Akhirnya Presiden SBY menjawab semua misteri, rumor dan keragu-raguan yang berkembang liar pada akhir-akhir ini dengan sebuah jawaban resmi  diluar dugaan banyak fihak. Presiden dalam konferensi pers menjelaskan dua hal yaitu masalah Bank Century dan masalah Chandra Hamzah-Bibit Samad Rianto. Presiden menyatakan bahwa berdasarkan hasil survei mendapat data bahwa masyarakat telah terbelah. Dijelaskannya bahwa sikap awalnya yang menginginkan forum atau majelis yang tepat adalah pengadilan, dengan proses penyelidikan dan penuntutan mendapat kepercayaan publik yang kuat, dimana proses penyidikan dan penuntutan itu fair, objektif, disertai bukti-bukti yang kuat, telah masuk ke ranah sosial dan bahkan ranah kehidupan masyarakat yang lebih besar. Oleh karena itu, faktor yang di pertimbangkan presiden bukan hanya proses penegakan hukum itu sendiri, tapi juga faktor-faktor lain seperti pendapat umum, keutuhan masyarakat kita, asas manfaat, serta kemungkinan berbedanya secara hakiki antara hukum dengan keadilan. Presiden memandang solusi dan opsi lain yang lebih baik dan dapat ditempuh, pihak kepolisian dan kejaksaan tidak membawa kasus ini ke pengadilan dengan tetap mempertimbangkan asas keadilan, namun perlu segera dilakukan tindakan-tindakan korektif dan perbaikan terhadap ketiga lembaga penting itu, yaitu Polri, Kejaksaan Agung, dan KPK. Apa yang disampaikan presiden itu langsung direspons Kejaksaan Agung dengan rencana mengeluarkan surat keterangan penghentian perkara (SKPP). ""Putusan presiden sebagai kepala pemerintahan, akan dipatuhi. Jaksa agung dan Kapolri hanya membantu. Kita akan menindaklanjuti dengan baik sikap Presiden. Kemungkinan besar SKPP, tetapi berkas dinyatakan lengkap dulu," kata Jakasa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Marwan Effendy, Senin malam (23/11). "Pasalnya, penyidik polri sudah memenuhi petunjuk yang diberikan oleh jaksa," katanya. Dengan demikian, walaupun masih mendapat kritikan dari berbagai pihak yang menyatakan tidak puas, keputusan tersebut adalah langkah terbaik presiden sesuai dengan janjinya. Presiden juga menyampaikan agar ketiga institusi tersebut melakukan pembenahan internal. Selain itu menurut penulis, kasus Bank Century sangat patut diamati dengan lebih jernih. Terdapat indikasi konspirasi yang berkembang apabila ditinjau dari sisi politik. Persoalan berangkat sejak SBY yang menjadi capres Partai Demokrat, memilih Boediono sebagai cawapresnya. Penunjukan Boediono telah mengecewakan banyak pihak, khususnya parpol menengah keatas yang menginginkan tokohnya dapat duduk sebagai pendamping SBY. Boediono adalah profesional, bukanlah tokoh politis, lemah apabila harus bertanding dalam ranah politik yang demikian keras dan tak mengenal belas kasihan. Pada saat ini Boediono sebagai wapres dituduh sebagai pejabat yang ikut bertanggung jawab dalam kasus dana penyertaan modal untuk membantu Bank Century. Keputusan penggelontoran dana bail out sebesar Rp 6,7 triliun untuk Bank Century ini diputuskan dalam rapat KSSK pada 21 November 2008. Pengambilan keputusan itu dihadiri oleh Menkeu selaku Ketua KSSK Sri Mulyani, Gubernur BI Boediono, Sekretaris KSSK Raden Pardede, Ketua Bapepam dan LK, serta anggota Dewan Komisioner LPS. Berdasarkan notulensi rapat KSSK yang ditandatangani oleh Boediono dan Sri Mulyani itu juga ditetapkan Bank Century sebagai bank gagal yang berdampak sistemik. Dalam laporan hasil audit investigatif BPK disebutkan, Bank Century sudah 'bermasalah' sejak awal proses akuisisnya. Ketua BPK Hadi Purnomo mengungkapkan, dalam proses akuisisi dan merger Century, BI yang saat itu dipimpin oleh Boediono telah bersikap tidak tegas dan tidak prudent dalam menerapkan aturan dan persyaratan yang ditetapkannya sendiri. BI juga tidak bertindak tegas terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan Bank Century selama 2005-2008. BPK juga menemukan fakta, BI tidak memberikan informasi yang sesungguhnya, lengkap, dan mutakhir pada saat menyampaikan Bank Century sebagai bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik kepada Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). "BI baru menerapkan secara tegas ketentuan PPAP (pengakuan kerugian) atas aktiva-aktiva produktif setelah Bank Century diserahkan penanganannya kepada LPS sehingga terjadi peningkatan biaya penanganan Bank Century dari yang semula diperkirakan sebesar Rp632 miliar menjadi Rp6,7 triliun," kata Hadi. Temuan BPK juga menyebutkan, dalam penanganan Bank Century, LPS telah mengeluarkan biaya penanganan untuk PMS sebesar Rp 6,7 triliun yang digunakan untuk menutupi kerugian Bank Century. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 5,86 triliun merupakan kerugian Bank Century akibat adanya praktik-praktik tidak sehat dan pelanggaran-pelanggaran ketentuan oleh pengurus bank, pemegang saham, maupun pihak-pihak terkait Bank Century. Presiden SBY dalam penjelasan tentang kasu Bank Century menyatakan,  "Pada bulan November 2008 yang lalu apa yang dilakukan oleh pemerintah dan BI mestilah dikaitkan dengan situasi dan konteks demikian sehingga tidak dianggap keadaannya normal-normal saja." Tetapi saat ini, dijelaskan oleh SBY, yang menjadi perhatian DPR RI dan berbagai kalangan masyarakat adalah sejauh mana proses pengambilan keputusan dan tindakan penyaluran dana penyertaan modal sementara kepada Bank Century yang berjumlah Rp 6,7 triliun itu dinilai tepat atau proper, apakah ada pihak-pihak tertentu dengan kepentingannya sendiri, dan bukan kepentingan negara, meminta atau mengarahkan pihak pengambil keputusan dalam hal ini Menkeu dengan jajarannya dan BI yang memang keduanya memiliki kewenangan untuk itu. Presiden menyatakan, "Bahkan berkembang pula desas-desus dan rumor atau tegasnya fitnah yang mengatakan bahwa sebagian dana itu dirancang untuk dialirkan ke dana kampanye Partai Demokrat dan Capres SBY, fitnah yang sungguh kejam dan sangat menyakitkan," tegasnya. "Pada saatnya nanti saya akan meminta Menteri Keuangan dengan jajarannya bersama-sama dengan pihak BI untuk memberikan penjelasan dan klarifikasinya. Saya sungguh ingin keterbukaan dan akuntabilitas dapat kita tegakkan bersama. Saya juga ingin semua desas-desus kebohongan dan fitnah dapat disingkirkan dengan cara menghadirkan fakta dan kebenaran yang sesungguhnya," ujar Presiden SBY. Presiden mendukung usulan hak angket terhadap kasus Bank Century tersebut. Dari kasus Bank Century tersebut, nampaknya terbaca sebuah upaya penekanan terhadap pemerintah yang coba dijatuhkan baik "trust" maupun "credibility." Semula yang terbaca adalah upaya terselubung untuk merusak citra SBY dan Partai Demokrat, disangkutkan dalam penggelontoran  pergerakan uang haram tersebut. Penelitian lebih lanjut, rumor yang dilempar ternyata bertujuan untuk menarik perhatian publik kearah kasus tersebut. Pembuat skenario berusaha agar kasus ini tidak masuk angin, dimana hukum di negeri ini nampaknya demikian rapuh dan masuk angin. Banyak pihak meniupkan uang itu masuk kekantong Partai Demokrat demi untuk kepentingan pemilu dan pilpres, bahkan menyangkutkan beberapa pejabat yang menjadi tim sukses presiden. Kini setelah Presiden menyatakan dan mempersilahkan agar kasus Bank Century dibuka lebar-lebar dan transparan, semua menjadi lebih terang. Rupanya hasil investigasi internal memang demikian adanya, oleh karena itu SBY dengan gagah berani menyatakan soal transparansi tersebut. Nah, bagaimana "ending" kasus ini?. Pasti akan ada yang menjadi korban, karena tercatat adanya aliran dana yang tidak jelas, keluar dari aturan  dan berbau kriminal.  Dengan demikian, secara juridis formal pasti akan ada yang disalahkan, yaitu Pak Boediono dan Sri Mulyani. Menku bukanlah target utama, yang menjadi "prominent target" adalah Pak Boediono. Keputusannya tentang "bail out" pada saat menjabat Gubernur Bank Indonesia nampaknya akan dapat menyeret dirinya menjadi orang yang disalahkan. Lantas? Posisinya itulah yang kini diincar oleh si pembuat skenario. Kelemahan Boediono yang akan mereka serang, sebagai profesional, bukan politisi yang seharusnya mampu "berkelit" dalam menghadapi upaya perusakan citra dan pelibatan dalam sebuah kasus berbahaya. Apakah kita pernah berfikir bahwa dalam ranah politik masih terdapat orang-orang yang demikian besar ambisinya untuk menduduki jabatan?. Kini yang mereka incar adalah jabatan wapres itu, mungkin sebagai pijakan untuk menjadi RI-1 pada 2014 nanti. Menghalalkan cara adalah salah satu istilah yang  telah ada  sejak lama apabila kita berada di arena politik. Jabatan Menteri keatas adalah jabatan politis, yang oleh karena itu dia yang duduk disitu harus faham dan faseh ilmu politik. Jadi, mendatang kita akan melihat sebuah pertandingan adu pintar antara Partai Demokrat dengan partai besar lainnya. Partai Demokrat sebaiknya hati-hati dan waspada, jangan percaya seratus persen, termasuk kepada mereka yang disebut teman baiknya. Kondisi yang berlaku harus dihitung dengan benar. Yang menjadi target operasi adalah wakil dari pemimpinnya. Nampaknya pekerjaan rumah presiden yang berat masih akan muncul pada akhir tahun ini. Kapan ya kita damai dan mulai serius membangun?. Memang benar pendapat para ahli itu nampaknya,  "Yang abadi di dunia politik adalah kepentingan," maksudnya ya kepentingan masing-masing partai. PRAYITNO RAMELAN, Old Soldier Never Die.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H