KAI Comutter Line sudah merangsek menjadi bagian dari diri para masyarakat indonesia, terlebih untuk mereka para pekerja, wisatawan, ataupun lainnya yang membutuhkan jasa transportasi yang cepat, aman, nyaman, dan murah. Sebagai seseorang yang lahir dan besar di kota metropolitan sananya dikit yaitu Bekasi, saya merasakan dampak dari hadirnya KAI Comutter ini. Salah satu cerita yang ingin saya bagikan ini merupakan cerita yang tidak sedap untuk diri saya namun menarik untuk dibagikan.
Kala itu Maret 2021, dimana saya baru lulus dari salah satu perguruan tinggi negeri dan harus mengalamai keadaan yang sulit karena harus melawan pandemi Covid-19 yang mengganas. Ganas nya pandemi berjalan lurus dengan ganasnya pula mencari pekerjaan, dimana banyak para pejuang rupiah yang kerja dirumah ataupun dirumahkan sedangkan lapangan kerja terkikis.
Dimana ada kesulitan pasti ada jalan, ternyata itu benar adanya. Agustus 2021, salah satu perusahaan eskpor memberi kabar manis distuasi pahit. Tanpa ba-bi-bu saya menyiapkan segala hal yang diperlukan, jiwa, raga, dan administrasi mampu dituntaskan dengan tempo yang sesingkat-singkatnya.
Setelah semua selesai, saya siap untuk menyambut hari pertama bekerja. Karena jarak yang jauh, saya harus berangkat sebelum matahari terbangun. Estimasi saya tiba di Stasiun Bekasi saat matahari baru bangun, dan ternyata membuahkan hasil. Ketika pintu KAI Comutter terbuka, rasa nyaman juga menyertai diri ini, gerbong yang dingin, wangi, dan sepi membuat mood saya terjaga sampai saat ini.Â
Saya paham betul ada beberapa titik stasiun yang memiliki keramaian ekstreme. Terbelalak mata saya ketika tertiba di Stasiun Manggarai, ada puluhan hingga ratusan pecinta KAI Comutter Line sedang menanti untuk dijemput sang kuda besi ini. Dengan sedikit berdesakan saya memikirkan suatu hal "Kenapa ini begitu riuh? apa tidak ada kendaraan lain yang bisa mereka tumpaki?". Sepanjang jalan, hanya bisa mengelus dada dan berdoa harap segera sampai.
Dalam doa saya yang belum selesai semua, ternyata kuda besi ini sudah mengantar saya ketujuan akhir, Stasiun Rawa Buaya. Turun dengan rasa lega karena bisa terbebas dari himpitan para pejuang rupiah yang senasib. Saat tap kartu untuk pembayaran, makin yakin dan cinta menggunakan KAI Comutter ini, cukup dengan Rp. 5.000 bisa melakukan perjalanan sejauh 35 Km. Sekarang saya paham mengapa KAI Comutter ini layak untuk dicintai masyarakat luas, sudah mana murah, nyaman, cepat, dan aman untuk dijadikan salah satu transportasi idaman.
Saat bekerja semua aman, lancar, dan terkendali. Namun itu semua tidak bertahan lama, tidak sampai satu bulan nyawa saya berada ditempat tersebut, karena satu dan lain hal, saya diharuskan meninggalkan kantor, memang kesalahan berada dari diri saya, namun akan saya jadikan pelajaran kedepannya.
Tak bisa dipungkiri bahwa rasa sedihlah yang mengantar saya menuju Stasiun Rawa Buaya. Tak hanya saya yang membawa rasa sedih, namun ada teman sejawat saya yang senasib seperti saya. Ia telah berpamitan dengan rekan kantor sebelumnya untuk memperbaiki nasib dengan pindah tempat kerja, tetapi ternyata keputusan yang ia pilih justru mengantar ia kelubang penyesalan. Dengan raut muka yang ditekuk, nampaknya memilih untuk menyendiri adalah hal yang tepat.
Selama perjalanan, saya butuh pelampiasan rasa sedih ini agar bisa ditutup untuk sementara. Memberanikan diri untuk berbicara dengan pria paruh baya keputusan yang saya ambil kala itu.Â
Pertanyaan template saya keluarkan untuk memulai interaksi ini, si bapak yang terlihat kelelahan ini memiliki kesedihan yang jauh ketimbang saya, ia bercerita bahwa harus merelakan waktu selama 5 hari untuk bekerja diluar kota dan hanya bertemu anaknya dua hari dalam seminggu.Â