Mohon tunggu...
Prasma Backti Sempana Arif
Prasma Backti Sempana Arif Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

mahasiswa UIN sunan kalijaga yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Politik

Apa Kabar Indonesia?

10 Desember 2012   12:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:53 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

APA KABAR INDONESIA?

Kalau kita buka peta atau melihat Indonesia dari udara, tentu kita setuju bahwa Indonesia adalah Negara yang tidak perlu diragukam lagi kekayaan sumber alamnya. Ribuan spesies ikan bertebaran di laut, ribuan jenis pohon tumbuh di lebih dari 14.000 pulau, dari batu koral hingga batu bara melimpah, mulai air hingg minyak tak putus mengalir.

Karunia luar biasa terhadap Indonesia ernyata tidak isyukuri dengan baik oleh pemerintah. Lihat saja, di era computer ini ternyata pemerintah Indonesia samai saat ini tidak mempunyai data keseluruhan tentang total jumlah kekayaan alam yang kita miliki. Pemerintah sangat tidak tahu dimana ada beberapa jumlah kandungan dalam alam Indonesia. Apakah ketiadaan data itu sebuah kesembronoan, kemalasan atau kebodohan tapi yang jelas ketiadaan data itu sangat merugikan untuk Indonesia. Apa mau dikata, jangankan mendata yang ada diperut bumi, ternyata setelah lebih 60 tahun merdeka Indonesia belum juga mampu memberi nama kepada setiap pulau yang ada di negeri ini. Entah apa sulitnya untuk memberi nama pulau – pulau itu.

Indonesia dan Rakyatnya adalah ironi ayam mati kelaparan dilumbung padi. Kekayaan luar biasa itu tidak menjadi berkah bagi Rakyatnya tetapi menjadi bencana dan perbudakan baru atas nama investasi. Kekayaan yang dimiliki Negara ini sangat bertolak belakang dengan kondisi kehidupan rakyatnya. Krisis ekonomi, Krisis pangan dan Krisis energy menjadi sahabat paling setia di negeri ini. Negara yang dulu dikenal sebagai Negara gemah lipah lo jinawi  kini menjadi Negara pengimpor beras, pengimpor kedelai dan daging sapi, pengimpor ikan kembung bahkan pengimpor garam. Ironi dan tragis, tanah yang luas itu ternyata tak mampu menjadi sawah, rumput yang berlimpah ternyata tak mampu membuat Rakyat berternak sapi, bahkan laut yang asin itu seolah hambar sehingga garampun harus diimpor.

Ditengah kemelaratan “absolute” Rakyat ternyata disisi lain perusahaan asing tumbuh bagai jamur dan mewabah bagai virus yang tak terkendali, merasuk kesemua sektor mulai dari sektor industri pariwisata, industri kesehatan dan obat – obatan, industri makanan dan minuman, industri garmen , pertanian, perkebunan dan industri kekayaan alam yang tidak bisa diperbaharui yaitu Tambang.

Mengapa perusahaan asing sangat senang berinvestasi di Indonesia? Pertama karena Indonesia kaya akan  suber daya alam. Kedua izin untuk menguras kekayaan alam itu sangat mudah dan murah. Ketiga, upah buruh di Indonesia rata – rata 50% hingga 70% lebih murah dari rata – rata Negara ASEAN lainnya. Ke empat, bahan baku inti atau pendukung industri sangat mudah dan murah untuk didapatkan. Kelima, ternyata selain menjadi sumber, Indonesia juga potensial menjadi pasar karena jumlah penduduknya yang berjumlah 250 juta jiwa atau sekitar 3,5% dari total jumlah manusia dibumi. Ke enam, dengan menanam investasi di Indonesia maka Negara investor juga memperoleh jalan keluar dari lonjakan tenaga kerja di Negaranya yang tidak mampu mereka tamping. Tenaga kerja asing itu mengalir mengikuti investasi Negara di Indonesia.

Setelah berbicara tentang kekayaan alam dan sekilas terkait regulasi da mimpi Founding Father, mari kita lihat sisi lain Indonesia dan perilaku aparatur Negara maupun parlemen yang punya hobi korupsi. Lihat saja kasus korupsi BLBI, Century Rp6,7 Trilyun, rekening gendut Jendral polisi senilai Rp 8 Trilyun. Korupsi di Indonesia terjadi tanpa pandang bulu, apapun bisa di korupsi, mulai dari korupsi dana bantuan sekolah, alat – alat kesehatan, stadion olah raga, wisma atlit hingga korupsi dalam pengadaan Alquran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun