Insinyur sebuah gelar yang mentereng. Saat saya masih di jenjang pendidikan sekolah menengah atas sekitar tahun 1997, mendengar istilah "tukang insinyur" yang di populerkan oleh sinetron si doel "anak betawi", mempunyai anggapan bahwa seorang insinyur adalah sosok yang bermartabat, mempunyai kecerdasan yang diatas rata-rata serta berkharisma (referensi Presiden Pertama Indonesia, Ir. Soekarno).
Liatlah, Babe si doel yang di perankan oleh almarhum Benyamin sueb, dengan bangga menyebut anak nya si doel (yang diperankan oleh Rano karno) sebagai "tukang insinyur" saat si doel lulus sarjana teknik mesin. Celetukan "tukang insinyur" tersebut menjadi sebuah trademark bagi sinetron si doel.
Bagaimana bangga nya seorang ayah dengan gelar akademik anaknya. Maka saat itu saya bercita-cita menjadi seorang "tukang insinyur" dengan mengambil jurusan IPA saat saya di kelas 3 SMA. Walaupun saya belum tahu mau mengambil bidang teknik seperti apa saat di perguruan tinggi nantinya.
Kembali ke si doel, sebenarnya si doel adalah seorang sarjana teknik mesin dengan gelar ST. karena gelar insinyur (Ir.) telah di hapus pada tahun 1994, seiring dengan semangat ingin mengindonesiakan semua yang ber bau belanda. Insinyur dalam bahasa belanda ber eja "ingenieur" yang berarti orang yang berprofesi dalam bidang keteknikan.Â
Sebelum tahun 1994, setiap alumni fakultas teknik memperoleh gelar insinyur karena telah mengikuti perkuliahan dan KKN (kuliah kerja nyata) sebanyak 160 SKS (satuan kredit semester).
Namun sejak tahun 1994, hingga kini, gelar yang di berikan bagi alumni fakultas teknik yang telah menyelesaikan 144 SKS dan KKN selama 4 tahun adalah sarjana teknik. Hal ini berimbas bagi saya yang lulus dari fakultas teknik sipil universitas muhammadiyah Surakarta pada tahun 2005, mendapat "hanya" gelar sarjana teknik walaupun keinginan awal ingin menjadi "tukang insinyur".
Muncul nya UU no 11 tahun 2014 tentang keinsinyuran, merupakan angin segar bagi saya. Undang-undang yang di perjuangkan oleh PII (persatuan insinyur Indonesia) selama hampir 20 tahun, menjadi landasan hukum untuk meng"hidup"kan lagi gelar Insinyur melalui PERTI (perguruan tinggi) dan PII.Â
Menurut UU ini untuk mendapatkan gelar Ir., seorang sarjana bidang teknik wajib mengikuti Program profesi Insinyur (PPI) sebagaimana yang tertulis di pasal 7 ayat 1 dan ayat 2. Program Profesi insinyur ini di adakan oleh Perguruan Tinggi yang di tunjuk oleh Kemenristekdikti dan bekerja sama dengan PII (pasal 8 ayat 1). Saat ini pada 40 universitas yang telah di tunjuk dan salah satu nya adalah Universitas Muhammadiyah Surakarta Sebagai Penyelenggara Program Profesi insinyur.
Program Profesi insinyur, terdiri dari 24 SKS (sebagai mana yang tercantum dalam brosur Program Profesi Insinyur di Universitas Muhmmadiyah Surakarta) sebagai berikut :
- Filosofi Keinsinyuran di industry
- Arah Perkembangan industri dan status
- Situs industri (Engineering)
- Permasalahan keinsinyuran
- Tugas mengatasi masalah
- Penulisan laporan praktik keinsinyuran
Di sebutkan dalam UU no 11 tahun 2014, pasal 7 ayat 3, yaitu "Program Profesi Insinyur dapat diselenggarakan melalui mekanisme rekognisi pembelajaran lampau (RPL)". Dari RPL ini kemudian di konversikan menjadi mata kuliah, proses ini sangat tergantung dari pengalaman kerja yang di miliki oleh masing-masing dari Sarjana teknik.