Dunia kesehatan Indonesia masih memiliki banyak masalah yang harus diselesaikan. Di tengah masalah kesehatan yang mendera penduduk Indonesia terus berkembang dan tidak tercapainya beberapa poin MDG’s di bidang kesehatan, kita masih dihadapkan tantangan lain, seperti berkembangnya Non-Communicable Diseases dan berbagai problem yang ditargetkan untuk tuntas pada SDG’s. Oleh karena itu, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan sudah merumuskan Pembangunan Kesehatan 2015-2019 yang bertujuan menyelesaikan berbagai masalah dan tantangan yang dihadapi dunia kesehatan Indonesia di masa depan. Satu dari tiga pilar pembangunan tersebut adalah pemerataan layanan kesehatan.
Mari kita berkaca bagaimana pelayanan kesehatan Indonesia saat ini. Pelayanan kesehatan di Indonesia saat ini jauh dari kata rata. Data yang dimiliki Kementerian Kesehatan menunjukkan jomplangnya jumlah tenaga kesehatan tiap provinsi di Indonesia. Salah satu ketidakseimbangan yang kita dapat temui adalah berkaitan dengan jumlah dokter spesialis, yang berada di tingkat pelayanan kesehatan sekunder dalam sistem rujukan bertingkat.
Meskipun masih ada selisih pendapat mengenai apakah jumlah dokter spesialis di Indonesia cukup atau tidak, satu hal yang pasti adalah jumlahnya tidak merata. Berdasarkan persentase rumah sakit kelas C yang memiliki empat dokter spesialis dasar dan tiga dokter spesialis penunjang, hanya ada sembilan provinsi yang terdata BPPSDMK Kemenkes RI yang mencapai persentase di atas lima puluh persen. Bahkan, terdapat enam provinsi yang tidak memiliki rumah sakit kelas C dengan empat dokter spesialis dasar dan tiga dokter spesialis penunjang.
Mengingat pentingnya peran dokter spesialis, sementara di sisi lain jumlah dokter spesialis belum merata di seluruh Indonesia, diperlukan suatu program yang memungkinkan pemerataan jumlah dokter spesialis di seluruh Indonesia. Apa jawaban pemerintah akan hal ini?
Jawaban Pemerintah : Perpres Wajib Kerja Dokter Spesialis
Pada 12 Januari 2017, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2017 tentang Wajib Kerja Dokter Spesialis. Dilatarbelakangi peningkatan pelayanan kesehatan spesialistik bagi masyarakat dan pemerataan jumlah dokter spesialis di Indonesia, pemerintah merasa perlu mengadakan Wajib Kerja Dokter Spesialis, sebagai bentuk pengabdian bagi negara dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Menurut Kepala Bidang Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Usman Sumantri, "Program ini untuk melayani masyarakat Indonesia agar mendapatkan pelayanan yang merata di Indonesia dan negara juga pemerintah wajib mengatur penempatan tenaga kesehatan apalagi tenaga spesialis."
Peraturan ini mengatur setiap dokter spesialis, baik lulusan perguruan tinggi dalam negeri maupun perguruan tinggi luar negeri, wajib mengikuti Wajib Kerja Dokter Spesialis. Wajib Kerja Dokter Spesialis akan diprioritaskan bagi dokter spesialis obstetri ginekologi, ilmu kesehatan anak, ilmu penyakit dalam, ilmu bedah, serta anestesi dan perawatan intensif. Peserta Wajib Kerja Dokter Spesialis nantinya akan ditempatkan di tiga tempat; rumah sakit terpencil, perbatasan, dan kepulauan, rumah sakit rujukan regional, dan rumah sakit rujukan provinsi.
Berdasarkan pembiayaan pendidikan dan asal perguruan tingginya, terdapat tiga kelompok peserta Wajib Kerja Dokter Spesialis. Peserta Wajib Kerja Dokter Spesialis mandiri, yang membiayai pendidikannya secara mandiri, melaksanakan Wajib Kerja Dokter Spesialis selama setahun dengan penempatan dilakukan oleh menteri kesehatan. Peserta Wajib Kerja Dokter Spesialis yang dibiayai oleh beasiswa atau bantuan biaya pendidikan melaksanakan Wajib Kerja Dokter Spesialis sesuai peraturan perundang-undangan dan ditempatkan berdasarkan asal pembiayaannya; ditempatkan oleh menteri jika dibiayai oleh pemerintah pusat, ditempatkan di rumah sakit milik unit kerja jika pembiayaan diusulkan oleh unit kerja atau pemerintahan daerah tertentu, dan ditempatkan di rumah sakit milik pemerintah daerah jika dibiayai oleh pemerintah daerah. Peserta Wajib Kerja Dokter Spesialis luar negeri akan dievaluasi kompetensinya terlebih dahulu sebelum ditempatkan oleh menteri kesehatan.
Dalam prosesnya, pada awal masa pendidikan, setiap mahasiswa harus membuat surat pernyataan bersedia mengikuti Wajib Kerja Dokter Spesialis. Â Institusi penyelenggara pendidikan dokter spesialis akan menyiapkan mahasiswa yang akan menjadi peserta Wajib Kerja Dokter Spesialis, bekerja sama dengan kolegium dan organisasi profesi berkaitan dengan lulusan, serta menyampaikan laporan mengenai lulusan dokter spesialis kepada menteri kesehatan dan menteri yang berperan di bidang pendidikan tinggi. Nantinya, menteri kesehatan akan menempatkan lulusan tersebut berdasarkan alokasi, setelah verifikasi kebutuhan daerah akan dokter spesialis dilakukan. Sebelum lulusan dokter spesialis melaksanakan Wajib Kerja Dokter Spesialis, mereka harus menyerahkan surat tanda registrasi dan surat tanda registrasi dokter spesialis mereka Kementerian Kesehatan.
Dokter spesialis yang mengikuti Wajib Kerja Dokter Spesialis berhak atas beberapa hal, seperti surat izin praktik, tunjangan, dan fasilitas tempat tinggal. Tunjangan yang diberikan kepada peserta Wajib Kerja Dokter Spesialis, menurut Usman Sumantri, berkisar antara Rp 23-30 juta. Bahkan, menurut Poedjo Hartono, ketua Persatuan Obstetri Ginekologi Indonesia, tunjangan total yang didapat peserta Wajib Kerja Dokter Spesialis dapat mencapai Rp 80 juta.
Wajib Kerja Dokter Spesialis: Sebuah Kerja Paksa?