Hari buruh sepertinya selalu diperingati dengan unjuk rasa. Hal ini seperti sudah menjadi tradisi, tiada hari buruh tanpa unjuk rasa. Satu tujuannya, yaitu kenaikan upah buruh. Sebagai buruh saya justru merasa gelisah, bukannya tidak suka dengan kenaikan upah, namun kenaikan upah juga berbanding lurus dengan kenaikan harga-harga pokok. Pada akhirnya, bukannya kenaikan kesejahteraan buruh, justru kenaikan kesenjangan sosiallah yang terjadi.
Pemberi upah tidak akan mau mengalami kerugian, karena itu mereka akan berupaya melakukan efisiensi anggaran untuk dapat tetap bertahan dan mendapatkan keuntungan. Pengurangan karyawan, pindah lokasi dan menaikkan harga produk merupakan beberapa hal yang kerap diambil untuk menghadapi kenaikan upah. Banyak buruh takut akan konsekuensi pertama dan kedua, yaitu pengurangan karyawan dan perpindahan lokasi. Namun, justru kenaikan harga produk lah yang seharusnya paling ditakutkan.Â
Perusahaan akan tetap dapat membayar upah karyawan, bahkan bisa jadi mereka justru mendapatkan banyak keuntungan karena kenaikan upah. Dengan kenaikan upah, perusahaan memiliki alasan yang tepat untuk menaikkan harga produknya. Lagi-lagi buruh harus bekerja lebih keras agar dapat memenuhi kebutuhan, tahun depan harus unjuk rasa lagi, menuntut kenaikkan upah lagi, dan perusahaan akan menaikkan harga produknya lagi. Begitu seterusnya.
Menurut hemat saya, di hari buruh ini, justru lebih baik kita unjuk rasa untuk menuntut "TURUNKAN HARGA" dan "TIDAK PERLU NAIKKAN GAJI". Bayangkan jika harga-harga turun drastis, dan upah buruh tetap (tidak ikut turun), bukankah itu lebih baik?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H