Mohon tunggu...
Pratiwi Retnaningdyah
Pratiwi Retnaningdyah Mohon Tunggu... dosen sastra Inggris, pegiat literasi -

Penikmat sastra, peneliti kajian literasi, dosen sastra Inggris Universitas Negeri Surabaya. Blog pribadi ada di http://tiwi-lioness.blogspot.com dan http://doingliteracy.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Studi di Luar Negeri: Menyiasati Keuangan dan Waktu

6 September 2012   20:28 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:49 1543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Mahasiswa di kampus mana saja, baik di dalam maupun di luar negeri, dari level undergraduate sampai PhD, pasti pernah mengalami kondisi yang sama. Kekurangan uang untuk bayar SPP atau biaya hidup. Stress secara finansial memang berdampak negatif terhadap kondisi seorang mahasiswa, terutama dalam  menjalani studi dan juga hidup secara normal. Sebagian besar mahasiswa yang kuliah di luar negeri juga pernah mengalami atau setidaknya mengenal teman yang harus menghadapi tantangan menyeimbangkan antara studi dan kerja sampingan. Ini dilakukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan hidup dan akomodasi yang semakin mahal, terutama di kota metropolitan seperti Melbourne.

Adakah layanan kampus yang bisa membantu mahasiswa dengan kondisi keuangan yang mepet? Di kampus tempat saya belajar, The University of Melbourne, ada layanan mahasiswa yang bernama Student Financial Aid yang memberikan bantuan keuangan berdasarkan berbagai kondisi. Mulai pinjaman jangka pendek, jangka panjang tanpa bunga, sampai tunjangan akomodasi disediakan. Saya pernah memanfaatkan layanan ini, yakni ketika krisis keuangan saat harus membayar tagihan listrik yang melonjak saat musim dingin. Pada saat yang sama, child care benefit yang menopang 70 persen biaya penitipan anak saya juga sempat dicabut selama 1 bulan oleh Family Assistance Office Australia. Gara-gara imunisasi yang masih belum lengkap. Yang saya lakukan dalam kondisi darurat ini adalah menghubungi kantor Financial Aid untuk appointment, diwawancarai sebentar tentang keperluan pinjam uang. Tepatnya diajak ngobrol santai tentang perkembangan studi, sambil proses administrasi dijalankan. Saat itu juga, saya memperoleh dana segar. Tidak banyak. Saya cuma minta $AUD 500 untuk menutup kebutuhan. Dana seperti ini tidak pakai bunga. Proses pengembaliannyapun bisa dicicil selama 6 bulan, baik melalui rekening bank maupun secara tunai.

Pemanfaatan layanan seperti ini juga pernah saya gunakan ketika masih studi S2 di Texas 10 tahun yang lalu. Beasiswa belum turun saat tenggat waktu membayar SPP semakin dekat. Maka saya datangi Student Loan unit. Dengan proses yang ramah dan tidak berbelit, saya langsung memperoleh short-term loan sebesar $5000 untuk membayar separo SPP. Ya, SPP bisa dicicil 2 kali.  Saat itu, di tahun 2002-2004, biaya SPP yang saya bayar tiap semester untuk 3 mata kuliah berkisar antara $9,000-11,000.

Bagaimana dengan kondisi sekarang di Unimelb? Saya tidak lagi ribet dengan pembayaran SPP, karena salah satu beasiswa saya dalam bentuk bebas SPP. Meski begitu, saya juga mengamati pengalaman teman-teman mahasiswa internasional. Di mana saja, SPP untuk mahasiswa internasional berlipat dari mahasiswa lokal. Untuk tingkat undergraduate misalnya, tiap tahun orang tua perlu menyediakan sekitar $25,000-40,000 tiap tahun, bergantung fakultas dan jumlah mata kuliah yang diambil (subject-based fee).  Untuk mahasiswa MA atau PhD, SPP dikenakan tidak per mata kuliah, namun sesuai disiplin ilmu yang ditempuh (course-based fee). SPP yang dikenakan pada bidang Cultural Studies misalnya, adalah $AUD 23,150/tahun. Pastinya tuition di bidang Sciences atau bahkan Kedokteran jauh lebih tinggi.

SPP di universitas mana saja memang harus dibayar tepat waktu. Namun sistem yang diberlakukan untuk antisipasi keterlambatan pembayaran bisa berbeda-beda. Di kampus saya dulu di Texas State University-San Marcos, tuition fee bisa dicicil 2 kali/semester. Di Unimelb, berdasarkan informasi di website, juga berlaku hal yang sama, yakni cicilan 2 kali. Bila telat pembayarannya, maka denda $100 akan dikenakan. Bila tetap tidak terbayar, maka enrollment status akan dibatalkan, tapi tentunya bukan hutang SPPnya. Mahasiswa yang bersangkutan harus mendaftar kembali menjadi mahasiswa sebagaimana proses awal. Dalam kondisi terburuk, student visa malah bisa dicabut.

Bagaimana menyiasati kondisi seperti ini? Yang dilakukan beberapa teman adalah, mengajukan cuti, terutama bila yang bersangkutan mahasiswa PhD, di mana tidak ada perkuliahan yang harus diikuti. Untuk mahasiswa Masters yang harus kuliah, mau tidak mau ya harus mengupayakan dana segar. Nah, Student Financial Aid Unit juga memberikan layanan long-term loan maksimum $5,000. Pinjaman ini juga tanpa bunga, dengan masa pelunasan sampai menjelang lulus kuliah. Dana sebesar ini memang tidak cukup untuk membayar SPP. Tapi setidaknya bisa sebagai tambahan.

Usaha lain untuk mengatasi kesulitan membayar SPP atau kebutuhan hidup yang mahal di Melbourne tentunya dengan menjalani kerja sambilan. Apalagi bila keluarga juga ikut tinggal di Melbourne. Tidak perlu heran kiranya bila Anda berkesempatan dolan ke pasar tradisional seperti Queen Victoria Market (Vicmart), Anda akan dilayani oleh penjual yang menyandang status mahasiswa PhD atau Masters. Pekerjaan sebagai setup-packup specialist, alias buka tutup lapak juga dilakoni. Pukul 6-7 pagi, saat matahari belum muncul di musim dingin, para mahasiswa, terutama laki-laki, sudah sibuk memasang rangka dan meja untuk jualan. Pada pukul 9 pagi mereka akan kembali ke kampus, atau mungkin ke kerja sambilan yang lain. Di siang hari, sekitar pukul 2-3, mereka akan kembali ke pasar untuk menutup lapak. Pekerjaan seperti ini cukup berat untuk kalangan mahasiswi seperti saya. Maka pilihan yang tersedia adalah menjaga toko mulai pukul 9 pagi sampai 3 sore. Toko-toko yang cukup populer sebagai ajang kerja sambilan mahasiswi atau yang ibu rumah tangga yang mendampingi suami kuliah adalah toko T-shirt, scarf, mainan, dan souvenir.

Tentunya masih banyak jenis pekerjaan yang populer di kalangan mahasiswa Indonesia yang dikenal cukup tangguh. Bangun tengah malam menjelang subuh dilakoni untuk pekerjaan newspaper delivery. Ini rata-rata dipegang oleh mereka yang punya mobil. Untuk rute yang lebih dekat, ada yang sekalian bersepeda pagi. Banyak juga yang menjadi DJ (alias cuci piring) di restoran, waitress sekaligus kasir, asisten koki, child/aged carer, sampai petugas kebersihan, bongkar container di bandara, dan sebagainya.  Teman-teman Unesa yang pernah atau sedang kuliah di Melbourne dan sekitarnya tentunya juga bisa bercerita lebih banyak.

Pilihan untuk bekerja sambilan demi kebutuhan atau keinginan mengumpulkan dolar akhirnya menjadi pilihan pribadi masing-masing. Yang lajang bisa konsentrasi ke studi, dengan mengandalkan beasiswa, asalkan bisa mempertahankan pola hidup sederhana. Ada yang membatasi untuk bekerja hanya 1-2 hari, sekedar menambah kebutuhan biaya hidup. Di sisi lain, status student visa memberikan ijin bekerja yang semakin longgar, yakni maksimum 40 jam/2 minggu dan full time selama summer break. Maka godaan untuk menjadi full-time worker dan part-time student perlu selalu dikendalikan. Ini guyonan antar mahasiswa Indonesia. Sebagai mahasiswa internasional memang harus memegang status full-time student agar visa tetap berlaku. Bagaimanapun juga, tujuan utama datang ke Melbourne adalah untuk menuntut ilmu. Nilai yang pas-pasan, draft tesis yang tidak kunjung kelar, atau essay assignments yang menumpuk, menjadi warning yang cukup ampuh agar tidak jatuh pada godaan mendulang dolar.

Bicara tentang info lowongan pekerjaan, Unimelb memiliki layanan yang disebut Career Database. Unit ini memberikan informasi melalui student portal tentang berbagai jenis pekerjaan. Kategori part-time work, tutoring, volunteering, jobs in campus, sampai professional jobs untuk alumni, diupdate setiap hari dan bisa diakses oleh mahasiswa dan alumni.  Yang berminat bisa langsung menghubungi penyedia lowongan. Dari layanan ini pula saya beberapa kali melamar pekerjaan di seputaran kampus. Lowongan mulai menjadi postgraduate mentor untuk mahasiswa baru atau editor pernah saya coba. Belum pernah lolos juga, terutama karena saya sendiri masih mahasiswa tahun pertama saat itu. Satu-satunya pekerjaan yang pernah saya lakoni adalah jaga toko kaos di Vicmart. Itupun saya peroleh dari hasil pertemanan. Sesekali saya masih menerima telpon dari teman tersebut untuk menggantikannya jaga dan tutup toko selama beberapa jam.

Dengan waktu yang mulai longgar sekarang, setelah lolos ujian konfirmasi tahun pertama,  saya mulai mencari kesibukan lain selain mengerjakan tesis. Dari info di Career Database, saat ini saya sedang menjajagi pekerjaan yang mudah-mudahan pas dengan minat dan kemampuan. Seorang penulis cerita anak membutuhkan bantuan menterjemahkan bukunya ke  dalam berbagai bahasa Asia, termasuk Indonesia. Berbekal pengalaman penterjemahan  dan kemampuan di bidang sastra, saya menghubungi penulis tersebut. Kebetulan sekali rumahnya juga tidak jauh dari tempat tinggal saya.  Enaknya, pekerjaan bisa saya lakukan di rumah. Dengan demikian saya bisa lebih leluasa mengelola waktu. Si pemberi pekerjaan, orang Vietnam, juga meminta kesediaan mencantumkan nama saya di bukunya, bila nanti sudah diterbitkan. Tawaran yang layak dipertimbangkan. Bisa bekerja sesuai kemampuan, minat, dengan waktu yang bisa diatur sendiri.

Ada kegiatan lain yang juga sedang saya jajagi. Menjadi sukarelawan, mengajar pelajaran Agama Islam di SD. Minggu lalu saya baru saja mengikuti training untuk menjadi accredited tutor. Ya, meski volunteering, prosedur resmi tetap harus ditempuh. Tutor harus memegang Work-with-children check card. Kartu ini wajib dimiliki oleh siapa saja yang bekerja di layanan yang melibatkan anak-anak. Tujuannya untuk memastikan safety and security precautions, termasuk child abuse dan sexual harassment. Selain itu, tutor harus terakreditasi oleh lembaga resmi yang mengembangkan kurikulumnya, dan mengikuti training. Di negara bagian Victoria, organisasi nirlaba Arkan Toledo yang mengelola program Islamic SRI (Special Religious Instruction) ini.

Saya masih menunggu konfirmasi tentang akreditas dan penempatan. Bersama dengan 4 orang teman Indonesia lain, kami mengajukan permintaan untuk mengajar di Moreland Primary School. Ini SD di dekat tempat tinggal kami di Brunswick. Cukup banyak keluarga Indonesia yang tinggal di sini, dan yang anak-anaknya bersekolah di situ. Paling tidak ada sekitar 25 anak Indonesia yang muslim. Belum lagi keluarga muslim berkebangsaan lain. Tidak kurang 100 anak bisa dikumpulkan. Anak saya Adzra sendiri sudah saya daftarkan untuk masuk Prep Year tahun depan. Aturan di sini, SRI program bisa diberikan di state schools. Bila ada permintaan dari orang tua untuk mata pelajaran ini, pihak sekolah tidak boleh menolak. Namun di sisi lain, orang tua juga perlu berjuang mencari accredited tutor. Dengan semangat menjaga akidah anak-anak inilah, beberapa teman Indonesia menyediakan diri sebagai volunteer. Pada training Sabtu kemarin, sepertiga dari sekitar 25 peserta adalah orang Indonesia. Bila diklasifikasi, ternyata kami mewakili dua area yang memiliki komunitas orang Indonesia. Brunswick area, tempat tinggal banyak mahasiswa dari kampus-kampus kota seperti Unimelb, RMIT, dan Victoria University. Kawasan satunya adalah Clayton, markas mahasiswa dari Monash University.  Besarnya semangat untuk menjaga nilai-nilai agama anak-anak inilah yang mendorong kami untuk menyebarkan informasi training ke teman-teman lain. Alhamdulillah semakin banyak yang berminat dan langsung sign up di website Arkan Toledo.

Banyak tugas menanti saya. Bab-bab baru menunggu untuk dikerjakan. Conference papers perlu mulai ditulis. Sementara itu, bimbingan dengan supervisor juga mulai lebih longgar pada tahun kedua ini. Di sisi lain, tuntutan cari tambahan dana untuk rencana penelitian lapangan pada beberapa bulan mendatang juga perlu diantisipasi. Hasil pengajuan travel grants masih perlu ditunggu kepastiannya. Belum lagi perhatian bagi anak-anak yang tidak bisa dikesampingkan. Manajemen waktu praktis ada di tangan saya. Insya Allah dengan kerja keras, doa, dan dukungan dari suami, keluarga, dan teman-teman di Melbourne dan di tanah air, semuanya bisa dijalani dengan baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun