Mohon tunggu...
PRATIWI ANGGUN NURBAYANI
PRATIWI ANGGUN NURBAYANI Mohon Tunggu... -

mahasiswi Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajar Puitisasi Orator Soekarno

25 November 2012   04:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:43 3858
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13538181281554978782

Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari mantan Presiden Soekarno, salah satunya keahliannya dalam menyampaikan orasi. Mantan Presiden Soekarno dikenal sebagi bapak orator yang hebat. Beliau dikenal sebagai orator dunia. Keahliannya dalam orasi atau beretorika membuat seluruh rakyat Indonesia maju tak gentar melawan sekutu. Istilah-istilah yang dikemukakan oleh mantan Presiden Soekarno tertanam kuat dalam ingatan bawah sadar rakyat Indonesia sehingga para penjajah dapat dicegah untuk menguasai bumi pertiwi. Diera mantan Presiden Soekarno, ketika bersitegang dengan Malaysia, beliau memberikan istilah 'Ganyang Malaysia'. Istilah lain, ketika konflik dengan Inggris, Presiden Soekarno mengajak rakyat Indonesia untuk 'Inggris Kita Linggis'. Kobaran semangat melalui istilah-istilah itu menancap kuat sebagai kobaran api semangat yang membara, dulu , kini, dan nanti. Strategi mantan Presiden Soekarno dalam menularkan keyakinannya untuk kemerdekaan Indonesia yakni dengan membuat istilah-istilah yang unik merepresentasikan semangat ajakan merdeka dan sejahtera bagi seluruh bangsa. Istilah 'ganyang', 'linggis', atau 'Amerika Kita Seterika' merupakan kata-kata yang mudah diingat dan dipahami oleh seluruh kalangan. Sehingga bersama-sama, tidak tersekat pada perbedaan suku, agama, ras, dan adat istiadat, rakyat Indonesia memperjuangkan tujuan yang satu yaitu merdeka atau mati. Mantan Presiden Soekarno dalam melakukan seruan dan ajakannya dalam retorika memiliki dimensi puitisasi kata-kata dan teknik impromptu. Dimensi puitisasi dapat dilihat dari diksi kata yang indah dan memiliki rima kata yang serupa. Sedangkan dalam teknik berpidato atau beretorika, mantan presiden Soekarno menggunakan teknik impromptu, yaitu retorika yang mendadak, tetapi berhasil menyuguhkan poin-poin penting dan penutup yang mengesankan. Teknik ini merupakan cikal bakal berkembangnya teknik retorika atau teknik berbicara di Yunani. Terilhami oleh Empedocles (430-490 SM) yang selanjutnya dipopulerkan oleh Gorgias di Yunani. Teknik retorika yang digunakan oleh mantan Presiden Soekarno ini cenderung berbeda dengan putrinya Megawati Soekarno Putri maupun presiden Susilo Bambang Sudoyono. Mantan presiden Megawati menggunakan teknik retorika manuskrip yakni hafalan dengan naskah. Sedangkan Presiden SBY lebih sering terlihat menggunakan teknik ekstempore yakni jenis retorika dengan outline atau catatan singkat.

[caption id="attachment_225690" align="alignleft" width="610" caption="pidato presiden soekarno "][/caption]

Belajar retorika, orasi, atau mengemukakan pendapat dari mantan Presiden Soekarno membuat seseorang perlu mengenali subjek yang diajak berbicara ketika akan berkomunikasi. Dengan mempelajari karakter orang yang akan diajak berbicara tersebut (komunikan), maka komunikasi yang terjadi akan efektif. Terlepas dari apakah gaya orator yang dibawakan oleh mantan Presiden Soekarno merupakan ciri khas karakter beliau, nampaknya para pemimpin mesti belajar bagaimana menyampaikan kebijakan dan mempengaruhi public dengan tepat sasaran. Sehingga sebuah pidato atau perintah yang disampaikan dapat dipahami dan dilaksanakan sesuai dengan komando. Hal ini karena tidak jarang pemimpin yang berorasi atau berpidato hanya terpaku pada teks yang ada. Kurang memiliki pendekatan terhadap subjek yang diajak berbicara. Seolah hanya ingin dipahami, tidak berusaha untuk memahami terlebih dahulu. Padahal, kebanyakan tataran ilmu dan wawasan para pemimpin atau komunikator ini lebih tinggi daripada komunikan. Namun, yang terjadi malah sebaliknya. Komunikan harus memahami apa yang disampaikan oleh komunikator atau orator dengan berat. Hal ini akan berimplikasi terhadap pesan yang diterima oleh pendengar. Tidak jarang pesan yang disampaikan oleh para pemimpin yang telah berada pada tataran level yang tinggi mengundang banyak sesuatu yang bersifat ambigu. Antara pesan atau perintah yang dimaksudkan oleh komunikator berbeda dengan makna yang dipahami oleh pendengar. Belajar orasi dari mantan Presiden Soekarno memperlihatkan bahwa meskipun memiliki wawasan yang luas dan ilmu yang banyak, perlu mempelajari teknik-teknik menyampaikan ide sesuai dengan karakteristik komunikan. Tidak lantas menggunakan kata-kata yang susah dicerna maknanya agar memperlihatkan status social yang dimiliki. Hal ini memerlukan kerendahan hati dan mau mengerti komunikan secara tepat. Sehingga apa yang dibicarakan dapat membekas. Wallahu a'lam. gambar : http://indiependen.com/wp-content/uploads/2012/07/soekarno-pidato.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun