Mohon tunggu...
ed pratolo
ed pratolo Mohon Tunggu... -

contrarian and independent thinker

Selanjutnya

Tutup

Money

Lies, Damned Lies, and Statistics

4 Oktober 2010   00:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:45 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Doa yang harus kita baca setiap hari adalah: “Kami berlindung kepada Allah dari para pemimpin lemah yang suka membual.”

Bahwasanya Indonesia adalah Negara kaya raya dengan sumber daya alam, sudah diketahui dunia:

1.Penghasil natural gas No.12 di dunia

2.Penghasil crude oil No.27 di dunia

3.Penghasil palm oil No.1 di dunia

4.Memiliki tambang dengan cadangan biji emas No.1 di dunia

5.Penghasil biji tembaga No.6 di dunia

6.Memiliki cadangan batubara No.15 di dunia, dan penghasil (produsen) batubara No.8 di dunia.

Tapi malang bagi bangsa Indonesia, terus-menerus dikibuli, bukan hanya oleh bangsa asing, tapi juga oleh para pemimpinnya sendiri.

Pertumbuhan Ekonomi

Baru-baru ini World Bank memuji Indonesia dalam Indonesia Economic Quarterly

“Berbeda dengan perekonomian negara-negara maju di dunia yang diterpa krisis, perekonomian Indonesia terus berkembang pesat. Hal ini bisa dilihat dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 6,2 persen di kuartal kedua tahun 2010.”

Laporan ini mislead. Negara-negara maju (developed countries) ekonominya sudah mature, paling tinggi pertumbuhan ekonomi pada kisaran 4-5%. Contoh kasus Jepang, ekonomi terbesar di asia dan no.2 di dunia. Pasca Perang Dunia II ekonomi jepang tumbuh ajaib, disebut Japanese Miracle, selama th 60an tumbuh rata-rata 10% per tahun. Inilah masa Jepang sebagai emerging market. Setelah itu Jepang tumbuh melambat, th 70an rata-rata tumbuh 5% per tahun, th 80 dan 90an rata-rata tumbuh 4% per tahun, th 2000an tumbuh rata-rata < 4%. Tengoklah Jerman, dg ekonomi terbesar di eropa dan no.4 di dunia, rata-rata tumbuh < 4% per th selama 1990-2010. Itu semua pertumbuhan ekonomi sebelum dikoreksi inflasi. Setelah inflasi, ekonomi negara maju hanya tumbuh rata-rata < 0,5% per tahun.

Ada beberapa hal yang membuat ekonomi kita tidak apple-to-apple dibandingkan developed countries.

  1. Indonesia adalah emerging market yang seharusnya dibandingkan dengan developing countries lainnya seperti Malaysia, Thailand, atau China, India, yang tumbuh 6-9% per tahun. Emerging market (seharusnya) menyerap investasi lebih banyak dibanding developed countries, sehingga ekonomi (seharusnya) tumbuh lebih tinggi.
  2. Indonesia adalah negara dengan tingkat inflasi tinggi, rata-rata hingga 6-7% per tahun selama 2004-2010. Jika pertumbuhan ekonomi Indonesia dikoreksi inflasi, maka pertumbuhan bersih kurang dari 1%. Benar, ini sama dengan pertumbuhan bersih ekonomi developed countries, tapi masih di bawah pertubuhan emerging markets. Malaysia misalnya, kuartal ini tumbuh 8% dengan inflasi hanya di kisaran 2-3% per tahun. Artinya pertumbuhan bersih ekonomi Malaysia > 5% kuartal ini. Ekonomi Indonesia kuartal ini tumbuh 6,2% dengan inflasi mencapai 5,2%. Pertumbuhan ekonomi riil kita hanya 1%, lebih rendah daripada Malaysia, Thailand, China, India.
  3. Ada dua persoalan utama mengapa ekonomi kita perlu tumbuh riil di atas developed countries. Pertama adalah angka pengangguran (unemployment rate), angka pengangguran di negara maju jauh lebih kecil daripada negara berkembang, sehingga ekonomi negara kita perlu tumbuh lebih tinggi untuk menyerap pengangguran. Kedua adalah angka kemiskinan. Jumlah penduduk miskin di negara berkembang jauh lebih besar daripada negara maju, sehingga ekonomi negara kita perlu tumbuh lebih tinggi untuk mengentaskan kemiskinan.

Teori United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (ESCAP), setiap pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen akan berhasil melepas 1 persen warga dari kemiskinan. Jika ada 100 juta rakyat miskin, walau pemerintah masih tetap memakai angka 30 jutaan, dengan pertumbuhan 7 persen baru 1 juta rakyat yang bebas dari kemiskinan. Untuk mengangkat atau membebaskan 100 juta rakyat dari kemiskinan, diperlukan pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen selama 100 tahun. Ini terlalu lama dan bahkan yang miskin itu mungkin tak akan pernah tertolong karena rata-rata kehidupan warga Indonesia hanya antara 60 dan 70 tahun.

Angka Kemiskinan

Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia pada Maret 2010 mencapai 31,02 juta (13,33 persen). Garis Kemiskinan ditentukan sbg pengeluaran sekitar Rp 200,000 /capita /bulan (saya sebut sekitar, karena rumus garis kemiskinan ini tdk saya temukan di web BPS), setara dengan kebutuhan 2100 kalori /hari /orang. Simply said, keluarga dg 4 anggota berpendapatan Rp 850,000/bulan tidak disebut miskin oleh BPS. Apakah angka ini logis menurut anda? Headcount index (angka kemiskinan) dan poverty line (garis kemiskinan) menurut World Bank bahkan lebih tinggi drpd standar BPS, yakni sekitar $2 per hari per org. Jika mengacu World Bank, institusi yg sama yg memuji pertumbuhan ekonomi Indonesia, maka penduduk miskin di Indonesia adalah setiap orang dengan pengeluaran per bulan kurang dari Rp 540.000. Atau jika diekstrapolasi, sama dengan keluarga dengan 4 anggota berpendapatan Rp 2.160.000 per bulan. Ini dengan asumsi keluarga tersebut tidak memiliki saving. Maka berapa banyak penduduk miskin di republik ini jika garis kemiskinan dibuat sesuai standar World Bank? Ironis, jika pemerintah ingin 'menyederajatkan' Rupiah dengan global currency, mengapa angka kemiskinan tidak diukur dengan standar yg sama tinggi? Apakah karena ada yang ingin mengaburkan jumlah penduduk miskin ? Atau karena para pemimpin tidak mampu berpikir divergen?

Menurut Kompas, jumlah penduduk miskin yang seharusnya adalah 76,4 juta orang. Angka ini mengacu jumlah penduduk yang mengikuti program Jaminan Kesehatan Masyarakat yang diperuntukkan bagi orang miskin. Angka itu lebih dari dua kali lipat dari angka penduduk miskin menurut BPS, yakni 31,02 juta jiwa pada tahun 2010.

Seperti pujian World Bank atas pertumbuhan ekonomi Indonesia, angka kemiskinan menurut BPS adalah deceptive.

Menakar Kualitas Pembangunan Ekonomi

Untuk menakar prestasi pemerintah atas pertumbuhan ekonomi, dapat dilihat dari kualitas pembangunan ekonomi. Salah satunya adalah penyerapan tenaga kerja atau penurunan unemployment rate. Dalam kurun waktu 2004-2010, unemployment rate Indonesia memang menurun dari 10,3% di 2004 menjadi 7,4% di 2010, tapi saya sangsi ini hanya kibulan statistik seperti angka kemiskinan di atas. Dibanding Malaysia, unemployment rate 2004-10 rata-rata 3,45%, angka pengangguran Indonesia 2004-10 rata-rata 9,3%, hampir tiga kali lipatnya.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi mengungkapkan, kebijakan pemerintah dalam 10 tahun ini menurunkan minat pengusaha berinvestasi di sektor padat karya, seperti manufaktur. Hal ini membuat pekerja sektor informal terus meningkat karena angkatan kerja yang seharusnya masuk pasar kerja terpaksa terjun ke sektor informal karena keterbatasan lapangan kerja. Dari data Badan Pusat Statistik, Februari 2010, dari 116 juta orang angkatan kerja, 107,4 juta orang bekerja. Sekitar 73,6 juta (68,6 persen) ada di sektor informal. ”APBN naik dari Rp 400 triliun menjadi Rp 1.200 triliun dalam 10 tahun, mengapa tidak mampu menurunkan sektor informal. Harus ada perbaikan. Pemerintah jangan hanya statement politik, lihat (peningkatan informal) di lapangan,” ujar Sofjan.

Menggelikan bagi saya adalah komentar ekonom senior Bank Dunia untuk Indonesia, Enrique Blanco Armas dalam pengantar laporan Indonesia Economic Quarterly. Dia menyanjung capital inflow (arus masuk modal asing) selama Juni dan Agustus 2010, mencapai 7,3 miliar dollar AS masuk ke Indonesia. "Dengan arus modal ini, diharapkan bisa membantu potensi pertumbuhan Indonesia serta mendukung perbaikan taraf hidup seluruh penduduk," katanya. Saya tidak tahu Mr.Enrique jebolan school of economics dari mana, tapi seharusnya dia tahu bahwa sebagian besar capital inflow ini masuk ke pasar modal. Akhir-akhir ini capital inflow ke Bursa Efek Indonesia mencapai kisaran Rp 4 triliun dalam satu pekan perdagangan bursa, menciptakan bubble pasar modal yang sewaktu-waktu pecah. Capital inflow ke pasar modal tidak berdampak pada pertumbuhan ekonomi atau pengurangan angka pengangguran.

Dalam perhitungan pertumbuhan ekonomi (GDP growth rate), GDP (Y) adalah jumlahan Consumption (C), Investment (I), Government Spending (G) and Net Exports (X - M); atau dalam formula Y = C + I + G + (X − M)

Investasi dalam rumus di atas mengecualikan investasi produk finansial seperti saham. Pembelian produk finansial dikategorikan sebagai saving, untuk menghidari double counting. Contoh kasus: jika saya membeli saham PT Astra Agro Lestari, lalu AALI menggunakan dana kita untuk ekspansi lahan sawit di Papua, maka dana saya akan terhitung dua kali, sebagai investasi finansial saya di pasar modal dan sebagai investasi riil lahan AALI. Oleh karena itu berapapun jumlah capital inflow masuk ke pasar modal, tidak akan menumbuhkan ekonomi (GDP).

World Bank, tentu bukan kumpulan ekonom ecek-ecek, mungkin memiliki tendensi untuk memuji pertumbuhan ekonomi Indonesia. Salah satu tujuan, agar pemerintah kita tampak punya prestasi di bidang ekonomi. Tapi apakah benar pemerintah ini punya prestasi? Anda bisa menilai dan merasakan sendiri. (c) pratolo.com Sep 2010

originally published at http://pratolo.com

See also:

http://www.tradingeconomics.com/indonesia/indicators/

(http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_countries_by_natural_gas_proven_reserves)

(http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_countries_by_proven_oil_reserves)

(http://en.wikipedia.org/wiki/Palm_oil#Indonesia)

(http://en.wikipedia.org/wiki/Grasberg_mine)

(http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_countries_by_copper_production)

(http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/09/28/11011454/Bank.Dunia.Ekonomi.Indonesia.Berkembang.Pesat)

(http://cetak.kompas.com/read/2010/09/19/03122993/Menghindari.Ekonomi.Slogan)

(http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/09/21/08431087/Angka.Kemiskinan.Simpang.Siur)

(http://cetak.kompas.com/read/2010/09/29/03512812/pekerjaan.baru.kian.minim)

(http://www.detikfinance.com/read/2010/05/18/150132/1359283/4/kualitas-pertumbuhan-ekonomi-dinilai-memburuk)

http://en.wikipedia.org/wiki/Lies,_damned_lies,_and_statistics

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun