Kondisi kecenderungan ini menyebabkan banyak siswa tidak dapat membangun pemahaman konsep-konsep dalam ilmu kimia yang paling fundamental, sehingga tidak dapat memahami konsep-konsep yang lebih tinggi tingkatannya.Â
Kesulitan memahami konsep mengakibatkan konsep tersebut menjadi konsep sukar yang memungkinkan siswa mengalami kesalahan konsep.Â
Siswa memiliki kesalahan konsep apabila memberikan jawaban salah yang sama pada soal yang berbeda secara konsisten. Kesalahan konsep pada konsep yang fundamental akan berdampak pada pemahaman konsep yang tingkatannya lebih tinggi.
Materi larutan elektrolit dan non-elektrolit adalah salah satu materi dalam mata pelajaran kimia yang penting untuk diketahui oleh siswa dalam tingkat SMA.Â
Dalam materi tersebut banyak hal yang dibahas dan tentunya tidak terlepas dari apa yang ada dalam kehidupan manusia sehari-hari namun, kadang ditemukan dalam proses pembelajaran ada siswa yang belum mampu membedakan mana larutan yang bersifat elektrolit, non-elektrolit, elektrolit kuat, dan elektrolit lemah.Â
Standar kompetensi dan kompentensi dasar elektrolit dan non-elektrolit mencakup tujuan pembelajaran yaitu: (1) mengidentifikasi larutan yang bersifat larutan elektrolit dan non-elektrolit berdasarkan kemampuannya menghantarkan listrik melalui percobaan, (2) mengelompokan larutan yang bersifa elektrolit dan non-elektrolit, (3) menjelaskan penyebab daya hantar listrik pada larutan elektrolit, (4) membedakan larutan elektrolit kuat dan lemah berdasarkan data percobaan, (5) menjelaskan senyawa-senyawa pembentuk larutan elektrolit, (6) memberi contoh larutan elektrolit yang termasuk dalam senyawa ion dan senyawa kovalen, (7) mengidentifikasi masalah lingkungan yang berhubungan dengan larutan elektrolit dan non-elektrolit (Purba, 2006: 164)
Perkembangan dunia abad 21 ditandai dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam segala segi kehidupan, termasuk dalam proses pembelajaran (Falode & Gambari, 2017); (Jack & Higgins, 2019); (Daryanto & Karim, 2017).Â
Proses pembelajaran yang tercantum dalam Kurikulum 2013 dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan, baik itu berupa hasil belajar peserta didik maupun kemampuan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Contoh pemanfaatan Teknologi Komunikasi (IT) dalam pembelajaran adalah terciptanya laboratorium virtual sebagai pengganti atau pendukung laboratorium nyata (Tatli & Ayas, 2013); (Arista & Kuswanto, 2018); (Sanjuan et al., 2017).Â
Masalah terbesar peserta didik dalam pembelajaran adalah miskonsepsi yang muncul terutama dalam pembelajaran kimia. Kesalahpahaman ini disebabkan karena pendidik hanya mengajarkan materi yang bersifat abstrak melalui pembelajaran di kelas, tidak dilengkapi dengan praktikum di laboratorium (Swandi, Hidayah, Irsan, 2014).Â
Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa pembelajaran sains seperti kimia, fisika, biologi, dan mata pelajaran lain yang menggunakan laboratorium atau kegiatan di luar kelas merupakan kegiatan yang sangat penting karena memiliki dampak positif dalam pengajaran dan pembelajaran (Jagodziski & Wolski, 2015).
Pembelajaran dengan metode praktikum melibatkan pengalaman peserta didik secara langsung dalam pembelajaran. Pengalaman langsung ini didapatkan dari interaksi peserta didik dengan media, sarana dan prasarana, serta komponen pembelajaran. Faktanya, masih banyak sekolah yang belum memiliki fasilitas laboratorium maupun kelengkapan-kelengkapan laboratorium. Kekurangan sarana laboratorium di tingkat SMA dapat diminimalisir dengan adanya media pembelajaran berbasis praktikum yaitu media laboratorium virtual.