Mohon tunggu...
Politik

Tradisi atau Profesionalitas di Tubuh TNI?

12 Juni 2015   04:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:05 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertanyaan siapa yang akan melanjutkan jabatan Panglima TNI yang akan menggantikan Jenderal Moeldoko sudah terjawab. Dengan penunjukan Jendral Gatot Nurmantyo (Kepala Staff Angkatan Darat) sebagai calon tunggal Panglima TNI baru. Penunjukan ini telah diterima ketua DPR RI melalui surat yang dikirim langsung oleh Bapak Presiden yang berisi nama calon tunggal Panglima TNI. Dengan penunjukan ini berarti bapak Presiden Jokowi tak mengikuti tradisi yang ada, yang telah dilakukan sejak periode Presiden Gusdur hingga periode Presiden SBY yaitu pemilihan Panglima TNI secara bergilir.Yang seharusnya jatah Panglima TNI diberikan kepada KSAU (Kepala Staff Angkatan Udara)  yaitu Marsekal Agus Supriyatna untuk dijadikan Panglima TNI. Alasan Bapak Presiden Jokowi dengan penunjukan calon tunggal Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo yaitu untuk penguatan organisasi di tubuh TNI dalam mengadapi perubahan geopolitik, geoekonomi, geostrategi kawasan. Diharapkan Jenderal Gatot Nurmantyo dapat meneruskan tren positif yang telah dilakukan oleh Jenderal Moeldoko.

Memang suatu kebijakan pasti ada yang pro dan kontra. Begitu juga kebijakan yang diambil Presiden Jokowi dengan hanya mengakat satu calon tugal untuk langsung disetujui oleh DPR yang berasal dari Angkatan Darat yaitu Jendral Gatot Nurmantyo (Kepala Staff Angkatan Darat. Sebuah kebijakan yang benar-benar berani untuk melawan sebuah tradisi yang telah mengakar di dalam TNI sendiri.

Suatu kebijakan yang sebenarnya ada kelebihanaya dan kekurangannya. Kelebihan yang mungkin diharapkan Presiden Jokowi yang telah merasa memandang Jendral Gatot Nurmantyo mampu memecahkan permasalah dan tantangan yang menyakut perubahan geopolitik, geoekonomi, geostrategi kawasan. Yang itu begitu vital terhadap keberlangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Juga telah sangat Fahamnya Presiden Jokowi dengan sifat Dan karakter Calon yang dia pilih sendiri dengan penuh pertimbangan.

Sedangkan dari aspek kekuranganya walapun tidak nampak secara jelas pasti akan muncul sebuah kecemburuan dengan pengakatan Panglima TNI dari Angkatan Darat ini, karena TNI sendiri terdiri dari Ankatan Laut dan Angkatan Udara yang disitu telah memiliki Tradisi walapun tidak ditertulis dan menjadi sebuah peraturan untuk melakukan roling atau pergantian pemimpin dari tiap angkatan. Sebuah tradisi yang telah sangat lama mengakar. Dan dampak dari kecemburuan tadi bisa sangat berbahaya juga yaitu bisa meliputi alat alat pertahanan (alusista) juga lahan-lahan yang menjadi sengketa di tiap angkatan akan semakin jelas terlihat apabila panglima Gatot Nurmantyo tidak secara jeli dan adil dam menangapi permasalahan ini.

Sebenarnya Presiden Jokowi juga tidak salah dengan memilih secara mandiri siapa calon yang akan memimpin TNI yang dipandang beliua cocok dan mampu. DPR pun juga demikian karena DPR hanya berperan menguji kandidat yang diajukan oleh presiden apakah memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan yang dibutuhkan oleh pemimpin dan mengesahkan siap kandidatyang dipilih atau ditujuk oleh presiden sendiri. Malah yang justru terlihat janggal adalah pada UU yang mengatur tentang pemilihan Pimpinan di dalam TNI.

Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Pasal 13 ayat 4 UU itu hanya menyatakan panglima dapat dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari tiap-tiap angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan. Dari UU inilah yang memicu banyak penafsiran yang terjadi di pemerintahan. Karena UU ini kurang penjelasan yang mendetai mengenai Siapa seharusnya yang paling berhak dicalonkan sebagai pimpinan tertinggi didalam TNI. Sehingga bisa menghapuskan pandangan yang miring tentang tradisi yang telah terjadi bertahun-tahun sejak masa pemerintahan Presiden Gus dur.

Juga untuk menghidupkan Iklim yang demokratis didalam tubuh TNI sendiri agar lebih demokratis, barang siapa yang paling berkopetensi maka dialah yang berhak memimpin TNI sendiri. Olehnya seharusnya perlu sebuah revisi tentang penjelasan tentang UU yang mengatur tentang pimpinan TNI tadi agar Bisa dalam sebuah penafsiran yang sama. Sehingga kondisi TNI sendiri tetap kondusif dan utuh, sebagai penjaga Negara Kesatuan Repuplik Indonesia. Dan jangan dicampurkan kedalam urusan politik. Karena TNI haruslah netral sebagai imunitas Negara.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun