Alhasil, masih ada penduduk yang menggantungkan hidupnya sebagai penjaja koran alias loper koran. Bahkan loper koran langganan saya membeli majalah Bobo sejak kecil, masih tetap setia dengan pekerjaannya ini, "Rezeki sudah ada yang ngatur, yang penting halal," begitu katanya setiap kali saya tanya kenapa bisa betah terus-terusan menjadi loper koran.
Para loper koran inilah yang menjadi alasan mengapa saya belum berminat untuk berlangganan Kompas.id. Jika kita kemudian berlangganan layanan digital, bagaimana nasib mereka yang masih menjajakan versi cetak Harian Kompas ini? Memang jika dilihat dari katalog di halaman Kompas.id ada beberapa pilihan tersedia, selain berlangganan Kompas.id kita pun bisa berlangganan versi cetaknya.
Tapi, saya tidak tahu jelas bagaimana dan apakah ada kompensasi pada para loper koran ini jika kemudian saya berlangganan versi cetak dengan membayar langsung pada Kompas itu sendiri. Bagaimana jika tidak ada kompensasi bagi para loper koran? Artinya mereka juga kehilangan setidaknya Rp 4 ribu per hari. Karena itulah saya belum begitu tertarik untuk berlangganan Kompas.id, pertama karena masalah pada mata dan kedua saya ingin memastikan masih ada pemasukan setidaknya Rp 4rb setiap harinya pada loper koran.
Selamat Ulang Tahun Kompas, semoga selalu menjadi amanat hati nurani rakyat.Â
Tetep jadi paling keren!