Mohon tunggu...
Prasetyo Samandiman
Prasetyo Samandiman Mohon Tunggu... lainnya -

Tak ada yang harus, Tak usah tanya kenapa! Karena hidup memiliki jalannya... dan marilah kita tertawai diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menguak Prinsip-Prinsip Genetika Dalam Pewayangan

19 Februari 2014   18:50 Diperbarui: 4 April 2017   16:21 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dari istri ketiga Dewi Urangayu, seorang putri keturunan dewa ikan, Batara Baruna, lahir seorang putera bernama Antasena yang memiliki sifat seperti ikan, yaitu kulitnya bersisik, tahan hidup di dalam air, memiliki sepasang sungut (semacam misai/kumis) di tengah batang hidungnya. Gen pembawa sifat dominan ini berasal dari Dewi Urangayu (ibu), sedangkan gen pembawa sifat dominan dari Bima (ayah) sama seperti kedua putera Bima lainnya, yaitu raut muka (hidung, mulut dan mata), nada dan ritme suara, perilaku dan sikapnya seperti ayahnya.
Genetika Keluarga Alengka

Silsilah atau alur keluarga Rahwana atau dalam pedalangan lebih populer dengan sebutan Dasamuka, dimulai dari Resi Wisrawa yang kawin dengan Dewi Sukesi, puteri Prabu Sumali ( raja Alengka yang berujud raksasa). Resi Wisrawa adalah seorang satriya pinandhita yang rupawan serta memiliki kesaktiuan jasmaniah dan rohaniah (bathin) yang hebat. Dalam kehidupannya, Resi Wisrawa yang beristri Dewi Sukesi membuahkan 3 orang putera dan seorang putrei, yaitu Rahwana (berujud raksasa), Kumbakarna (berujud raksasa), Dewi Sarpakenaka (berujud raseksi) Gunawan Wibisana (berujud satriya bagus). Keempat puteranya tersebut memiliki perbedaan wujud badan maupun perilakju seperti raksasa. Rahwana (Ravana, yang berarti tukang teriak) sebagai anak pertama memiliki wujud badan seperti manusia tetapi berwajah raksasa (manungsa kagok butha) dan sikap perilakunya seperti raksasa. Ini berarti gen dominan pembawa sifat tersebut berasal dari Dewi Sukesi (pembawa sifat resesif) dan dari Prabu Sumali (kakek bersifat dominan).

Anak kedua Kumbakarna keseluruhan wujud badanya seperti raksasa tetapi sifat perilakunya seperti seorang kesatria. Ini menunjukkan adanya percampuran antara gen dominan dari kedua orang tuanya. Wujud raksasa berasal dari pewarisan Dewi Sukesi (ibu) dan Prabu Sumali (kakek), sedangkan sikap perilaku kesatrianya berasal dari pewarisan Resi Wisrawa (ayahnya).

Pada anak ketiga, Dewi Sarpakenaka, wajahnya berujud raksasa sedangkan bangun (postur) tubuhnya seperti seorang putri cantik jelita atau bahkan sering disamakan dengan postur seorang bidadari, tetapi memiliki sikap perilaku seperti seorang raksasa. Sifat ibunya, Dewi Sukesi dan kakenya, Sumali, menurun dominan pada wajah dan perilakunya, sedangkan gen dominan dari ayahnya (Wisrawa) terdapat pada bagian tubuh lainnya di luar wajah.

Pada anak keempat Kunta Wibisana (Gunawan) seluruh tubuh dan sikap perilaku dan tutur katanya seperti seorang satriya pinandhita. Ini menunjukkan bahwa gen dominan ayahnya (Resi Wisrawa) menurun seluruhnya ke putera bungsunya ini.

Kita masih dapat menjumpai adanya pewarisan genetika dalam keluarga Prabu Sri Batara Kresna yang menikah dengan Dewi Jembawati, putri Resi Jembawan yang berujud kera. Dari perkawinan ini lahirlah, Samba Wisnubrata yang seluruh tubuh, roman muka serta perilakunya mirip Prabu Kresna (ayah) , tetapi dalam tubuhnya yang banyak ditumbuhi bulu-bulu halus adalah warisan dari ResiJembawan (kakek). Begitu pula dengan Begawan Palasara yang menikah dengan Dewi Durgandini serta pada keturunannya.

Penutup

Berdasarkan bentuk dan lakon pada wayang kulit purwa tersebut, kini dapat diketahui bahwa orang Jawa telah cukup lama mengenal dan memahami prinsip-prinsip genetika (meskipun pada waktu itu ilmu genetika belum lahir secara formal dalam bentuk teks-teks ilmiah). Dengan demikian kita tidak perlu merasa rendah diri dan berupaya keras untuk mensejajarkan diri dengan bangsa-bangsa lain yang telah lama mengenal dan memahami pengetahuan genetika. Dengan kerja keras, kesungguhan, semangat nasionalisme dan gotong royong dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa adalah modal dasar untuk menjadi bangsa yang maju dan modern di era globalisasi ini.

---o0o---

Sebuah artikel dari Perpustakaan Malioboro-Yogyakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun