Terus terang saya tidak terlalu suka menonton berita politik yang mengecewakan. Saat ini saya lebih suka menonton serial India Jodha Akbar. Lalu beberapa waktu lalu saya menjadi lebih tertarik pada sosok Jokowi sekaligus aktor politik yang menurut kaca mata orang biasa seperti saya "galak." Presiden Jokowi ini memang spesial apalagi ketika penolakan grasi terpidana mati ditolak mentah-mentah. Kebetulan siang itu saya menonton MetroTv yang menayangkan press conference beliau menanggapi komentar Tonny Abbot tentang hukuman mati dan penolakan Brasil terhadap surat kepercayaan yang sontak membuat masyarakat Indonesia kesal.
Beberapa dari pembaca bisa saja tidak setuju, bisa juga sependapat tentang betapa spesialnya Jokowi. Memang tak bijak terlalu cepat untuk kita puas dengan pemerintahannya, tapi tidak boleh juga kita terlalu cepat menilai keberhasilannya karena negara ini tidak bisa di atur hanya dalam hitungan bulan (evaluasi 100 hari kerja?non sense !). Ada yang mengatakan presiden ke 7 ini "boneka", klemar klemer, bahkan beberapa ahli komunikasi menganalisa retorika beliau yang sangat jelek. Namun tidak sepantasnya warga negara Indonesia menghina Presidennya sendiri bukan?Presiden sudah terpilih mari didukung, evaluasi kinerjanya di akhir jabatannya.
Dibalik kelemahan dan kelebihannya, sadar atau tidak, sosok Jokowi telah mengubah beberapa mitos kepemimpinan di Indonesia. Menurut saya hal ini sangat baik karena menunjukkan bahwa bangsa kita mulai keluar dari pandangan pandangan sempit mengenai kepemimpinan, berikut adalah mitos-mitos yang berhasil diubah oleh Jokowi:
1. Pemimpin Harus Berpengalaman Lama
Seperti yang kita tahu, latar belakang Jokowi seorang pengusaha yang jadi walikota lalu menjadi orang no 1 DKI. Belum habis periode kepemimpinannya sebagai DKI1, beliau sudah mencalonkan diri menjadi Presiden di pemilu 2014 lalu. Banyak yang menuding bahwa beliau aji mumpung, titipan bahkan penistaan terhadap sumpah jabatan, namun dukungan rakyat kepadanya begitu besar hingga akhirnya diapun menjadi orang nomor 1 di Indonesia. Pengalamannya memimpin DKI belum sampai 5 tahun, dan sudah jadi Presiden. Walaupun kini setelah beberapa bulan jadi Presiden nampak kisruh (entah versi berita tv), namun Indonesia cukup membuat gentar beberapa negara. Tentu saja, terlalu cepat menilai keberhasilan kinerjanya, namun Jokowi mematahkan mitos bahwa pemimpin harus berpengalaman lama memimpin.
2. Pemimpin Tegas Dari Militer
"TIDAK ADA INTERVENSI ASING TERHADAP KEDAULATAN NEGARA" ungkap Presiden Jokowi kala siaran pers tentang hukuman mati gembong narkoba. Baru kali ini Indonesia memiliki pemimpin yang secara cepat mengeksekusi terpidana mati. Tanpa gentar menolak permintaan pertukaran tahanan dari pemerintah Australia. Beliau pun mengecam PBB agar tidak turut campur. Biar bukan dari militer, ketegasannya melampaui ekspektasi. Presiden ke 7 ini memang tegas, tapi kadang kurang mudah dipahami keinginannya apalagi kabinetnya yang cukup kontroversial. Selain hukuman mati, ada pula penenggelaman kapal ilegal yang juga tak pernah terjadi sebelumnya telah menjadi sorotan dunia.
3. Pejabat Tidak Pro Rakyat
Nah, entah ini benar atau tidak sebagai pencitraan, namun Jokowi melakukan hal yang tidak dilakukan pejabat lainnya dengan melakukan "blusukan". Beliau turun ke lapangan dan bersentuhan langsung dengan lapisan masyarakat. Masyarakat bawahpun nampaknya sangat senang. Jokowi mengubah image pejabat yang tidak pro rakyat menjadi lebih berpihak pada mereka yang miskin. Beberapa pakar komunikasi menganggap "blusukan" adalah produk pencitraan namun rakyat kebanyakan tidak berpikir terlalu jauh, mereka hanya bahagia dan mulai berpengharapan akan penghidupan yang lebih layak.
4. Pemimpin Harus Islam
Jokowi memang beragama muslim, namun pikiran beliau tampak moderat dengan memilih wakilnya Ahok yang notabene non muslim dan warga keturunan pula. Walau sempat dicaci maki bahkan di ancam oleh kelompok fanatik. tanpa ragu Ia dan Ahok bekerjasama memimpin Jakarta, bahkan keduanya amat dicintai masyarakat. Jokowi membuka cara pandang bahwa untuk menjadi pemimpin bukan karena agamanya tapi kompetensinya.