Sebagaimana yang disebut dalam sutra White Lotus of Compassion, “Ananda, seandainya ada seorang petani yang memiliki lahan ladang yang sempurna, bebas dari bebatuan, subur, dan telah dibajak dengan baik. Andaikan sang petani memiliki benih yang segar dan sempurna. Andaikan petani ini menanam benih tersebut ke ladang yang dimaksud pada musim yang tepat, mengairi dengan rajin dan menjaganya sebaik mungkin. Andaikan petani ini kemudian berseru: ‘Wahai benih, hilanglah! Jangan tumbuh, saya tidak mau panen’. Hal ini akan sia-sia dan tidak akan menyebabkan benih tersebut gagal tumbuh dan petani tersebut pasti akan panen pada waktunya. Seperti halnya petani tersebut, jika seseorang dalam samsara memberikan persembahan kepada Buddha dan berkata: ‘semoga tindakan saya ini tidak akan membawa saya ke pencerahan’, maka hal tersebut juga tidak akan menghambat orang tersebut mencapai pencerahan (sebagai hasil dari persembahan yang diberikannya). Akar dari kebajikan yang dihasilkan dari memberikan persembahan kepada Buddha tidak akan pernah hilang dan akan selalu ada sampai akhirnya berbuah dan membawa orang tersebut kepada pencerahan, sekecil apapun persembahan yang diberikan.”
Kualitas seorang Buddha seperti yang digambarkan di atas dapat dicapai melalui dua aspek dari Dharma yaitu: Dharma kognitif (realisasi yang dicapai oleh seorang praktisi di dalam batinnya) dan Dharma tekstual (Tripitaka). Oleh karena itu, dapat dikatakan juga bahwa Dharma memiliki kualitas dan kemampuan untuk menghasilkan atribut-atribut seorang Buddha. Lebih jauh lagi, Buddha sendiri juga pernah berkata bahwa, “Barang siapa melihat Dharma maka dia juga melihat Saya."
Buddha juga bersabda bahwa, “Sangha adalah pewaris saya dan saya menitipkan ajaran Dharma ini kepada Sangha.” Memang saat ini di dunia, Sangha adalah representasi Buddha dan Sangha memiliki peran penting untuk menjaga kelestarian Dharma. Tanpa Sangha yang melestarikan dan mentransmisikan mindstream realisasi, maka Dharma hanya akan tinggal menjadi ajaran tekstual kosong di dalam buku-buku. Keberadaan Tiga Permata adalah sangat bergantung pada adanya Sangha.
Selanjutnya, yang menunjukkan apakah ajaran Buddha masih ada atau tidak di dunia ini juga adalah moralitas, sila-sila pratimoksha. Dharma baru dapat dikatakan ada dan belum merosot apabila aktivitas Vinaya juga masih ada dan dijalankan dengan sempurna. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Buddha di dalam Pratimoksha Sutra, “Ketika Saya tidak ada, maka moralitas lah yang akan menjadi Buddha untukmu.” Siapa lagi yang akan menjaga Vinaya jika bukan Sangha dan di mana lagi Sangha bisa melakukan aktivitas Vinaya dengan sempurna jika tidak di sebuah komunitas steril seperti sebuah biara.
Hingga saat ini, sistem monastik Sangha telah mampu bertahan selama kurang lebih 2,500 tahun, jauh lebih lama daripada Kerajaan Romawi, Kerajaan Cina maupun Kerajaan Inggris, dan ini semua dilakukan tanpa menggunakan kekuatan senjata maupun finansial, namun hanya mengandalkan kebajikan dan kebijaksanaan saja. Namun tidak ada yang dapat menjamin berapa lama ke depan sistem ini akan dapat tetap bertahan dan memberikan kontribusi penting bagi kehidupan manusia. Sangha dikatakan memiliki kontribusi penting bagi kehidupan manusia (dan sebenarnya bahkan seluruh makhluk hidup) karena sumber penderitaan makhluk hidup bukanlah berasal dari luar namun justru dari dalam dan yang dapat menyembuhkannya adalah Dharma ajaran Buddha. Oleh karena itu, kebahagiaan makhluk hidup adalah bergantung kepada ada atau tidaknya Dharma dan ini sangatlah bergantung kepada Sangha, kepada Vinaya dan kepada silsilah ordinasi. Diibaratkan sebagai sebuah mata air, dari mana berjuta-juta penduduk kota menerima air yang dibutuhkannya, seperti demikianlah Sangha merupakan muara, dari mana ajaran Buddha akan menyebar.
Kemudian, kita sampai pada sebuah pertanyaan bahwa hal apa yang dapat kita lakukan untuk memberikan manfaat yang paling besar bagi kebahagiaan makhluk hidup? Berdasarkan deduksi di atas, maka hal tersebut adalah membangun biara! Sebagaimana yang juga pernah disampaikan oleh Guru Atisha kepada murid utamanya, Dromtonpa, bahwa di antara semua fenomena sebab-akibat, kebajikan dari mendirikan biara adalah yang tertinggi. Mengapa? Karena dengan membangun biara, kita menciptakan harapan (akan kebebasan agung) dengan mempreservasi teks-teks ajaran Buddha serta mempersembahkan makanan dan tempat tinggal bagi Sangha. Dengan demikian, dapat dikatakan juga bahwa berdana bagi pembangunan sebuah biara adalah sebuah bentuk dana atau persembahan yang lengkap kepada Tiga Permata: Buddha, Dharma dan Sangha. Dapat pula dikatakan bahwa ultimate benefit dari berdana bagi pembangunan biara adalah akan membawa seseorang kepada pencerahan.
Buddha mengajarkan bahwa cara paling tinggi untuk mengakumulasi kebajikan dan kebijaksanaan melalui tubuh, ucapan dan batin adalah dengan membantu pembangunan biara ataupun pusat-pusat pengajaran Dharma lainnya, terutama di tempat-tempat yang sebelumnya memang belum ada bangunan seperti demikian. Kita tahu bahwa ada tiga jenis dana, yaitu memberikan materi, memberikan perlindungan dan memberikan Dharma, di mana dana memberikan Dharma adalah yang tertinggi. Seseorang yang membantu pembangunan biara berarti telah ikut menyediakan (memungkinkan adanya) sebuah tempat bagi orang untuk belajar dan mengajar Dharma. Biara bukan hanya akan menjadi tempat di mana satu atau dua orang saja yang belajar dan mengajar Dharma namun ratusan dan bahkan ribuan atau tak terhingga jumlahnya. Dan ini akan berlangsung untuk waktu yang tidak hanya setahun atau dua tahun namun bisa sampai ke generasi-generasi selanjutnya yang tak terhingga jumlahnya. Karena itu pula lah, Buddha mengatakan bahwa kebajikan yang terakumulasi dari membantu pembangunan biara adalah juga tidak terhingga jumlahnya. Bahkan meskipun ketika tidak ada lagi proses belajar-mengajar yang terjadi di dalam biara tersebut, keberadaannya saja dapat memberikan inspirasi bagi batin dan mengembangkan rasa bakti bagi orang-orang yang mengunjunginya, yang pada waktunya nanti dapat menyebabkan orang-orang tersebut termotivasi untuk belajar dan mencapai realisasi hanya dari koneksi karma akibat kunjungan/pertemuan tersebut. Ini dapat dirasakan sendiri bagi orang-orang yang pernah mengunjungi candi-candi Buddhis di Indonesia seperti Candi Borobudur, Candi Sewu, Candi Kalasan dan sebagainya di mana bangunan-bangunan kuno tersebut sudah tidak dipakai lagi untuk aktivitas Dharma di saat ini namun kunjungan-kunjungan tersebut dapat memicu inspirasi dan motivasi seseorang untuk praktik Dharma. Oleh karena itu, kebajikan dari membangun biara ataupun tempat-tempat sejenisnya adalah memang sangat luar biasa dan di luar nalar pikiran.
Lebih lanjut lagi, perlu diketahui juga bahwa di dalam the Perfection of Wisdom Sutra dikatakan bahwa dari 32 tanda utama yang menghiasi tubuh seorang Buddha dan menunjukkan bahwa pemiliknya adalah seorang makhluk agung, tanda utama yang paling sulit diperoleh adalah tonjolan mahkota (ushnisha) di atas kepala Beliau, dan tanda ini adalah dihasilkan berkat aktifitas berdana ke biara dan sering berlatih di biara. Adapun keagungan dan tingkat kesulitan untuk memperoleh ushnisha, dipaparkan di dalam Jewel Garland sebagai berikut: Menggabungkan seluruh kebajikan di dunia ini (termasuk kebajikan para arahat Pratyeka, arahat Sravaka, raja dunia dan sebagainya) hanya dapat menghasilkan sebuah lubang pori pada tubuh seorang Buddha. Seratus kali dari gabungan seluruh kebajikan yang dibutuhkan untuk menghasilkan seluruh pori tubuh seorang Buddha hanya dapat menghasilkan sebuah tanda sekunder dari tubuh Buddha. Seratus kali gabungan seluruh kebajikan yang dibutuhkan untuk menghasilkan keseluruhan 80 tanda sekunder seorang Buddha hanya dapat menghasilkan sebuah tanda utama pada tubuh Buddha. Seribu kali gabungan seluruh kebajikan yang dibutuhkan untuk menghasilkan 30 tanda utama seorang Buddha hanya dapat menghasilkan tanda utama berupa gulungan bulu suci berwarna putih di tengah alis (urnakesha) seorang Buddha. Dan seratus ribu kali kebajikan yang dibutuhkan untuk menghasilkan urnakesha barulah dapat menghasilkan usnisha seorang Buddha. Dari kedua sutra di atas, dapat ditarik kesimpulan sendiri mengenai betapa luar biasanya kekuatan kebajikan yang dapat dihasilkan dari aktifitas yang terkait dengan berdana dan berlatih di biara.
YM Dagpo Rinpoche, seorang guru besar yang silsilah kelahiran kembalinya dapat ditelusuri ke belakang sampai ke Guru Suwarnadwipa dari Kerajaaan Sriwijaya di Indonesia abad ke-10, juga sangat menyarankan kepada para umat awam untuk mendukung kehidupan monastik di biara meskipun kita sendiri belum tentu bisa menjadi bagian dari kehidupan tersebut untuk saat ini. Dengan melakukannya, kita akan memperoleh kebajikan yang sangat luar biasa besar dan ini merupakan sebuah cara purifikasi karma buruk yang sangat luar biasa efektif pula sehingga secara otomatis akan sangat bermanfaat bagi kehidupan yang akan datang. Dikatakan bahwa umat awam yang mendukung pembangunan sebuah biara, meskipun tidak hidup di dalam biara, akan mendapatkan kebajikan yang setara dengan mereka yang hidup di dalam biara tersebut. Apabila sebuah komunitas monastik yang sesungguhnya di mana ketiga aktifitas biara benar-benar dijalankan (belajar, merenung dan meditasi), maka secara perlahan, realisasi pada tahapan jalan akan terwujud dan secara otomatis pula, negeri ini akan memperoleh manfaatnya, antara lain seperti: penyakit dan halangan akan berkurang serta berkah akan berlimpah.
Mewujudkan Biara ini berarti membangun kembali kejayaan Buddhis dari warisan Sriwijaya dan Majapahit. Membangun biara ini berarti membangun sebuah institusi yang menghasilkan guru-guru spritual yang berkualitas dan memiliki realisasi bagi perkembangan kesejahteraan dan spritual untuk orang banyak. Biara ini akan bertahan hingga beribu-ribu tahun dan memberikan manfaat yang banyak bagi semua mahluk. Semoga tanah Nusantara ini kembali menghasilkan guru-guru berkualitas tinggi seperti Swarnadwipa di jaman Sriwijaya. Dengan demikian, negara tercinta ini dapat terus berkontribusi secara positif terhadap kemanusiaan, melanjutkan tradisi yang sebenarnya sudah dimulai sejak lebih dari seribu tahun yang lalu.