Mohon tunggu...
Prawira Tama
Prawira Tama Mohon Tunggu... Insinyur - Pembaca

Prawira Tama, lahir di Lumajang dan hidup secara nomad di beberapa kota. Pernah terlibat dalam beberapa penulisan buku bersama. Buku (solo) kumpulan puisinya akan terbit segera.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi: Kupu-kupu Bulan

10 September 2020   17:17 Diperbarui: 16 September 2020   14:29 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kupu-kupu | Photo by Ray Hennessy on Unsplash

Dia adalah Luna,
cahaya bulan yang menyibak tatapan.
Tuturnya semilir angin malam,
membikin bulu roma menari-nari. 

Suatu hari dia merangkai pinta
supaya sayap tumbuh di punggungnya;
menjadi satu dari bidadari kayangan,
untuk melengkapi kesempurnaannya. 

Lalu seseorang berjubah malaikat datang 
menyemai janji untuk kabulkan pinta; 
menjabar retorika penuh ilusi, 
membuat keteguhan lepas dari hati. 

Namun dia tak pernah mendapatkan sayapnya.
Di tubuhnya tertulis banyak luka.
Janji ditukar dengan robek selaput dara,
menganga hingga ke dada.

Di malam terakhir, dia mendatangi takdirnya;
meralat pinta yang pernah dirangkainya.
Dia tak lagi berharap jadi bidadari kayangan.
Dia hanya ingin menjadi kupu-kupu di Bulan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun