Hidup itu penuh ketidakpastian. Kebangkrutan korporasi raksasa di Amerika Serikat di era tahun 2000-an, sungguh merupakan peristiwa roda perputaran ekonomi yang tak terduga oleh pikiran awam. Mulai dari kebangkrutan korporasi energi Enron di tahun 2001, hingga Worldcom yang merupakan korporasi telekomunikasi nomor dua di AS pada tahun 2002. Lalu ada  United Airlines di tahun 2002, Conseco (2002), Global Crossing (2002), Chrysler (2009), General Motors (2009) dan ratusan korporasi lainnya. Kemudian yang membuat pasar global tercengang, dengan runtuhnya kedigdayaan Lehman Brothers di usianya yang ke 158 tahun. Firma jasa keuangan raksasa asal AS ini mengalami kebangkrutan dalam masa krisis keuangan global di tahun 2008.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, para raksasa digital dan yang berbasis teknologi pun tak dapat meneruskan kejayaannya. Ada Nokia, RIM, Kodak, Sony, Panasonic, Siemens Mobile. Sementara itu Yahoo meskipun tidak mengalami kebangkrutan, namun harus menerima kenyataan hanya mendapatkan nilai hampir US$ 4,48 milyar ketika diakuisisi oleh Verizon tahun ini. Padahal Microsoft pernah berniat menawar Yahoo senilai 44 milyar dolar AS pada tahun 2008. Bahkan Yahoo masih bernilai 125 milyar dolar AS ketika era puncak krisis dotcom.
Arab Saudi dan Brunei Darussalam yang merupakan negara penghasil utama migas dunia, kini tengah dalam kontraksi keuangan yang mendalam. Ini akibat dari penurunan harga minyak dunia yang terus merosot tajam dalam beberapa tahun terakhir. Jika gaya hidup glamor keluarga Kerajaan Brunei plus subsidi penuh bagi biaya hidup rakyatnya terus membebani anggaran, maka Arab Saudi selain gaya hidup hedonis pangeran keluarga kerajaan namun juga adanya peningkatan berbagai pembiayaan peperangan.
Di tanah air tercinta ini, telah banyak perusahaan telah menutup kegiatan operasionalnya sejak tahun 2016. Ada Toshiba Indonesia, Ford Motor Indonesia, Mazda Motor Indonesia. Sementara itu penutupan gerai tempat nongkrong Sevel (7-Eleven) agak mengejutkan terutama bagi kaum milenial di tahun 2017 ini.
Dalam anggapan benak banyak orang, dipastikan bahwa korporasi raksasa mapan tidak akan pernah mengalami kebangkrutan. Walaupun sempat terpuruk dalam jurang krisis terdalam, diyakini akan mampu mengalami kebangkitan kembali. Sementara dalam kehidupan pribadi nyata seseorang yang telah dianggap milyarder mapan dan terpandang pun, masih tersisa cerita kebangkrutannya yang sangat memilukan. Bahkan dalam kehidupan masyarakat biasa pun, kita dapat menemukan berbagai kisah yang juga tak kalah lebih menyedihkan.
Ada hal yang menarik ketika menghadiri Kompasiana Nangkring bersama AXA Indonesia pada 13 Juli 2017 di Hotel JS Luwansa Kuningan Jakarta Selatan. Selain dilakukan Malam Apresiasi dan Halal Bihalal nasabah AXA Indonesia, para hadirin sempat menjajal permainan Praxis. Setelah melihat peralatan yang digunakan, tentu kita akan terkenang dengan permainan monopoli di masa kecil.
Perjalanan hidup di dunia Praxis akan dimulai dari masa pendidikan (usia 0-25 tahun), masa produktif (25-65 tahun) dan 65 tahun hingga ?. Selama permainan, kita akan diarahkan untuk mengelola uang sebaik mungkin dan mengembangkannya menjadi aset serta kekayaan sesuai peruntukannya. Dalam menjalani Praxis ini, semua peserta permainan dianggap sebagai seorang eksekutif bergaji 2.500 dolar perbulan. Setiap melakukan kocokan dadu (3 buah dadu sekaligus), kita akan sering menemukan saat waktunya melakukan penyetoran dana ke rekening tabungan, rekening dana pensiun, rekening saham pasar modal, premi asuransi, program MIP.
Dalam setiap pengocokan dadu, kita akan dihadapkan pada situasi perubahan kehidupan sehari-hari. Entah itu kondisi perubahan kesehatan ( seperti wabah penyakit demam berdarah, kecelakaan lalu lintas, serangan jantung mendadak), maupun kondisi perubahan ekonomi (seperti PHK dari tempat bekerja, berpindah pekerjaan, gejolak harga saham di pasar modal, kenaikan/ penurunan harga investasi properti, mendapatkan rejeki undian berhadiah, siklus boom dengan adanya investment grade Indonesia oleh Lembaga S&P serta masuknya investor asing ke tanah air, siklus resesi akibat pengaruh reaksi pasar global terhadap kebijakan perekonomian negara adidaya).
Di akhir permainan, disimulasikan sebagai periode untuk memasuki masa pensiun. Di sini lah setiap peserta permainan akan menemukan, apakah akan merasakan kehidupan yang nyaman atau tidak. Dalam akhir permainan ini, ternyata dalam memasuki masa pensiunku masih tersedia dana 42.800 dolar. Pikiranku pastilah peserta tertinggi akan menikmati dana berkisar 50.000 dolar. Pikiranku ternyata salah besar. Ada yang memiliki dana sekitar >50.000 dolar, >80.000 dolar, >90.000 dolar, >100.000 dolar, bahkan ada yang hampir mencapai 150.000 dolar.