Mohon tunggu...
PRATIWI ANGGUN NURBAYANI
PRATIWI ANGGUN NURBAYANI Mohon Tunggu... -

mahasiswi Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Apa Beda Sekaten Kini dan Tahun Kemarin?

12 Desember 2012   11:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:47 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1355310534478383397

Pasar Malam Perayaan Sekaten (PMPS) atau yang biasa disingkat dengan istilah Sekaten diadakan setiap setahun sekali. Sekaten merupakan tradisi yang dimaksudkan untuk memperingati milad Nabi Muhammad SAW yang jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awal atau 12 Sasi Mulud. Perayaan diadakan selama 1 bulan penuh oleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. Tradisi ini sudah ada sejak zaman Kerajaan Demak (abad ke-16) yang berlokasi di alun-alun Utara Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Telah banyak pengamat yang menilai bahwa esensi dari Sekaten sedikit demi sedikit luntur. Entah faktanya benar atau tidak. Awalnya perayaan ini sebagai bentuk rasa syukur atas masuknya Islam ke Tanah Jawa yang diawali pada bulan Muharram atau Sasi Suro. Rasa syukur tersebut diwujudkan dengan Sekaten. Panitia menggelar beragam kesenian di panggung hiburan rakyat pagelaran Sekaten dengan menampilkan kesenian-kesenian Jawa sebagai bentuk hiburan dan nguri-nguri budaya. Namun, menurut penulis lambat laun pengunjung Sekaten lebih memilih wahana bermain di Sekaten, ketimbang melihat panggung hiburan rakyat tersebut.

Selasa (11/12), penulis berkesempatan mengunjungi Sekaten bersama rekan-rekan. Terdapat beberapa perbedaan dari tahun-tahun sebelumnya mengenai perayaan Sekaten tahun ini. Pada kesempatan ini pengunjung belum dipungut biaya karcis masuk sebab secara resmi Sekaten baru akan dibuka pada tanggal 21 Desember 2012. Meskipun demikian, pengunjung dan pedagang telah padat terlihat.

Penataan parkir yang sebelumnya hanya di pinggir-pinggir jalan kantor pos besar, kini telah mengambil porsi alun-alun utara paling awal. Sempitnya lahan parkir dan banyak saran kritik beberapa tahun sebelumnya, sehingga mengubah kebijakan tata letak parkir ini. Selain itu, jajanan khas pasar malam, seperti tahu petis, bolang-baling, arum manis juga berada di lapangan, tidak lagi di pinggir-pinggir jalan.

Mungkin wahana bermain bertambah banyak, akan tetapi jenisnya tidak ada yang baru bagi penulis. Beberapa di antaranya sudah pernah penulis coba sejak kecil, sehingga mengurungkan niat untuk mencobanya lagi.

Ada-ada saja sesuatu yang dibuat untuk mengundang minat pengunjung ke wahana bermain mereka. Seperti dalam wahana Kora-Kora yang melibatkan dua orang waria berdiri di belakang dengan berbusana terbuka. Hal ini mengundang daya tarik pengunjung, meskipun menurut penulis kemungkinan pengunjung malah risi untuk menaikinya.

Lain lagi dengan wahana ombak banyu yang dari kejauhan telah terdengar lagu disconya untuk menarik minat pengunjung. Penyewa wahana tersebut menggunakan sound system besar dan banyak, serta beberapa lampu disco agar terlihat ramai. Selain itu, tenaga manusia yang menggetarkan ombak banyu serta atraksi-atraksi penjaga stand yang berada di bawah maupun di atas wahana menjadi sensasi tersendiri bagi pengunjung.

Kreasi unik datang dari makanan. Kentang yang awalnya hanya berupa potongan-potongan, kini penyajiannya lain dari sebelumnya. Menggunakan alat pemotong khusus, dalam satu buah kentang terpotong-potong tetapi tidak terputus. Sehingga bisa ditusuk panjang. Rasanya pun beraneka macam, tergantung selera pembeli. Namun demikian, makanan khas pasar malam seperti es goreng tatap ramai pembeli.

Semua ada di Sekaten, dari mulai perabotan rumah tangga hingga keperluan sekolah, seperti buku-buku dan tas. Inilah Sekaten seperti halnya pasar tiban-pasar tiban yang lain dan bahkan lebih lengkap karena terdapat wahana bermain dan panggung kesenian sebagai hiburan masyarakat.

Harapannya agar Sekaten terus berinovasi dari tahun ke tahun, entah itu dari wahana bermainnya, jajanan-jajanannya, barang-barang yang dijual, dan tentunya inovasi dari bentuk keseniannya. Mempertahankan pagelaran kesenian dimaksudkan untuk nguri-nguri budaya Jawa yang mana sebagai visi dan misi serta tujuan para pendahulu yang menginisiasi Sekaten. Sehingga harapannya pengunjung yang datang tidak hanya mempersepsikan bahwa Sekaten adalah wahana bermain semata dan layaknya pasar tiban lainnya, tetapi mengetahui bahwa Sekaten dimaksudkan pula untuk nguri-nguri budaya Jawa.

Pemerintah DIY, panitia, dan segenap masyarakat yang memahami kesenian perlu kiranya berinovasi menyajikan bentuk kesenian budaya Jawa yang dapat mengundang daya tarik pengunjung. Seperti halnya lawakan Opera Van Java yang menghibur dengan gayanya yang tetap mempertahankan nuansa tradisional tetapi berinovasi dengan mengombinasikannya dengan sesuatu yang modern. Karena dengan tetap mempertahankan tradisi seni dan budaya, pengunjung tidak akan kehilangan makna akan latar belakang Sekaten. Semoga. Wallahualam bish showab.

gambar :  http://vergilisdead.wordpress.com/category/sekaten-ohsekaten/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun