Selama beberapa dekade terakhir, Semenanjung Korea telah menjadi episentrum ketegangan geopolitik dunia. Kekhawatiran dunia semakin menjadi ketika menyaksikan ambisi nuklir Korea Utara. Lebih dari sekadar pertarungan hegemoni nuklir antar negara Korea, hal ini juga mencerminkan pertarungan kepentingan negara-negara adikuasa. Mari kita meninjau kembali sejarah tentang bagaimana Korea terpecah seperti sekarang ini.
SEJARAHÂ Sejak kekalahan Jepang pada Perang Dunia kedua tahun 1945, dua negara pemenang perang yakni Amerika Serikat dan Uni Soviet membagi daratan Korea dengan tujuan awal untuk mempersiapkan kemerdekaan bangsa Korea dari Jepang. Dalam pembagian ini, Amerika mengambil alih wilayah selatan dan Uni Soviet mengambil alih wilayah Utara. Amerika membangun pemerintahan militer di bagian selatan, sedang Uni Soviet membangun rezim komunis. Pada tahun 1948 dengan inisiasi Amerika Serikat, dilaksanakanlah pemungutan suara oleh PBB bagi rakyat Korea untuk menentukan masa depan mereka. Korea Utara memutuskan untuk menarik diri. Korea Selatan akhirnya membentuk pemerintahan sendiri dengan ideologi yang anti komunis dan mengangkat Syngman Rhee diangkat menjadi pemimpin. Setelahnya ketegangan antara Korea Utara dan Korea Selatan terus berlanjut hingga kini ditandai dengan banyaknya serangan yang terjadi dan intervensi negara adidaya seperti China dan Amerika Serikat.
 Sejak berakhirnya Perang Korea pada 1950, Korea Utara mulai mengembangkan teknologi senjata nuklir sebagai suatu jaminan keamanan bagi mereka ditengah situasi yang tidak kondusif. Pengembangan infrastruktur nuklir ini didukung oleh Uni Soviet dengan tujuan awal untuk keperluan medis, industri, serta penelitian. Seiring berjalannya waktu, Korea Utara kembali memanggil para ilmuannya untuk mendukung program pengembangan nuklir ini. Akhirnya, pada tahun 1990 dengan bantuan Dr. A.Q. Khan dimulailah pengembangan senjata nuklir uranium milik Korea Utara. Pada tahun 2003 CIA melaporkan bahwa Korea Utara akan memiliki Plutonium Radioaktif dan akan siap untuk menguji coba senjata nuklir pertama mereka pada tahun 2006. Kini senjata nuklir itu seolah-olah dijadikan sebagai alat diplomasi oleh Korea Utara. Mereka mendapat bantuan ekonomi melalui konsesi penghentian sementara program nuklir mereka sebagai imbalannya dan konsesi lainnya. Dengan kata lain, senjata nuklir Korea Utara adalah pedang sekaligus tameng bagi mereka untuk dapat tetap menunjukkan eksistensi mereka di peta geopolitik dunia.Â
AMBISI KIM JONG-UN DAN PENGARUH NEGARA ADIDAYA
 Kim Jong-Un kini berambisi agar Korea Utara menjadi negara dengan kekuatan nuklir paling kuat di dunia. Hal ini diungkapkannya secara langsung pada acara perayaan uji coba peluncuran rudal balistik antar benua (ICBM) pada 2022. Merespon ambisi Kim Jong-Un tersebut, Amerika Serikat tentu tidak tinggal diam. Amerika Serikat membuka berbagai pilihan untuk menghentikan ambisi mematikan tersebut, juga dalam jalur diplomasi seperti yang pernah disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony J. Blinken. Menurutnya, pihak Amerika telah beberapa kali mencoba membuka jalur komunikasi dan diplomasi namun tidak ada tanggapan dari Korea Utara. Mantan Presiden Amerika, Donald Trump juga telah beberapa kali mengadakan pertemuan dengan Kim Jong-Un, namun belum ada titik temu oleh kedua pihak mengenai upaya denuklirisasi yang coba dilakukan oleh Amerika.
Di lain sisi, China berusaha mengambil posisi aman dalam situasi ini. Dalam suatu kesempatan perwakilan China pada PBB mengungkapkan bahwa China tidak menginginkan uji coba nuklir oleh Korea Utara terus berlanjut. Namun, di situasi yang berbeda China pernah mengajukan veto atas sanksi yang coba dijatuhkan Amerika atas Korea Utara atas uji coba nuklir yang mereka lakukan. Tergabungnya China dalam PBB dan adanya kesamaan paham akan sesama penganut ideologi Komunisme membuat posisi China seakan dalam dilema. Sementara itu, Rusia seperti sedang terus membangun romansa hubungan dengan Korea Utara. Mereka seperti tidak ingin melupakan bagaimana awal hubungan yang telah bangun pada saat Uni Soviet menguasai daratan Korea Utara. Adanya perang Rusia-Ukraina juga membuat Rusia membutuhkan tambahan kekuatan untuk memenangkan perang tersebut mengingat Amerika Serikat telah memberi izin kepada Ukraina untuk menggunakan senjata buatan Amerika. Upaya Vladimir Putin dalam beberapa kali pertemuannya dengan Kim Jong-Un diyakini sebagai suatu kesempatan bagi Rusia untuk membangun kerjasama militer antar keduanya. Putin kemungkinan membutuhkan Korea Utara dalam hal persenjataan bagi militernya. Sedangkan bagi Korea Utara, mereka juga membutuhkan 'sesuatu' dari Rusia, yang diperkirakan pada bidang teknologi untuk membantu Korea Utara dalam program peluncuran satelit pengintai miliknya.Â
PREDIKSI DAN SOLUSI
 Belum adanya titik temu antar negara Semenanjung Korea dan negara-negara berpengaruh membuat situasi geopolitik dunia belum dapat diprediksi menuju arah yang lebih baik. Korea Utara kemungkinan akan terus berusaha mengembangkan persenjataan nuklir dengan melakukan lebih banyak uji coba nuklir. Tentu mereka akan terus berusaha menunjukkan dominasi mereka di kawasan Semenanjung Korea dengan cara tersebut. Jika tidak dihentikan, ambisi ini akan meningkatkan eskalasi konflik perebutan hegemoni di kawasan Semenanjung Korea dalam hal senjata nuklir yang dapat mengancam kondisi keamanan di kawasan Asia Timur yang akan merambat ke keadaan geopolitik global. Jutaan masyarakat sipil akan terdampak pada konflik kemanusiaan yang mengancam. Di sisi lain, situasi ini akan mengganggu kestabilan ekonomi dunia terutama dalam hal pasokan bahan pangan dan akan menaikkan harga energi dunia yang berakibat pada krisis.Â
 Ada solusi potensial yang bisa menjadi jawaban untuk menanggulangi ancaman tersebut. Yang pertama tentu saja upaya diplomasi. Berbagai upaya diplomasi yang telah dilakukan sampai hari ini dinilai hanya menemui jalan buntu. Tetapi upaya ini harus tetap dilakukan dan bahkan ditingkatkan intensitasnya oleh negara-negara berpengaruh seperti Amerika dan dibantu oleh negara regional sekitar, tidak terkecuali juga oleh Indonesia yang berkomitmen untuk mendukung perdamaian dunia. Indonesia sebagai anggota ASEAN setidaknya dapat menjadi inisiator atas upaya-upaya ini. Langkah usaha diplomasi ini harusnya memiliki perencanaan yang matang dan strategis agar dapat diwujudkan. Dunia mengetahui bahwa Korea Utara adalah negara yang oportunis dan memiliki masalah pada bidang ekonomi dan social negara mereka. Bantuan-bantuan dalam bidang ini dapat dijadikan suatu pertimbangan sebagai pengantar untuk membangun jalur komunikasi.