Ada hal yang sangat mengusik hati penulis mengenai pilpres 2019, yaitu ketidakadilan yang dialami oleh Prabowo.
Jokowi sebagai pihak petahana tidak bertarung dengan ksatria, tetapi menggalang semua instrumen negara (kepala daerah, kepala camat & kepala desa, pegawai BUMN) untuk memenangkan dirinya. Jokowi juga membiarkan ketidakadilan hukum terjadi, di mana banyak pelanggaran dari para pendukung Prabowo yang dihukum, sementara pelanggaran dari para pendukung Jokowi didiamkan. Jokowi juga membiarkan proses penyelenggaraan pemilu berlangsung dengan penuh pelanggaran dan kecurangan.
Memang Jokowi tidak secara langsung melakukan kecurangan, tetapi faktor keberpihakan dan pembiaran pelanggaran itulah yang sangat mengusik rasa keadilan dan kejujuran pada pilpres 2019 kali ini. Segala cara dihalalkan untuk meraih kemenangan, termasuk dengan berlaku tidak adil kepada lawan saing.
Jokowi tidak mengakui semua kesalahan yang dilakukannya, bahkan Jokowi mengklaim bahwa pilpres 2019 sudah berlangsung dengan jujur dan adil. Ketika ada keluhan pelanggaran oleh pihak lawan, Jokowi secara acuh tidak acuh berkata supaya keluhan pelanggaran tersebut dilaporkan saja ke pihak penegakan hukum. Tidak ada rasa bersalah dan tanggung jawab dari Jokowi untuk merespon keluhan pelanggaran tersebut.
Pemilu 2019 kali ini sangat patut dipertanyakan aspek moralitas dari pihak penyelenggara pemilu, yaitu dari pihak pemerintah dan dari pihak KPU.
Apakah prinsip jujur dan adil memperbolehkan pihak petahana menggalang instrumen negara secara masif untuk memenangkan dirinya, sementara pihak lawan tidak boleh menggalang instrumen negara ?
Apakah prinsip jujur dan adil adalah berlaku tidak adil dalam penegakan hukum antara pihak petahana dengan pihak lawan saing ?
Apakah prinsip jujur dan adil adalah acuh tidak acuh terhadap pelanggaran yang terjadi di dalam proses penyelenggaraan pemilu ?
Pemilu 2019 sudah usai, tetapi aspek moralitas akan menjadi luka yang membekas di dalam hati sebagian masyarakat Indonesia yang menyaksikan dan merasakan ketidakadilan yang dilakukan oleh Jokowi kepada Prabowo.
Nasi sudah menjadi bubur, hal yang sudah terjadi tidak bisa terulang lagi. Untuk menghapus luka di hati lawan, tidak ada jalan lain selain daripada Jokowi harus mengakui semua kesalahannya selama ini dan meminta maaf secara pribadi kepada Prabowo.
Tanpa pengakuan kesalahan dan permintaan maaf, maka perdamaian dan persatuan akan mustahil dapat tercapai. Tidak ada jalan lain, selain daripada Jokowi harus mengakui semua kesalahannya dan meminta maaf secara pribadi kepada Prabowo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H