Persoalan Bank Century saja belum usai, kini muncul masalah RPM konten, disamping rumors RUU kawin Siri yang menimbulkan gejolak baru di masyarakat. Oleh karena itu maka wajar apabila kini muncul nama Tifatul yang akan di reshuffle.  Selain Tifatul, siapa lagi yang di kabarkan akan di reshuffle? Jelas, rumusnya selain menteri dari dua kubu tersebut diatas, bisa saja menteri yang dievaluasi hasil kerjanya dalam 100 hari dianggap tidak memenuhi target yang ditetapkan oleh presiden. Mungkin PKS akan dikurangi dua kursi, ada kecenderungan Mentan. Dengan hak prerogatif yang melekat dalam jabatannya, maka tekanan reshuffle termasuk menjadi bagian dari "bargaining power" yang efektif bagi presiden. Apabila pimpinan tidak mempunyai power kuat, bisa kita bayangkan bertapa akan amburadulnya jalannya pemerintahan itu. Semuanya yang kini terjadi adalah resiko dari sebuah kabinet pelangi. Oleh karena itu memang sudah saatnya presiden berlaku lebih tegas tapi tetap penuh dengan perhitungan. Keputusan reshuffle ada ditangan presiden, karena itu, kita hanya bisa membahas dan menunggu. Ada  pepatah yang mengatakan, lain lubuk lain belalang...jelas lain partai lain pula belalangnya bukan?. PRAYITNO RAMELAN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun